Reformasi Polri Omong Kosong, Mengecam Penangkapan Sewenang-Wenang Peserta Aksi Tolak KUHP di Bandung!

Bandung, FNN - Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Barat (AMJB) mendapatkan tindakan represif dan intimidasi dari pihak aparat pada 15 Desember 2022.

Pengesahan RKUHP pada tanggal 6 Desember 2022 menimbulkan gelombang perlawanan dari berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah. 

Massa aksi yang terdiri lebih dari 500 tiba pada pukul 15.00 WIB, dan memulai long march ke depan gedung DPRD Jawa Barat pada pukul 16.00. Di bawah derasnya hujan dan dihadapkan pada tajamnya kawat berduri, massa aksi melakukan berbagai orasi, pencerdasan, nyanyian soal bahaya KUHP yang bermasalah dalam kehidupan berdemokrasi kita sebagai bangsa. 

Menuju malam pada pukul 18.30, massa aksi bertahan di titik aksi. Aksi penolakan KUHP ini bukan yang pertama di Bandung, maka wajar apabila publik menyimpan amarah dan kekecewaan di aksi tolak KUHP menuju akhir tahun ini, sehingga massa aksi pun bertahan hingga malam. 

Menuju pukul 19.00, massa demonstrasi sore itu memanggil anggota dewan untuk menemui mereka di luar gedung. Namun, bukan anggota dewan yang keluar dari gedung DPRD, justru semburan air dari mobil water canon milik anggota polisi. sebagai sinyal untuk pembubaran massa aksi, kemudian secara cepat dan serentak, aparat mengeluarkan sejumlah pasukan dengan tameng, tongkat T, dan peluru karet untuk mengejar dan menangkap peserta aksi.

Aparat kemudian melakukan penyisiran massa aksi disertai penggeledehan tas, penyitaan barang, tidak sedikit laporan kami dapatkan adanya kekerasan fisik dan verbal terhadap massa aksi.

Masa kemudian dipaksa untuk membubarkan aksinya oleh pihak aparat. Aparat juga melakukan pemukulan terhadap beberapa masa aksi yang diakhiri dengan penangkapan secara sewenang-wenang. 

Dalam pengejaran itu, salah seorang pelajar laki-laki dibopong oleh massa setelah dada dan kakinya tertembak peluru karet di sekitar Taman Radio di Jalan Ir. Djuanda, Tamansari, Kota Bandung.

Bersama para korban lain yang mengalami penembakan, ia dilarikan ke Universitas Pasundan di Jalan Tamansari No 68, Bandung.

Tidak cukup sampai di situ, polisi juga melakukan aksi penangkapan dan penahanan ilegal terhadap tiga puluh satu (31) orang peserta aksi. Dua di antaranya merupakan pelajar yang melakukan peliputan aksi.

Laporan penyitaan motor di sekitaran titik aksi pun dilakukan oleh Kepolisian. Namun sampai malam sekalipun, Kepolisian tidak memberikan kepastian angka dan bahkan sempat menghalang-halangi LBH untuk memberikan pendampingan hukum kepada peserta aksi yang ditangkap.

Siang hari ini tanggal 16 Desember 2022, Kepolisian belum juga mengeluarkan satupun peserta aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang.

Pasal 30 ayat (4) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum,"

Pasal tersebut menjelaskan bahwa Polri memiliki peranan penting dalam menjamin keamanan dan stabilitas nasional. 

Namun, dalam menjalankan tugasnya, Polri seringkali menafsirkan perintah undang-undang untuk menciptakan ketertiban umum dalam bentuk pengendalian sosial sebagai landasan untuk menggunakan kekerasan. Polri di lapangan seringkali menerjemahkan perintah “amankan” dari atasan dengan melakukan tindakan represif demi mencapai stabilitas keamanan.

Terkait pembaruan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia sejatinya telah menjadi rencana Pemerintah sejak lama. Hal ini disebabkan oleh  hukum pidana Indonesia perlu direformulasi sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat. 

Akan tetapi, rencana tersebut tidak disertai dengan upaya Pemerintah untuk menghadirkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berkualitas. Hal ini dapat dilihat melalui draf RKUHP per 9 November 2022 yang masih memuat pasal-pasal bermasalah yang diduga kolonialisasi hukum pidana Indonesia. Padahal, penolakan terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut telah dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat secara masif dan konsisten. Namun, Pemerintah seakan-akan tutup mata dan telinga terhadap suara penolakan tersebut. Pemerintah justru bergegas untuk mengesahkan RKUHP tanpa mengakomodasi masukan yang telah disampaikan secara terus-menerus oleh masyarakat. Hal ini yang menjadi pemicu berbagai perlawanan masyarakat di seluruh Indonesia.

Dengan ini, Aliansi Mahasiswa Jawa Barat menyatakan sikap: 

1. Menentang dan mengecam segala bentuk represifitas yang dilakukan aparat Kepolisian, termasuk pengejaran dan penembakan peluru karet secara acak dan tidak proporsional terhadap massa aksi demonstrasi menolak UU KUHP 

2. Mengecam pengerahan kekuatan berlebihan dalam menangani demonstrasi sehingga mengakibatkan cedera serius yang tidak perlu terhadap massa aksi....

3. Mendesak Kepolisian untuk menindak, menangkap dan mengadili anggotanya yang melakukan intimidasi, kekerasan, penangkapan, penghadangan, penyitaan pada aksi tolak KUHP

4. Mengecam tindakan penghalang-halangan bantuan hukum bagi para korban penangkapan ilegal

5. Menuntut Kepolisian untuk membebaskan massa aksi yang ditangkap secara sewenangwenang tanpa syarat dan meminta maaf kepada publik karena telah lalai dalam menggunakan kekuatan berlebihan dan melakukan aksi penangkapan dan penahanan ilegal.

6. Menuntut janji Pemerintah untuk melakukan Reformasi Polri secara total yang terbukti tidak terealisasi hingga saat ini.

7. Mendesak Pemerintah dan DPR untuk membatalkan KUHP yang bermasalah serta membuka partisipasi publik yang luas dan bermakna.

Kebebasan berekspresi dalam menyuarakan demokrasi dan keadilan adalah hak sebagai warga negara. 

Sudah sepatutnya Kepolisian menjamin kenyamanan dan kemanan dalam berdemokrasi, bukan justru memberikan terror dan penangkapan kepada peserta aksi. (Ida)

382

Related Post