Ratusan Kali Reshuffle Tidak Ada Gunanya, karena Masalahnya Ada di Presiden

Jakarta, FNN - Reshuffle kabinet telah menjadi ritual baku bagi rezim ini. Polanya sama sejak dulu, yakni lempar isu, lempar nama -nama yang mau diganti dan penggantinya. Masyarakat dibikin penasaran dan menunggu-nunggu, seakan-akan dengan reshuffle, persoalan bangsa ini jadi tuntas. "Padahal, berapapun reshuffle dilakukan tidak ada faedahnya sama sekali karena persoalan bangsa ini ada pada presiden," kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa, 14 Juni 2022. Simak wawancara lengkapnya di  bawah ini:

Pasti banyak yang sedang dag dig dug, bukan kita, tapi mereka-mereka yang ada di kabinet atau orang yang berharap di kabinet atau yang keluarganya mungkin bakal direshuffle. Kalau buat kita saya kira posisinya sudah clear soal reshuffle ya. 

Reshuffle kan artinya dikocok ulang. Dikocok ulang artinya ada yang dimasukkan ada yang dikeluarkan. Tapi poin kita selalu adalah buat apa sebenarnya reshuffle. Dari awal reshuffle itu artinya memasukkan kembali orang-orang politik. Kan itu intinya. Padahal Pak Jokowi dari dulu mengatakan kabinet saya tidak akan diisi oleh politisi. Jadi dari awal itu reshuffle di dalam kolam sendiri. Begitu jadinya. Lebih parah lagi ini kayak mau perang. Pasukannya diganti tapi komandannya tetap cebong. Kan nggak bisa itu.  Tapi kita mau lihat sebetulnya persoalan kita, kalau kita bikin satire nanti berbeda tafsiran lagi. Yang jelas Presiden Jokowi yang adalah pemimpin kabinet, punya problem dengan kabinetnya. Supaya kabinetnya bersih mustinya satu paket itu diselesaikan. Dan orang tahu bahwa yang bermasalah itu terutama yang diincar adalah 2 sampai 3 orang saja sebetulnya. Tetapi, kemudian Presiden Joko Widodo berpikir mereshuffle itu sekaligus menambah dukungan, bukan membuat efektif kebijakan. Jadi menambah dukungan justru bisa membuat kebijakan sebelumnya itu makin kacau. Karena itu, orang menganggap bahwa sudah nggak usah reshuffle, biarkan Pak Luhut yang memimpin kabinet sehingga Pak Luhut punya akses lebih jauh dari sekadar 27 jabatan itu. Sekali lagi, banyak orang yang menganggap enggak ada gunanya reshuffle karena masalahnya ada pada Presiden, bukan para menteri. 

Itu saya kira poinnya, kenapa banyak orang yang skeptis dan kalau ada yang menanggapinya serius adalah orang-orang yang berkepentingan, apakah mereka keluar kabinet atau mereka akan masuk kabinet. Herannya, dalam situasi semacam ini, di mana kita tahu situasinya sangat berat dan sulit, potensi kabinet untuk gagal juga sangat tinggi, kenapa masih ada juga orang yang senang masuk ke kabinet.

Iya biasa, ada yang ikut pesta terakhir lalu menganggap di bawah meja pesta masih ada remah-remah. Jadi berebut remah-remah sebetulnya itu, yang sebetulnya dulu zaman Romawi juga gitu. Ini saya terangin sejarahnya. Tetapi, selalu begitu keadaan, seolah-olah dengan bergerombol di kabinet bisa dapet limpahan kekuasaan. Padahal kita lihat problem kita sekarang itu nggak ada lagi faktor yang bergairah untuk menunggu reshuffle kabinet. Bahkan saya kemarin ngomong dengan milenials yang datang ke tempat saya buat bikin podcast tentang Indonesia masa depan, mereka menganggap itu siapa sih yang disebut menteri, yang dimaksud dengan kabinet apa itu? Jadi mereka mempertanyakan sebetulnya apa kaitannya kabinet dengan masa depan milenialls? Tidak ada orang yang bicara tentang kepentingan millenials. Mereka bilang bahwa kami 80% akan memilih nanti di 2024. Jadi kita tunggu saja. Kalau yang sekarang kita nggak ngerti siapa. Mereka hanya tahu bahwa ada baliho dan macam-macam. Jadi mereka diolok-olok sebetulnya. Kabinet Jokowi diolok-olok oleh millenial. 

Oke, sebagai sebuah berita dia tetap jadi berita. Tetapi, sebenarnya korelasinya dengan rakyat nggak ada urusannya itu. Pasti tidak mungkin menjadikan harga-harga komoditi yang sekarang melonjak tinggi jadi turun, atau bahkan sekarang problem serius ini adalah para peternak kita yang sedang banyak menangis menjelang Idul Adha karena tiba-tiba ternaknya (sapinya) terkena penyakit mulut dan kuku dan banyak yang mati. Saya banyak menerima video-video para peternak menangis. 

