Suara Kidung dari Langit: Kembalilah ke UUD 1945 Asli
Suara kidung makin jelas terdengar dari para leluhur berupa bait-bait bahwa akan ada bencana yang mengerikan. Akibat ulah anak bangsa yang merasa jumawa, tak lebih hanya iblis yang akan membawa bencana.
Oleh: Yudhie Haryono dan Sutoyo Abadi, Tim Kajian Politik Merah Putih
SAMBIL bersedekap, mulut komat-kamit berucap mantera panjang seperti sabda dewa langit: satu buntelan lontar memancar terang-benderang beraura memberi energi positif, ternyata sebuah kitab: manuskrip enigmatis.
Setelah diinskripsi ternyata berisi kaidah dan wawasan yang berjumlah lima: berisi manuskrip metoda tentang pengetahuan rahasia untuk mewujudkan transformasi sebuah negara.
Bagaimana bangsa harus menyesuaikan diri di arus alam semesta yang terus berubah. Agar selamat negara ini menempuh dan mengayuh selamat ini, dari gangguan kekuatan kapitalis, liberalis, individualis berwatak iblis.
Ternyata inti manuskrip tersebut menjejer lima wawasan mondial dan semesta, berisikan pemahaman tentang alam raya dan peningkatan spiritual, kapital-sosial dan intelektual suatu masyarakat agar mencapai puncak-puncak kesadaran eko-antro-theocentris.
Tersambung hubungan resiprokal antara alam raya, manusia dan Sang Pencipta.
Keadilan
Dalam daun lontar manuskrip ini dikenal dengan lima dasar statis, Ia inspirasi. Dan, wawasan pertamanya adalah wawasan keadilan. Inilah wawasan utama yang menjadi ultima. Ke dalam dan ke luar. Adil yang sosial.
Keadilan secara bahasa adalah seimbang, lurus, konsisten. Antonimnya adalah zalim (berbuat jahat).
Secara hukum, keadilan adalah ungkapan akan konsistensi atas dasar kebenaran dengan menjauhi setiap tindakan yang dilarang oleh undang-undang.
Adil artinya sama berat-sama ringan; tidak berat sebelah; netral atau; keputusan yang berpihak kepada kebenaran; berpegang pada kebenaran; tidak sewenang-wenang; efesien, cepat, tepat, benar dan pener.
Adil dalam agama merupakan ungkapan dalam perkara pertengahan antara dua sisi (pelit dan boros). Siapa yang adil akan menjauhi segala bentuk dosa besar, tidak melakukan dosa kecil secara terus menerus dan selalu berfikir positif serta cenderung kepada kebaikan plus keselarasan dengan kemutlakan realisasi bagi seluruh tumpah darah, manusia dan alam Indonesia.
Keadilanlah yang akan memastikan bertahan atau runtuhnya sebuah peradaban dan negara. Sebab, dalam keadilan dipastikan tak ada kemiskinan dan ketimpangan.
Wawasan keadilan dengan demikian mengubur keculasan bin oligarki, pencurian bin konglomerasi, kejahiliyahan bin begundalisme.
Kalian lupa , melupakan , dungu atau mendungukan diri, hatinya sekeras batu karena pengaruh iblis, matamu buta dan yelingamub tuli. Sampai tidak tahu dimana letak keadilan itu.
Keadilan itu ada didalam buntelan daun lontar masih terbaca dengan jelas. Bak tulisan kidung sakral yang harus dijaga dan di amalkan sebagai amalan keselamatan bangsa dan negara.
Kerakyatan
Di daun lontar terbaca jelas bertuliskan wawasan yaitu wawasan kerakyatan. Ini tentu merupakan asas kebangkitan intelektual baru yang sedang berlangsung dalam budaya umat manusia sebagai alternatif dari feodalisme, wahyuisme, koncoisme, sukuisme, ras dan darah biru (klan).
Artinya, kekuasaan publik harus disemai, dibuat, digerakkan dan ditradisikan oleh, dari dan untuk kita semua. Tidak pandang bulu.
Tentu ini merupakan kesadaran profan yang dibawa oleh gerakan massa yang kritis dan terdiri dari individu-individu yang menjejaki kelangsungan intelektual, kesehatan spiritual dan menaburkan sosial-kapital, yakni sebuah praktik perjalanan yang di dalamnya mereka telah dituntun oleh peristiwa-peristiwa jenius dan ikhlas.
Merekalah rakyat yang tertranformasi menjadi warga-bangsa dan berujung menjadi warga negara; bercitarasa warga dunia. Proses integral ini dipilih karena persatuan menjadi ontologi, hikmah menjadi epistemologi, kebijaksanaan menjadi aksiologi.
Kerakyatan dalam keluasan yang selalu diperbaharui demi rakyat yang merdeka, mandiri, berdaulat, modern dan martabatif menjadi kinerja resiprokal yang hangat, menyenangkan dan berdimensi bahagia bersama.
Kebersatuan
Membuka gulungan ketiga dari daun lontar itu terbaca wawasan kebersatuan, bagi masyarakat plural, ini kunci. Sebuah negara tidak akan berwibawa jika tidak berisi warga jenius penemu solusi masa depan. Dan, sebuah kejeniusan tidak akan menggebrak dunia jika tidak melakukan revolusi.
Revolusi hanya akan berhasil jika telah menemukan kata manteranya: bersatu kita teguh; bercerai runtuh.
Inilah playmaker mantra suci dan sakral dalam tiga ranah: mental, nalar, konstitisional.
