Seingat Saya, ITB Memang Radikal!
by Mochamad Toha
Surabaya, FNN - Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB membuat Prof Maman Djauhari yang pernah terlibat dalam mendidik calon alumni ITB amat sangat terpukul. "Kerja keras saya selama 1969-2009 di ITB ternyata menghasilkan banyak defect products," tulis urang Sunda ITB yang Radikal, Minggu (14/2/2021).
Prof Maman yakin, semua orang ITB membaca/mendengar pemberitaan GAR-ITB. Amat disayangkan, nama “gerakan anti radikalisme” scientifically tidak sesuai dengan norma akademis.
Lebih gawat lagi, hermeneutically, pada nama itu tampak kekacauan dalam mind-map si pemberi nama. Akibatnya, gerakan itu dengan mudah dapat menjadi gerakan kontra-produktif.
Mengapa? Sebab, di saat ITB sedang bertarung dalam global intellectual racing, gerakan itu dapat menghambat upaya memenangkan perlombaan intelektual tersebut.
Di ITB dulu ada toloh "Radikal" bernama Moedomo. Kemungkinan besar sebagian besar anggota IA-ITB tidak kenal beliau atau bahkan mungkin tidak tahu. Moedomo…nama yang simple. Tapi ia adalah Guru Besar ITB kelas dunia dalam bidang Mathematical Analysis yang pernah dimiliki Ibu Pertiwi.
Bagaimana kemumpuniannya? Catat ini baik-baik. Kita akan dipahamkan oleh Google.Scholar bahwa karya Moedomo yang terbit di Pacific Journal of Mathematics tahun 1971 adalah karya yang sangat fundamental dalam bidangnya dan monumental bagi Indonesia.
Dikatakan fundamental, karena karya itu menjadi salah satu referensi buku yang ditulis oleh Alexander Grothendieck dkk. Dan, dikatakan monumental bagi Ibu Pertiwi, karena karya itu menjadi legenda bagi orang yang tahu fungsi Perguruan Tinggi (PT).
Grothendieck adalah matematisi kelas dunia yang hingga saat ini tetap berada pada peringkat ke-11! Perlu dicatat pula, dari peringkat 1 s/d 12 berturut-turut adalah: Newton, Archimedes, Gauss, Euler, Riemann, Poincaré, Lagrange, Euclid, Hilbert, Leibniz, GROTHENDIECK, dan Fermat. Dan, catat lagi, Grothendieck adalah sahabat karib Albert Einstein.
Itulah sekilas profil Moedomo; figur kebanggaan ITB. Dan, memang begitulah rumusnya. Orang hebat selalu bersahabat karib dengan orang hebat lagi. Kalau sekarang ada alumni ITB yang merasa hebat, itu karena yang besangkutan pernah berada di lingkungan orang-orang hebat seperti Moedomo. Ini tak bisa disangkal.
Moedomo memang sangat brilliant, memiliki kemampuan serendipity, dan …… very humble. Oleh karena itulah, semua Pimpinan ITB apalagi Dosen segan dan hormat kepadanya. Kuliahnya sangat menarik dan hidup. Ingin tahu apa yang beliau ajarkan? Values! Itulah yang beliau ajarkan.
Melalui matematika Moedomo mengajarkan moral dan academic values. Diantara academic values yang beliau ajarkan kepada mahasiswanya (termasuk Prof Maman) adalah sikap dan semangat orang-oranf hebat di dunia yakni Radikalisme dalam meraih the highest achievement!
Lalu, contoh moral values yang diajarkan Moedomo adalah tidak menempuh solusi radikal terhadap pelanggar norma akademis. Moedomo mengajarkan bagaimana menjadi Radikal dalam mendobrak kemapanan sebuah teori untuk kemudian membangun teori yang baru. Dan, bagaimana menghindari solusi radikal terhadap pelaku kesalahan akademis.
Itulah ruh ITB; moral dan academic values ditularkan oleh the seniors melalui interaksi radikal di konferensi, di seminar, di kelas, di laboratorium dan di masyarakat. Dengan menularkan sikap dan semangat radikalisme itulah the seniors mencetak orang-orang hebat.
