Sepertinya, Rakyat Sudah Abai “Bom-Boman”!

by Mochamad Toha

Surabaya, FNN - Empat sekawan seperti Denny Siregar @Dennysi, Ade Armando @adearma, Ferdinan Hutahaean @Fer, dan Eko Kuntadhi @eko_kuntadhi, langsung bersuara lantang terkait Bom Gereja Katedral Makassar yang meledak hari ini, Minggu (28/3/2021).

@Dennysi mengatakan, “Kadrun kelakuannya ada2aja.. pengen maki rasanya.” @adearma menulis, “Sebuah ledakan terjadi di depan Gereja Katedral Makassar. Bom meledak sebelum pelaku masuk ke gereja. Masih tidak percaya ada Islam radikal?”

@Fer menyebutkan, “Terorist terus bertumbuh karena majikan2nya terus memprovokasi.” @eko_kuntadhi mengatakan, “Gerombolan pengasong agama mulai memetik panen dari pikiran ringsek yang dijajakan.”

Mereka sudah menggonggong, men-framing ledakan bom di Katedral Makassar. Padahal Kepolisian belum ada pernyataan resmi tentang pelakunya. Meski mereka tidak menyebut secara gamblang ke mana arahnya, rakyat yang kritis pasti sudah tahu!

Kalau ulama atau kiai yang menjadi korbannya, dapat dipastikan, mereka ini akan silent, diam seribu bahasa! Tumben, Abu Janda tidak ada suaranya? Semoga saja dia sudah bisa sadar, sehingga tidak akan berulah lagi.

Kapolda Sulsel Irjen Polisi Merdisyam sudah menyebutkan, selain pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Jalan Kajolalido Makassar, sebanyak 9 orang menjadi korban dalam ledakan tersebut dan kini dirawat di beberapa rumah sakit.

Namun, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan mengatakan, korban luka akibat bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar bertambah menjadi 14 orang. Mereka sekarang ini sedang dirawat di rumah sakit, berasal dari korban luka, ledakan bom di TKP.

“Ada sebagian jemaat,” katanya. Menurutnya, pelaku diperkirakan 2 orang. Ada satu orang coba menerobos dan dihalangi pihak keamanan, sehingga tidak sampai masuk ke dalam. Jadi, “Korban dari jemaat di luar saja yang terkena ledakan dan tidak ada meninggal.”

Sementara, kata Walikota Makassar Ramdhan ‘Danny’ Pomanto yang menerima laporan terkait ledakan di depan Gereja Katedral Makassar menyebut, tidak ada jemaat gereja yang menjadi korban.

“Saya telepon tadi Romo, tidak ada korban di dalam gereja, ini laporan sementara dari Romo. Romo sampaikan dari dalam gereja ini tidak ada korban di dalam gereja,” kata Danny, dilansir Detik.com, Minggu (28/3/2021).

Danny belum memastikan terkait apakah jemaat sedang melakukan kegiatan ibadah di dalam gereja saat ledakan terjadi. “Saya tidak tanya (romo) tadi, saya cuma tanya korban jiwa tadi,” ujar Danny. Jadi, berapa jumlah pelaku dan korban masih belum pasti!

Yang menarik terkait ledakan bom Gereja Katedral Makassar ini adalah mengapa peristiwa itu terjadi justru ketika masyarakat sedang fokus mengikuti persidangan Habib Riziq Shihab alias HRS yang sedang berlangsung di PN Jakarta Selatan?

Adakah peristiwa itu hanya untuk mengalihkan perhatian rakyat dari proses persidangan HRS ini? Apalagi, setelah sidang eksepsi HRS, Menko Polhukam Mahfud MD jadi bulan-bulanan di medsos terkait perannya dalam kejadian kerumunan Bandara Soekarno-Hatta.

Sebelum kedatangan HRS dari Arab Saudi pada 10 November 2020, Mahfud memberi lampu hijau bagi masyarakat yang ingin menjemputnya. Dan, lautan massa yang jumlahnya jutaan pun “mengawal” HRS hingga kediaman HRS di Petamburan.

Tak hanya itu. Hari-hari ini pernyataan polisi soal 1 pelaku penembakan 6 anggota FPI yang mengawal HRS yang tewas kecelakaan, menuai kecaman dan bully-an yang bertubi-tubi dari mana-mana.

Ternyata polisi penembak Laskar FPI tersebut sudah meninggal pada 4 Januari 2021 dini hari, dan baru ramai belakangan ini setelah diumumkan pada 25 Maret 2021. Polri memastikan, Elwira Priyadi Zendrato, meninggal karena kecelakaan pada 3 Januari 2021.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono mengatakan, satu dari tiga anggota Polda Metro Jaya yang berstatus terlapor kasus ‘unlawful killing’ meninggal karena kecelakaan tunggal.

Sementara, 3 anggota PMJ yang berstatus terlapor tersebut pada Rabu 10 Maret 2021 telah dibebastugaskan. Menariknya lagi, ternyata nama Elwira Priyadi Zendrato berpangkat Bripka tak pernah tercatat sebagai terlapor kasus penembakan 6 Laskar PFI ini.

