Sri Edi Swasono: Yang Melanggar HAM Berat Ya PKI

Jakarta, FNN - Pengakuan Presiden Jokowi yang menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM Berat pada masa lalu khususnya pada peristiwa G30S/PKI terus menimbulkan polemik. Masyarakat khawatir yang dituduh melakukan pelanggaran HAM umat Islam dan ABRI (TNI-Polri). Padahal nyata-nyata yang melakukan pelanggaran HAM Berat adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Yang melanggar HAM adalah PKI. Bapak saya dibunuh PKI tahun 1948.  Saya melihat dengan mata kepala sendiri. Usia saya waktu itu 8 tahun. Pembunuhan terbanyak terjadi di Karesidenan Madiun," kata Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Sri Edi Swasono dalam diskusi publik Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) pada hari Jumat 24 Februari 2023 di Jl. Kusuma Atmaja 76, Menteng, Jakarta Pusat.

Menantu Bung Hatta itu menyarankan agar TNI segera bersikap dan membantah pernyataan Presiden tersebut, sebab banyak jenderal yang dibunuh. Sri Edi juga mempertanyakan sikap pimpinan TNI, kenapa hal itu tidak menjadi perhatian Panglima TNI.

 "Yang kejam adalah PKI. Saya melihat sendiri kekejaman itu," katanya dalam diskusi bertajuk “Mengkaji Pernyataan Presiden tentang Pengakuan Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu dan Dampaknya bagi Kehidupan Sosial, Berbangsa dan Bernegara.”

Diskusi kebangsaan ini menghadirkan narasumber, antara lain: Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Panglima TNI Periode 2015-2017  sebagai clossing statement), Prof. Sri Edi Swasono (Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia), Brigjend (Purn) Hidayat Purnomo (Ketum Gerakan Bela Negara), Bachtiar Chamzah (Mantan Menteri Sosial), Ubedilah Badrun (Sosiolog Politik UNJ), dan Adhie Massardi Juru Bicara Presiden Gus Dur serta Hersubeno Arief wartawan senior FNN sebagai moderator.

Sri Edi menyesalkan sikap PKI yang tak pernah mengakui kesalahan. "Hingga saat ini, tak ada permintaan maaf dari Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap apa yang dilakukan mereka terhadap ayahnya. Pada 1948 ayah saya Moenadji Soerjohadikoesoemo, ditembak mati oleh PKI," kenangnya.

Menurut Sri Edi, ayahnya digelandang ke penjara oleh PKI ketika disuruh pilih Soekarno-Hatta atau Amir-Muso. Ayahnya memilih Soekarno-Hatta, yang kemudian ditembak mati.

Saat itu, kata Sri Edi ayahnya menjabat hakim di Pengadilan Ngawi. Bersama enam pejabat lainnya di Ngawi dikubur bersama-sama setelah ditembak. Mereka dikubur dalam satu liang lahat di Dungus, Madiun, Jawa Timur (Jatim).

“Di sebelah Timur Bengawan Madiun di Ngawi. Dua minggu kemudian baru ditemukan liang lahat itu berkat petunjuk Lurah Dungus. Masing-masing bisa diidentifikasi berkat dr. Soeroto, Dokter Kepala RS Ngawi,” kata dia.

Ia mengatakan, PKI membunuh banyak orang dengan cara yang kejam. Banjir darah tidak hanya di Ngawi, tetapi juga di seluruh Kabupaten di Karesidenan Madiun. “PKI yang berontak membunuhi rakyat. Kalau saja G-30S/PKI 1965 PKI yang menang, kita yang mereka bunuh lagi seperti para jenderal yang dibunuh di Lubang Buaya,” jelas Sri Edi.

Sementara mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo menegaskan PKI punya pola yang sama dalam menghilanglan jejak lalu menuduh orang lain.

"Modusnya sama, dibunuh lalu dimasukkan sumur untuk menghilangkan jejak. PKI paling pandai menghapus jejak. Lalu membersihkan dirinya. Terakhir menimpakan kesalahan pada orang lain. Dan minta ganti rugi. Hari ini semua terjadi. Ini semua sudah diingatkan oleh KH Hasyim Muzadi," papar Gatot.

Gatot menyarankan kepada prajurit TNI yang masih aktif untuk ingat pada sumpah jabatan. 

"Saya mengingatkan kepada prajurit untuk ingat sumpah jabatan," teganya.

Sri Edi  mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak melupakan sejarah kekejaman PKI yang luar biasa kejam, bahkan super biadab. 

Keturunan PKI kata Sri Edi tetap satu tujuan dengan segala cara ingin membentuk negara komunis. Oleh karena itu masyarakat harus bersama-sama, terutama TNI  membasmi bangkitnya PKI.

“PKI tidak pernah meminta maaf telah membunuh manusia-manusia tak bersalah,” tegas Prof. Sri Edi.

Sri Edi menyarankan agar umat Islam jangan menjadi penakut.

"Orang Islam harus marah. Negara dalam keadaan bahaya karena akan dibawa menjadi negara komunis. Sepasukan kambing dipimpin harimau bisa mengalahkan sepasukan harimau yang dipimpin kambing. Should we do. Saya menunggu action," pungkasnya. (sws)

1852

Related Post