Dalam kebersatuan, hal-hal ketololan tidak dibicarakan. Sebab ketololan identik dengan kejelekan. Dalam kebersatuan, perihal kepandaian selalu menjadi agenda pembicaraan. Sebab kepandaian identik dengan perbaikan.
Ultima kebersatuan itu ada pada manusia-manusia jenius. Sebab kejeniusan identik dengan pencarian terobosan. Kejeniusan melewati peristiwa pendek dan ecek-ecek dengan menghadirkan gagasan-gagasan bernas.
Dalam wawasan kebersatuan berlakulah hukum keberhasilan, “berbahagialah mereka yang menjadi merdeka dengan pikiran bersama, bersuka-ria dengan sekolah bersama, dan bermartabatif dengan negara keadilan serta berkurikulum dalam bangsa berkesejahteraan bersama.”
Ini wawasan holupis kuntul baris. Sesuatu yang urgen tapi tercecer di antara sumur, dapur, kasur dan pupur.
Keberadaban
Terlihat jelas pada lembar berikutnya dalam daun lontar yaitu wawasan keberadaban.
Tentu saja ini satu sinergitas atas sember-sumber purba, kini dan masa depan serta olah rasa, raga, cipta, karsa dan karya. Wawasan ini merupakan kemajuan kebersatuan dan gotong-royong lahir batin berdimensi pada sikap sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan kita semua.
Kebangkitan wawasan ini mewakili penciptaan sebuah pandangan dunia baru dan lebih lengkap karena meruang mewaktu dalam semesta Indonesia yang raya.
Peristiwa-peristiwa keburukan dan kerakusan akan berhenti karena kehadiran wawasan keberadaban yang multidimensi ini. Generasi baru akan lahir untuk mengatasi pemain lama berbaju baru dan pemain baru bermental lama.
Wawasan keberadaban membukakan indra kita kepada tujuan hidup manusia yang sesungguhnya di atas muka bumi ini serta sifat nyata dari alam semesta plus kondisi riil negara yang kita pijak bersama.
Keberadaban membentuk peradaban luhur yang berisi identitas terluas dari seluruh hasil budidaya manusia serta mencakup seluruh aspek kehidupan jeniusnya yang berdentum.
Dengan beradab, kita melaksanakan peradaban. Dengan peradaban, kita ukir kemanusiaan yang waras dan welas asih.
Ketuhanan
Sampailah pada lembar kelima pada daun lontar yaitu wawasan yang khas bangsa timur: spiritualitas. Inilah wawasan ketuhanan. Inilah ontologi. Sebab agama itu epistemologi dan moral itu aksiologi.
Satu wawasan yang sering disempitkan, dijual belikan dan disalahgunakan padahal maha luas. Saking luasnya bahkan air laut yang dijadikan tinta tak akan cukup untuk menuliskannya.
Ketuhanan yang inklusif, yang membebaskan, memajukan, memuliakan keadilan dan persaudaraan adalah wawasan purba yang harus dikurikulumkan kembali saat kita lupa dan berkubang dosa.
Inilah wawasan ketuhanan yang lapang dan toleran serta memberi semangat kegotong-royongan dalam seluruh ultima berwarga, bernegara, berbangsa, dan bersemesta.
Warga dan bangsa ini sudah lama melepaskan diri dari sumber energi yang lebih besar: dengan mengkhianati ketuhanannya, membunuh nuraninya.
Seringkali kita cenderung menjual murah, memanipulasi dan memaksa sesama untuk tunduk dan patuh. Ketika berhasil menguasai orang lain dengan cara tersebut, kita merasa lebih kuat, hebat, bangga dan serakah. Lahirlah perang berenergi fundamentalis yang sangat serakah.
Padahal, keserakahan adalah penyebab dari semua konflik antarmanusia; antar negara; antar bangsa dan antar peradaban. Dan, wawasan kelima akan mengobati serta mencerahkannya jika diseduh dengan madu pikiran, ucapan dan tindakan kesahajaan.
Kidung: Bencana Mengubah UUD 1945 Asli
Ketika 5 (lima) sabda sakral itu sekarang diingkari, pasti akan datang bencana semua datang dari polah manusia berwajah iblis. Yang tugasnya menyerat manusia ke alam kegelapan.
Suara kidung setiap malam terdengar suara senandung bersamaan semua makhluk kayangan menunduk tak berdaya, semua meneteskan air mata. Setelah mengetahui bahwa UUD 1945 di ganti dengan UUD 2002.
Suara kidung setiap malam turun dari langit terus menerus memberi peringatan dari para leluhur yang kembali merintih berupa bait bait, bahwa akan ada bencana yang mengerikan. Akibat ulah anak bangsa yang merasa jumawa, tak lebih hanya iblis yang akan membawa bencana.
Makin larut suara makin jelas terdengar sayup sayup sayup tangis memilukan, semua makhluk kayangan menunduk tak berdaya, semua meneteskan air mata. Setelah mengetahui bahwa UUD 1945 diganti dengan UUD 2002.
Suara kidung makin jelas terdengar dari para leluhur berupa bait-bait bahwa akan ada bencana yang mengerikan. Akibat ulah anak bangsa yang merasa jumawa, tak lebih hanya iblis yang akan membawa bencana.
Tanpa hidayah, perunjuk-Nya dan kebeningan hati tidak akan bisa mendengar suara kidung dari langit telah memberi tahu Kembalilah ke UUD 1945 Asli Itu Jalan Keselamatan Bangsa dan Negara Ini. (*)