Revisi UU ITE, Seriuskah Presiden Jokowi

PRESIDEN Joko Widodo menyatakan pemerintah akan melakukan revisi UU Informasi Transaksi Eltronik (ITE). UU tersebut selama ini dianggap sangat merugikan. Membuat rakyat makin takut melakukan kritik kepada pemerintah.

Ada kesan yang sangat kuat, UU itu selama ini digunakan untuk membungkam kelompok-kelompok kritis. Lawan pemerintah.

UU ITE juga menjadi etalase betapa UU itu diterapkan secara tidak adil. Tajam kepada kelompok oposisi. Tumpul kepada para pendukung kekuasaan.

Sebagai langkah awal, Presiden meminta Polri lebih selektif dalam menerapkan UU tersebut. Tidak semua pengaduan harus diproses. Apalagi bila si pengadu tak ada kaitannya. Bukan mereka yang secara langsung dirugikan. Kapolri sendiri bertindak cepat.

Dia meminta Kapolda dan Kapolres untuk segera membuat pedoman.

Intinya Polri akan mengedapankan restorative justice. Musyawarah antara yang merasa dirugikan dengan yang merugikan. Kasus itu juga berupa delik aduan. Jadi yang merasa dirugikanlah yang harus melaporkan.

Selama ini semua kritik terhadap rezim penguasa, selalu dilaporkan oleh mereka-mereka yang dikenal sebagai spesialis pelapor. Semua laporan itu langsung diproses polisi. Sebaliknya laporan terhadap para pendukung pemerintah tidak pernah ditindaklanjuti. Sebelum menyampaikan niatnya untuk merevisi UU ITE, Presiden Jokowi sudah menyatakan keinginannya agar masyarakat lebih banyak menyampaikan masukan dan kritik kepada pemerintah.

Respon dari publik tak seperti diharapkan pemerintah. Banyak yang menganggap permintaan Presiden sebagai lelucon yang tidak lucu. Namun, tampaknya pemerintah ingin menunjukkan keseriusannya. Presiden Jokowi kemudian menyampaikan wacana adanya revisi UU ITE.

Sebagai bukti keseriusannya ketika bertemu dengan pemimpin sejumlah media di Istana Rabu (17/2) Presiden Jokowi menyatakan sudah memerintahkan Menkuham untuk menyiapkan draft revisi. Seperti gayung bersambut, semua fraksi di DPR menyambut baik. Mereka memahami masyarakat sudah jenuh dengan aksi saling lapor. Tentu kita menyambut baik itikad dari pemerintah.

Sejak awal, kita mendorong pemerintah untuk segera turun menghentikan perpecahan di tengah masyarakat. Yang sangat mengkhawatirkan, ada kesan kuat justru pemerintah lah yang menjadi bagian dari perpecahan itu.

Pemerintah memeilihara para buzzer dan para pelapor sebagai senjata menghadapi kelompok kritis dan oposisi.

Seperti dua anjing penjaga yang siap menyalak, manakala majikannya ada yang mengganggu. Revisi UU ITE diharapkan menjadi tahap awal. Bahwa pemerintah serius untuk kembali merekatkan ikatan bangsa yang terpecah belah, pasca Pilpres 2019.

Bila dibirakan berlarut, bisa terjadi Balkanisasi. Indonesia bisa terpecah belah seperti negara-negara eks Yugoslavia.

Revisi UU ITE hendaknya diikuti dengan berbagai langkah demokratisasi lainnya. Revisi UU Pemilu, penghapusan ambang batas pencalonan presiden 20%. Pembatalan UU Omnibus Law, UU Stabilitas Keuangan Nasional, UU Minerba, dan berbagai perundang-undangan lain yang dilahirkan secara tidak demokratis.

Sangat jelas pandemi Covid-19 dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan. Kelompok oligarki menyelundupkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang hanya menguntungkan mereka.

Kita mendorong Presiden Jokowi untuk terus mengembalikan proses demokratisasi ke jalur semula. Tugas itu tidak mudah. Di tengah ketidak percayaan masyarakat yang begitu meluas di satu sisi.

Dan kepentingan oligarki yang mencengkeram erat-erat kekuasaan.

Tunjukkan bahwa kali ini sebagai Presiden Anda bersungguh-sungguh. punya niat baik.

Bukan seorang Presiden yang sering menebar harapan palsu. Sebuah citra yang selama ini melekat erat pada Presiden Jokowi.

Sebagai Presiden Anda masih punya waktu untuk membuat sebuah warisan. Menyelamatkan demokrasi yang tengah dibajak oligarki. **

224

Related Post