Rocky Gerung: Saya Mendorong Sri Mulyani Keluar dari Kabinet, Serahkan Mandat kepada Rakyat

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati diminta pakar politik Rocky Gerung untuk segera keluar dari Kabinet Presiden Joko Widodo. Pasalnya, “Yang bikin kesalahan kan Sri Mulyani yang tidak terang-terangan mengatakan data pada Pak Presiden. Lalu akhirnya pasrah atau menyerah gitu. Dan penyerahan itu harus juga diikuti dengan tindakan.”

Menurut Rocky Gerung, Sri Mulyani berbohong dua kali itu. Secara moral dia tahu bahwa salah kalau tidak jujur pada Presiden; “Yang kedua data-data itu harusnya dilengkapkan dalam sidang kabinet, bukan cuma satu dua figur yang bagus yang dikasih pada Pak Presiden sehingga Pak Presiden merasa baik-baik saja,” tegasnya.

“Saya mendorong pada Sri Mulyani untuk keluar dari kabinet, menyerahkan diri pada rakyat, menyerahkan kembali mandat itu pada rakyat, dan itu fair-nya begitu,” lanjut Rocky Gerung kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (1/10/2022).

Berikut dialog lengkapnya antara Rocky Gerung dengan Hersubeno Arief.

Halo halo Bung Rocky, apa kabar nih? Ketemu di akhir pekan dan selamat datang kembali ke Jakarta, dan welcome to the jungle.

Iya, itu cuma ada acara di Tokyo satu minggu dan ketemu banyak masyarakat Indonesia juga. Saya ada acara seminar soal lingkungan sebetulnya, terus dibajak oleh beberapa teman di Yokohama, Tokyo, untuk diskusi tentang keadaan Indonesia.

Dan, semua menganggap bahwa lebih baik nggak pulang daripada tersesat secara ekonomi. Itu serius, bener-bener. Kemudian saya anggap ada semacam sinisme, tapi mereka bilang dilema kita adalah kita balik ke Indonesia dalam keadaan Indonesia berantakan secara ekonomi dan politik.

Mending tinggal di Jepang semuanya terjamin itu. Tapi, mereka tetap ingin agar Indonesia tumbuh, karena itu saya anggap ya sudah itu pilihan mereka. Tapi apa yang mereka pilih sebetulnya bagian dari kenyataan hidup kita yang kebanyakan sinyal bagus, ekonomi membaik segala macam.

Nah, bagi mereka yang ada di luar negeri tentu tahu bahwa itu bohong semua dan mereka anggap bahwa pemerintah Indonesia itu seperti memberi angin surga. Menanam padi sambil maju itu artinya kita menginjak sendiri tanamannya. Begitu kira-kira.

Ini benar ini, karena kita kan kemarin menyinggung ketika kita bahas Pak Luhut ygn sudah bilang akan ada badai besar, Ibu Sri Mulyani juga memberi sinyal ekonomi kita memburuk, sementara Pak Jokowi masih membanggakan bahwa pertumbuhan ekonomi kita kuartal 2 dan kuartal 3 tahun 2022 ini akan ini lebih tinggi dibandingkan seluruh negara G20.

Walaupun kita tahu bahwa perbandingan itu pun juga tidak Apple to Apple gitu. Tetapi, yang lebih bikin terkejut sehari kemudian Pak Jokowi menyampaikan pernyataan bahwa akan ada awan gelap dan badai besar pada tahun depan. Jadi kita bingung ya dalam sehari Jokowi itu pernyataannya sudah berubah-ubah gitu.

Itu sudah biasa itu sebetulnya. Jadi nggak usah bingung karena memang Pak Jokowi juga nggak bisa paham bahwa yang dimaksud oleh Pak Luhut badai itu ya kebijakan dia sendiri, kebijakan Jokowi yang akan menyebabkan badai. Cuman Pak Luhut nggak mungkin ucapkan itu karena beliau tahu tentang keadaan ekonomi segala macam.