Elwira Priadi Zendrato adalah Banit 8 Unit 5 Subdit 3 Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Beda sekali dengan 3 nama yang terdapat pada laporan 7 Desember 2020. Laporan terkait Penembakan KM-50 itu dibuat pada 7 Desember 2020 oleh:

1. Briptu Fikri Ramadhan Tawainella, dengan Saksi: 2. Bripka Faisal Khasbi Alaeya dan 3. Bripka Adi Ismanto. Laporan itu mulai terungkap pada 4 Januari 2021.

Sorotan lainnya, utang yang meroket dan rencana impor beras yang membabi buta, membuat jagad medsos bersatu dan berteriak. Bahkan kebijakan sosial soal pelarangan mudik yang tak masuk akal, kontan berhasil dipatahkan oleh rakyat.

Kemarin seluruh provinsi mencatat penambahan kasus baru Covid-19. KIPI merajalela dan terjadi di mana-mana dan rakyat diliputi ketakutan. Apalagi, biaya kesehatan untuk Pandemi Coronavirus sudah mulai dikurang-kurangi.

Biaya Kesehatan untuk 275 juta rakyat Indonesia butuh dana Rp 800-1.000 triliun cadangan sampai akhir 2022 nanti.

Bencana Ekonomi akan memakan biaya luar biasa untuk pemulihan yang menurut ramalan Bank Dunia, kontraksi ekonomi akibat pandemi ini butuh waktu pulih setidaknya 7 tahun. Kira-kira butuh biaya Rp 1.500-2.000 triliun lagi.

Yang paling mengerikan bagi Presiden Joko Widodo, suara takbir sudah berkumandang di banyak pelosok negeri.

Bahkan tak terkecuali para santri tradisional NU di kampung-kampung yang mengaji sambil berurai air mata setelah menyaksikan ulama dibui, dikerdilkan, dan dicaci-maki. Apalagi, di kampung-kampung basis Muhammadiyah.

Rasa persatuan di kalangan rakyat yang rasional, mereka yang tidak ikut makan dana haram, dan masyarakat yang muak di tingkat dewa kepada ocehan gerombolan pendengung seperti Denny Siregar Cs, sudah kian keras mengkristal.

Rasa “marah” rakyat yang tak bisa berbuat banyak melihat perilaku korup di jajaran eksekutif dan legislatif pendukung Presiden Jokowi yang korup sudah memenuhi ubun-ubun dan rawan meledak.

Rezim pun ketakutan. Saling lempar tanggung jawab antara Polri dan PPATK terkait kasus pembekuan 92 rekening FPI.

Terjadi “perang terbuka” antara Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Bulog, dalam kasus beras impor menambah carut-marutnya kebijakan di bidang pangan. Sampai-sampai presiden dipaksa tampil untuk menenangkan, meski kelihatan tak percaya diri.

Eskalasi puncak pun terjadi. Kebocoran informasi tak terelakkan. Indonesia Leaks. Data-data pribadi para polisi-penjahat membanjiri jagad medsos. Posisi dan pengungkapan identitas para dalang yang menjadi otak Unlawful Killing kian rawan.

Sontak nama dan pangkat komandan eksekutor di lapangan pun disembunyikan. Tapi, sudah keburu bocor dan diungkap TEMPO. Laporan terkait Pembantaian KM-50 pada 7 Desember 2020, yang dibuat oleh tiga bintara Polri itu bukan atas kemauan mereka sendiri.

Karena di atas mereka itu ada Kepala yang memimpin Operasi Penyergapan HRS. Dia adalah AKBP Handik Zusen. Kepala Operasi yang cuci tangan dan menumbalkan 3 anggotanya untuk dijadikan tersangka Unlawful Killing. Dia menjabat Kepala Sub Direktorat Reserse Mobil Polda Metro Jaya.

Kemudian fakta palsu itu pun dirancang dengan tergesa-gesa. Berkejaran dengan mastermind pembocor data kepolisian. Ternyata sandiwara kematian satu pelaku kemarin tidak mempan. Kalah cerdas dengan rakyat yang pintar dan super kritis.

Martabat polisi malah kian hancur. Kepercayaan kepada Presiden Jokowi drastis melorot. Apapun pendapat para menteri dicibir dan dimentahkan. Baru terjadi sekali ini dalam sejarah Pemerintahan Indonesia seluruh anggota Kabinet tak dianggap.

Dari sosok presiden, menteri, hingga partai pengusungnya, dianggap “bromocorah” negara.penghancur tatanan demokrasi yang dibangun rakyat dengan penuh kesabaran, darah, keringat, dan air mata.

Utang negara sudah menumpuk. Situasi ekonomi dan sosial negara sudah genting. Perut lapar rakyat bersamaan dengan kepala panas. Kepercayaan telah musnah. Kemarahan membludak. Revolusi rawan meledak.

Upaya apapun yang dilakukan Pemerintah sudah tak dipercaya oleh rakyat. Meledakkan bom di mana-mana sekaligus pun, tak akan bisa meredam suara Takbir. Perhatian rakyat tak akan teralihkan. Jangan sampai rakyat melawan, seperti di Thailand, Myanmar, Bangladesh, dan Libanon.

Apalagi, rakyat sudah jenuh dengan prokes yang membatasi gerak dan suara mereka! Jangan sampai rakyat abai atas nyawa mereka hingga melawan!

Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

725

Related Post