GAR di lingkungan PT dapat menjadi gerakan kontra-produktif. Mengapa? Karena dapat mengganggu fungsi PT. Fungsi PT ada 2 (dua) yakni (i) menciptakan ilmu-ilmu baru, dan (ii) menghasilkan manusia-manusia baru.
Hanya dengan sikap dan semangat radikalisme, Dosen akan mampu memproduksi ilmu baru. Lalu hasilnya dibagikan tidak hanya kepada mahasiswa dan sejawat Dosen tetapi juga kepada komunitas ilmuwan dunia. Dengan sikap dan semangat itu pula ITB menghasilkan alumni.
Jika ada alumni yang tidak mampu berkontribusi kepada almamaternya dalam perjuangan memenangkan global intellectual racing, disarankan lebih baik turut berdo’a daripada membuat gerakan yang kontra-produktif.
Kampus Radikal
Terkini, aksi GAR ITB yang melaporkan Prof Din Syamsuddin ke KASN menjadi bumerang. Apalagi, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, laporan GAR ITB itu tidak akan diproses.
Menag Yaqult Cholil Qoumas juga mengingatkan agar jangan gegabah mencap orang lain radikal. GAR ITB yang dimotori sekitar dua ribuan alumni yang berasal dari etnis dan agama tertentu ini juga dikhawatirkan bisa mengundang konflik bernuansa SARA.
ITB memang dikenal sebagai "kampus radikal" sejak dulu. Kalau tidak radikal tak mungkin menghasilkan tokoh nasional dan dunia sekelas Soekarno. Selain telah melahirkan Bung Karno dan Moedomo, ITB juga telah mencetak alumni dengan prestasi dunia seperti Prof BJ Habibie, dan lain-lain yang tak bisa disebutkan satu per satu.
Fachjrul Rahman alias Panjul, Jubir Presiden Joko Widodo, termasuk salah satu mahasiswa radikal saat kuliah di ITB. Ia bersama M. Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan pernah diadili di PN Bandung.
Mereka diadili karena terlibat unjuk rasa menolak kedatangan Mendagri Rudini di kampus ITB. Saat dalam proses hukum, mereka sempat ditahan di LP Nusakambangan, Cilacap.
Semasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Panjul tetap menjadi aktifis yang radikal dalam mengkritisi kebijakan SBY yang dianggap merugikan rakyat. Kini Panjul menjadi radikal pembela Pemerintah.
Sedangkan dua kawan lamanya, Syahganda dan Jumhur masih setIa menjadi radikal pembela rakyat yang semakin tertekan secara ekonomi dan politik. Keduanya kini ditahan terkait suara kritisnya selama ini.
Saya pernah kenal ketiganya ketika masih kuliah di UNPAD dan menjadi wartawan Tabloid EKSPONEN Jogjakarta lanjut Majalah EDITOR Jakarta di Bandung. Mulai kenal ketika harus wawancara mereka.
Hampir tiap hari saya melihat Panjul jalan kaki melintas di sebuah gang di Jalan Kidang Pananjung menuju Asrama Mahasiswa Kalimantan di Cisitu Lama. Saat itu saya tinggal di sepetak kamar di gang kecil itu.
Saking radikalnya mahasiswa ITB semasa Rektor Prof. Wiranto Arismundar, pernah terjadi "penyanderaan" seorang intel Polwiltabes Bandung karena ketahuan saat "nyusup" dan pantau aksi unjuk rasa.
Kala melihat ketidak-adilan yang dialami warga Kacapiring terkait kasus lahan warga yang "disengketakan", mahsiswa ITB unjuk rasa di Balai Kota hingga dibubarkan dan dikejar polisi hingga kampus Ganesha ITB.
Seperti itulah "radikalisme" mahasiswa ITB yang saya kenal semasa masih kuliah di Bandung. Jadi, tidak ada ceritanya orang ITB itu "anti radikal" seperti GAR ITB yang mengatasnamakan ITB. Dan ITB itu radikal dalam prestasi keilmuan maupun sikap politik dan demokrasi sebagai kontrol sosial!
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.