Demikian juga Sri Mulyani. Kan terpaksa beberapa menteri yang pintar di kabinet, Ibu Sri Mulyani dan Pak Luhut, harus mengucapkan itu bahwa akan ada badai besar. Apa penyebab badainya tuh?

Ya kelemahan dari layar ekonomi Indonesia sendiri kan. Walaupun badainya sebesar apapun, kalau layarnya kuat, perahu itu pasti meluncur justru lebih kencang, gitu. Kan kita mau nunggu badai supaya perahu itu riding the titan wave, ‘menunggangi arus pasang itu’. Tetapi, kalau layar kita rapuh, tiangnya patah, tiangnya itu Pak Jokowi sendiri sebetulnya. Jadi Pak Jokowi memberi peringatan tentang dirinya sendiri. Begitu kan?

Oke. Jadi Anda bisa buka-buka lagi nanti filenya. Kita lihat pidato Pak Jokowi tanggal 29 seperti apa, kemudian tanggal 30 seperti apa. Itu berbeda antara bumi dengan langit gitu. Dan ternyata memang hasil itu dikonfirmasi juga. Ya kalau selama ini kan kita bangga-banggakan, termasuk Bu Sri Mulyani juga menyatakan bahwa kita tak akan resesi karena angka resesi kita lebih rendah dibandingkan.

Sebelumnya kan terlalu begitu. Dan Pak Jokowi selalu membandingkan bahwa negara-negara seperti Amerika, Turki, dan sebagainya angka resesinya sangat tinggi.

Tetapi, ini ada hasil semacam publikasi dari berbagai lembaga dunia itu yang sekarang itu ternyata memasukkan kita Indonesia dalam 100 negara tersendiri di dunia. 

Ini ada dua lembaga, yang satu dari World Population Review, itu memasukkan Indonesia ke dalam negara termiskin urutan ke-73 karena pendapatan nasional bruto hanya 3.870 perkapita tahun 2020.

Kemudian GF mac.com ini menempatkan Indonesia dalam negara paling miskin nomor 91 di dunia. Anda tinggal pilih mana yang datanya. Yang jelas itu semua memasukkan Indonesia dalam 100 negara-negara miskin sekarang.

Jadi, itu paradoksnya Pak Jokowi memimpin 7 tahun dengan tema ekonomi meroket, akhirnya setelah 7 tahun nyungsep betul. Itu 100 negara termiskin di dunia itu dan Indonesia berada pada nomor 91. Jadi, masalah ini betul-betul masalah yang fundamental buat kita.

Jadi, gunanya apa Pak Jokowi 7 tahun dan nggak menghasilkan apa-apa itu. Jadi, sebetulnya itu tamparan bukan sekadar pada bangsa ini, tapi juga pada generasi ke depan yang berharap bahwa Indonesia punya bonus demografi.

Jadi, semua kemewahan kita untuk melihat bonus demografi ibukota baru segala macam itu, dipukul satu kali oleh data tadi dan kita tahu bahwa kita betul-betul buruk. Nah, ini buzer-buzer ini mau ngapain lagi kan. Dia nanti akan bilang wah itu statistiknya bohong itu.

La, Jokowi sendiri bilang bahwa badai pasti datang, ada awan gelap, dan sebetulnya sudah tiba tuh. Jadi, inilah akibatnya kalau tidak ada oposisi. Kalau ada oposisi, dari dulu pasti akan ada koreksi pada kebijakan, koreksi pada kehidupan sosial. 

Karena nggak ada oposisi maka seolah-olah diam-diam pemerintah kalau orang Medan bilang sour sendiri gitu. Itu bahayanya demokrasi yang tidak dituntun oleh counter filling force.

Aktivitas kritik yang dilakukan oleh Awali, Anthony Budiawan, Rizal Ramli, Faisal Basri, Ihsanuddin Noorsy segala macam dianggap sebagai nggak bener tuh. Nah, sekarang mereka yang ternyata benar kan.

Jadi, itu dasarnya kenapa kita minta supaya ya baiknya percepat Pemilu saja. Ngapain lagi nunggu lama-lama. Kalau nggak Indonesia akan menjadi nomor sekian itu dalam skala dunia.

