Sejuta Buruh Dipastikan Siap Demo 10 Agustus 2022

Jakarta, FNN - Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja telah bermasalah sejak awal pembentukan. Hal itu tergambar jelas dari reaksi yang timbul dari berbagai komponen masyarakat. 

Aliansi Aksi Sejuta Buruh akan menggelar aksi unjuk rasa serentak di DKI Jakarta dan Ibu Kota Provinsi/Kota di seluruh Indonesia pada tanggal 10 Agustus 2022. Dalam aksi tersebut mereka membawa tuntutan cabut Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja.

Demikian perbincangan wartawan senior FNN Hersubeno Arief, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Arif Minardi, dan Sekjen Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Dedy Hardianto, dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Senin (1/8/22) di Jakarta.

Arif menyampaikan para buruh di sejumlah daerah Indonesia memastikan diri untuk turun ke jalan menuntut agar Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja No. 11 tahun 2020 segera dicabut oleh pemerintah. 

“Ini rangkaiannya sudah panjang sejak 2019, hanya saja waktu itu demo kami masih sendiri-sendiri, nah sekarang ini pada era pergantian Ketum KSPSI menggagas untuk mendemo besar-besaran, kebetulan KSBSI dan organisasi lain bergabung, dan akan besar-besaran, ada juga longmarch dari bandung ke Jakarta tanggal 6 nanti,” tuturnya.

Lebih lanjut,, Dedy juga mengatakan yang menjadi keberatan dalam muatan Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja ini yakni mengabaikan azas keterbukaan. Atas hal itu, kaum buruh merasa ketidakadilan dan kehilangan perlindungan dari negara dalam masa bekerja.

“Karena status kerja yang tidak ada kepastian akibat kerja kontrak, alih daya (outsourcing), dan ancaman PHK yang setiap saat menghantui serta aturan yang menurunkan standar kesejahteraan,” ungkap Dedy.

Tentu saja hal ini akan menyebabkan terganggunya keseimbangan, keserasian dan keselarasan serta produktivitas dalam hubungan industrial.

Demonstrasi harus ditempuh sebagai respons atas abainya pemerintah dan DPR atas berbagai aksi dan dialog. Dalam hal ini, aksi dan dialog sebelum dan sesudah disahkannya Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja.

“Hal ini malahan direspons dengan mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang PPP, sehingga bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkosstitusional bersyarat oleh MK menjadi konsititusional dan berlaku di Indonesia,” katanya

Pemerintah dan DPR telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dalam membentuk Undang-Undang tersebut. Hal itu tergambar dari proses revisi Undang-Undang PPP yang begitu instan. 

“Mulai dari perencanaan hingga penyusunan tidak melibatkan organisasi tekait, di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hanya organisasi pengusaha aja, namun buruh tidak ada, berarti pemerintah sudah diskriminasi, event buruh yang mendukung juga tidak dilibatkan, dan ini melanggar azas keterbukaan ,” pungkas Dedy kembali. (Lia)

1317

Related Post