Ya, itu saya juga melihat sendiri di Bima beberapa minggu lalu, petani mengeluh bahwa sudah diedarkan berita bahwa virus atau penyakit kuku itu dalam varian yang baru masuk ke Bima, tetapi tidak ada mitigasinya. Lalu mereka protes bahwa kami petani daging, petani sapi, harganya sudah drop padahal sapi kami masih sehat. Kita enggak tahu apa penyebabnya. Jadi itu yang akan dijadikan bahan sebetulnya oleh Pak Jokowi untuk mereshuffle. Kan mustinya itu. Kan mustinya Pak Jokowi reshuffle orang-orang yang nggak mampu mempertahankan harga daging, misalnya. Bukan untuk sekadar tukar tambah politik supaya harga politik Jokowi naik terus. Yang naik terus sekarang adalah harga cabe. Tadi kebetulan mengobrol dengan orang di warung, dia bilang sudah 100 ribu harga cabe. Bayangkan misalnya harga cabe bisa sampai 150.000 ribu, menteri pertaniannya bisa direshuffle  hanya karena harga cabe. Tapi lebih dari itu, yang orang mau lihat itu Pak Jokowi paham nggak dengan penderitaan di bawah? Karena terkesan sekali dari awal resuffle itu hanya untuk menyelamatkan beliau dari goncangan politik, bukan dari goncangan harga emak-emak yang menderita yang laporan dari dapur terus sekarang berada di mana-mana. Jadi itu intinya sebetulnya. Tidak ada hubungan antara keadaan riil masyarakat dengan resuffle. Jadi sinyalnya adalah resuffle itu tuker tambah baru supaya Pak Jokowi tetap terkesan mampu untuk mengendalikan politik. Kan palsu saja sinyalnya. 

Kalau kita lihat dengan komposisi itu kan sebenernya target Pak Jokowi adalah melanggengkan kekuasaan. Anda melihat bagaimana kira-kira gambaran dari komposisi ini akan memberikan peluang semacam ini.  

Kalau yang diganti misalnya menteri-menteri yang secara politis memang berbahaya karena bisa menggagalkan pekerjaan Pak Jokowi, tidak ada soal. Tetapi yang terjadi nantinya adalah partai yang sama dimintakan kandidat yang baru, partai yang baru mendukung Jokowi dikasih peran dua atau tiga tambahan kursi, misalnya. Jadi, sekali lagi ini cuma kursi politik, bukan kursi yang memungkinkan orang paham tentang public policy. Karena itu kita menganggap ini yang diresuffle itu apa? Idenya yang diresuffle? Arah kabinet yang diresuffle? Atau cuma ganti orang? Ya semua orang yang akan menggantikan juga datang dari partai politik yang sama. Itu hasil konsultasi dengan ketua partainya. Jadi ketua partai kirim lagi orang dari partainya sendiri kan. Sama saja itu, misi untuk mengubah mindset orang bahwa Jokowi mampu untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan terobosan di tahun depan, tidak ada sama sekali. Namanya memang berubah, tapi sumbernya kan dari partai poltik. 

Kita kan membaca bahkan ada juga penjelasan dari para politisi PDIP sendiri bahwa mereka aman dan bahkan akan dapat tambahan kursi. Bagaimana Anda membaca ini? Apalagi sebelumnya hubungan Pak Jokowi dengan Bu Mega renggang akibat rencana Pak Jokowi untuk terus maju tiga periode. 

Kita bayangkan PDIP, apa kritik PDIP pada kabinet Pak Jokowi? Satu-satunya kritiknya adalah jumlah menterinya kurang dari PDIP. Kan cuma itu yang diminta. Jadi orang melihat lalu hubungan antara harga minyak goreng dan harga cabe yang dulu diprotes keras oleh Ibu Mega berhasil apa enggak diturunkan? Kan Ibu Mega musti kasih tahu itu. Kalau nggak berhasil, bukan menterinya yang harus dicopot. Ya presidennya yang musti dicopot kan? Karena sudah dua bulan tiga bulan yang dituntut oleh PDIP tak berhasil juga tuh. Nah sekarang hanya sekedar sogokan 2 - 3 tambahan porsi lalu PDIP merasa oke, kalau gitu wong cilik harga minyak dan harga cabe akan turun tuh. Kan konyol cara berpikir semacam ini. Tapi kita tahu bahwa transaksi politik mendahului pujian-pujian PDIP. Jadi kalau PDIP akhirnya masuk lagi lalu wah kami senang karena dapat tambahan. Iya tapi tambahannya apa? Apa arti itu? Memang, itu seolah elektabilitas PDIP akan naik lagi. Tapi bukan itu poinnya. Orang tetap melihat bahwa PDIP akhirnya terlalu dangkal bermain politik. Karena Ibu Mega seolah-olah memberi kesan memimpin arah bangsa, tapi begitu arahnya dibengkokkan dikit dengan 2 - 3 menteri berubah lagi cara berpikirnya. Itu sinyalnya. Kita tetap ingin lihat PDIP konsisten memperjuangkan wong cilik, memperjuangkan marhaenisme. Itu artinya dia musti menolak semua kebijakan yang berorientasi pada kepentingan oligraki. Kan itu intinya. Jadi bagaimana mungkin Soekarno bisa kita rayakan, sementara politik Marhaen itu atau solidaritas sosial tidak dihasilkan oleh kabinet dan Ibu Mega tentu paham itu. Ibu Mega berdampingan dengan Pak Erick Thohir memuji-muji banteng di relief Sarinah, ya tapi bagi Bung Karno saya ini Marhaen, Erick Thohir itu adalah kapitalis. Jauh sekali jarak idiologisnya. Jadi, sekali lagi kita mau tagih sebetulnya konsistensi dari PDIP. Ya partai-partai lain ya sudahlah, mau bergelimpangan pun di bawa meja, mereka akan terima jabatan itu, karena mau cari remah-remah di bawah meja saja. (sws)

387

Related Post