Demikian juga kita mesti kasih kritik kepada Ibu Sri Mulyani terutama, yang terus memberi sinyal positif, sehingga Pak Jokowi terbuai juga dengan mulut manis Sri Mulyani. Kan begitu kan? Kan kalau kita mau fair, Ibu Sri Mulyani nggak pernah kasih data yang tegas pada Pak Jokowi.

Data tegas itu diberi Ibu Sri Mulyani ke DPR, ke masyarakat. Bukan pada Pak Jokowi sehingga Pak Jokowi nggak punya sense of crisis? Kalau Sri Mulyani bilang ekonomi memburuk itu dia terangkan pada publik, bukan pada presiden.

Jadi, pada presiden diterangkan hal yang sebaliknya. Begitu sidang mungkin saya bayangkan Sri Mulyani bilang, iya Pak, nggak apa-apa Pak, ini bisa saya atasi. Tapi, di publik dia nggak mungkin berbohong begitu karena publik punya data pembanding. Jadi, ini akibatnya kalau menteri-menteri itu yes man saja atau yes man gitu.

Nah, sebenarnya kalau kita menyimak pidatonya Sri Mulyani pada penutupan sidang paripurna kemarin, itu pada akhir penutupnya, meskipun ada gimik-gimik yang bikin heboh.

Media seperti lebih menyoroti pada soal dia memberikan salam restorasi, salam Demokrat, salam pada Mega PDIP, tapi saya justru malah melihat itu noticenya ini pada pidato dia. Dia menutupnya itu dengan sebuah ayat dalam Alquran, tapi saya lupa persisnya, di mana dia yang menyebutkan bahwa kalau orang-orang itu yang beriman, dia percaya bahwa Tuhan itu akan menolong. Kira-kira begitulah kalimatnya. 

Coba kita simak ya penutupan pidato Ibu Sri Mulayani: “Mari kita berkolaborasi di dalam perbuatan baik, menjaga Indonesia, menjaga APBN seperti dikatakan bahwa barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan dia berbuat baik, dia mendapatkan pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati. Semoga kita semuanya terus dapat berbuat yang terbaik untuk menjaga rakyat Indonesia, menjaga Indonesia, dan menjaga APBN, dan terus berserah diri sepenuhnya kepada sang Pencipta. Insya Allah Indonesia akan dapat melalui masa-mana penuh tantangan ini dengan baik dan selamat dan senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.”

Jadi, dari kalimatnya Sri Mulyani itu, ini bukan gaya seorang menteri keuangan yang itung-itungannya rasional, ini sudah kayak orang buntu dalam segala macam upaya, akhirnya kita kembali kepada Tuhan. Kita berserah kepada Tuhan.

Betul. Sri Mulyani tahu bahasa yang mesti dia pakai. Dia nggak bisa pakai bahasa bahwa kita bakal nyungsep segala macam itu. Walaupun di beberapa forum dia katakan itu, “kita potensial menuju Sri Lanka”.  Jadi Sri Mulyani sedang melangkah menuju Sri Lanka itu.

Tapi, buat publik yang lebih luas mungkin Indonesia, dia pakai metafor itu bahwa kita sebaiknya berdoa, kita sebaiknya tobat, kira-kira begitu kan. Itu artinya, ada kesalahan yang mereka buat sehingga dan bilang kita mari saya bertobat, mustinya begitu kan?

Karena yang bikin kesalahan kan Sri Mulyani yang tidak terang-terangan mengatakan data pada Pak Presiden. Lalu akhirnya pasrah atau menyerah gitu. Dan penyerahan itu harus juga diikuti dengan tindakan.

Jadi, kalau Ibu Sri Mulyani merasa bahwa dia gagal untuk meyakinkan Pak Jokowi bahwa keadaan ekonomi nggak boleh diperas seperti pohon, kan Pak Jokowi membayangkan APBN itu seperti pohon jadi daunnya itu adalah uang, bisa dipetik-petik saja itu, brankasanya ada isi uang. 

Jadi, itu yang mesti dipertanggungjawabkan oleh Ibu Sri Mulyani bahwa dia gugup untuk menerangkan keadaan sebenarnya pada Pak Jokowi sehingga Pak Jokowi selalu merasa di atas angin, ini biasa-biasa saja, baik itu.

Nah, baru sekarang Ibu Sri Mulyani akhirnya harus menyerah dan pasrah pada keadaan itu. Jadi, mari kita tuntun kembali Sri Mulyani untuk jangan pergi pada Sri Lanka tapi keluar saja dari kabinet? Karena, itu gampangnya. Supaya ada pertanggungjawaban moral dan pertanggungjawaban akademis. Karena Sri Mulyani berbohong dua kali itu.

Secara moral dia tahu bahwa salah kalau tidak jujur pada Presiden; yang kedua data-data itu harusnya dilengkapkan dalam sidang kabinet, bukan cuma satu dua figur yang bagus yang dikasih Pak Presiden sehingga Pak Presiden merasa baik-baik saja, kita akan kembali pulih, kita akan tetap meroket sampai ke 10 persen.

Ini kegagalan komunikasi publik dan mata internasional melihat bahwa Indonesia itu selalu berbohong. Pada publiknya sendiri presiden berbohong, bagaimana pada kita, misalnya. Begitu kira-kira pikiran jurnalis dunia.

Oke. Jadi sebenarnya kan kita kemarin bicara, harusnya pemerintah jangan ngomong soal cuma awan gelap, terus kemudian badai besar, dan sebagainya. Harusnya pemerintah bicara dong, mitigasinya bagaimana.

Iya, kan di depan ada mercusuar, sudah kasih sinyal tuh, jangan mendarat di pulau itu karena berbahaya ada badai di situ. Eh, masih merapat juga. Poin kita selalu mitigasinya bagaimana? Kan gampang sebetulnya. Ada anggaran yang di-refocusing, ada infrastruktur yang mesti dihentikan, ada IKN yang harusnya berisi akal tapi ternyata itu kongkalingkong doang tuh.

Jadi, semua hal yang disebabkan oleh kebijakan itu yang mesti dia mitigasi kan? Kan dia sendiri yang lakukan. Nah, kalau posisi yang melakukan mitigasi itu enggak akan dipercaya oleh pemerintah, seolah-olah akan menjatuhkan pemerintah.

Padahal, memang ini sebetulnya kalau dari awal mitigasi itu dikerjasamakan dengan independen researcher, itu mungkin kita masih bisa selamat. Mungkin Awali akan bilang ganti datanya Pak, ambil yang paling bener. Lalu Said Didu yang paham tentang kebijakan di dalam mengusulkan sesuatu supaya BUMN ini jangan sembunyi-sembunyiin akuntansinya tuh.

Kan banyak akademisi kita yang jujur. Rizal Ramli juga lakukan hal yang sama bahwa paradigma pembangunan ini kacau, keliru Pak. Tetapi, Pak Jokowi nggak mau mendengar itu.

Dia cuma mau dengar sesuatu yang comply dengan gagasan dia bahwa Indonesia 2045 akan ada bonus demografi, bahwa Indonesia akan setara dengan pendapatan negara-negara besar dalam 10 sampai 20 tahun ke depan, bahwa karbon trading akan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip perjanjian internasional.

Semuanya batal itu karena kekacauan dalam negeri. Jadi, kalau kita bilang mitigasi, dia nggak mungkin melakukan mitigasi sesuatu yang dia rencanakan memang untuk hancur.

Ini tadi kalimatnya Sri Mulyani tadi kan sebenarnya itu isyarat jelas gitu ya, meskipun dia menggunakan bahasa agama gitu. Barangsiapa yang berserah diri kepada Allah dan berbuat baik begitu maka dia tidak akan takut dan akan dapat pahala.

Ini bukan soal berserah diri. Kalau berserah diri itu urusan kita sebagai orang beragama, tapi tugas pemerintah itu bukan berserah diri. Tugas pemerintah itu bagaimana dia mengeluarkan rakyatnya dari bencana, kan itu yang harusnya tugas dia sebagai nahkoda.

Ya, mustinya Sri Mulyani bilang, setelah berserah diri saya menyerahkan diri pada persidangan rakyat. Kan gampangnya begitu. Demikian juga presiden. Kan mereka semuanya musti disidang oleh rakyat karena kalau disidang oleh DPR kan dia-dia juga.

Kalau para pemimpin kita disidang di DPR itu jeruk ngupas jeruk, cuma itu yang terjadi. Tetapi, menyerahkan diri itu atau berserah diri itu artinya harus betul-betul fundamental. Saya berserah diri artinya saya sudah berbuat salah gitu kan. Maka orang yang berbuat salah menyerahkan diri dong.

Itu sebetulnya. Yang kita perlukan adalah keterangan semacam itu dari Sri Mulyani. Dan, saya mendorong pada Sri Mulyani untuk keluar dari kabinet, menyerahkan diri pada rakyat, menyerahkan kembali mandat itu pada rakyat, dan itu fair-nya begitu. Jangan seolah-olah minta tolong pada Tuhan. Padahal Tuhan nggak akan menolong orang yang nggak mampu menolong dirinya sendiri. Kan begitu.

Ya Bung Rocky, saya kira kita mesti menyiapkan kalau toh pemerintah tidak mau menyatakan kita menghadapi situasi yang buruk, saya kira kita mesti mulai mengingatkan gitu bahwa situasi ke depan itu akan semakin memburuk.

Yang bisa kita ingatkan itu adalah bahwa bagaimana kita tolong-menolong di antara kita, solidaritas di antara kita diperkuat, perpecahan yang seperti diembuskan buzer sudah lupakan saja semua. Karena ini eranya kalau toh ada bencana itu tidak pandang buzer, tidak pandang orang baik. Semua akan terkena bencana.

Itu yang kita omongin ini buzer nggak ngerti pembicaraan kita, karena mereka cuma nunggu nanti Pak Jokowi ucapin lagi kalimatnya tuh. Kan begitu? Jadi begitu Pak Jokowi ucapkan kalimat buzer rugi lagi.

Padahal buat makan di warteg dia berhutang itu. Kan begitu. Jadi ini buzer-buzer yang kalau dungu mungkin kita sudah tahu lah itu jalan pikirannya dungu. Tapi berharap yang tidak mungkin itu kan dungu dua kali.

Kan jelas seluruh data itu menerangkan bahwa hidup ini sedang merosot, ya sudah, terima saja keterangan Sri Mulyani dan akhirnya terima keterangan Pak Jokowi bahwa memang akan ada badai dan mendung bahkan, dan mungkin hujan deras.

Tapi ya sudah, kita sama-sama kita lucuti pikiran-pikiran buruk kita sendiri sebagai orang yang selalu mencurigai orang lain. Jadi, buzer ini berhentilah mencurigai oposisi. Oposisi itu gunanya baik betul. Buat bikin counter feeling atau balancing di dalam pikiran.

Jadi, sekali lagi terima keterangan bahwa kita memang buruk. Bukan saja di Asia, tapi di dunia kita dianggap sebagai bangsa yang gak pernah bertumbuh secara ekonomi. Tidak pernah mulus melakukan transisi demokrasi.

Ya, jadi semua klaim-klaim itu dibatalkan dengan data tadi bahwa Indonesia masuk dalam 100 negara termiskin di dunia. Lebih sedih lagi nanti kalau lebih kuat lagi datanya dan kemudian ternyata di Asia Tenggara juga kita mungkin terburuk. Itu lebih menyedihkan karena kemarin kan kita juga melihat data IQ kita juga rendah di Asia Tenggara, hanya di atas Timor Leste.

Ya, itu paralel. Kalau IQ rendah pasti ekonomi juga buruk dan masa depan juga buruk. Itu sudah jadi satu tarikan nafas. Keburukan itu terjadi karena ketiadaan kontrol oposisi dan itu yang menyebabkan kita ingin 0% itu dibuat bener-bener supaya ada oposisi dalam persaingan politik. Begitu kira-kira. Yes 0%. (Sof/sws)

448

Related Post