Sudah Divaksin Kok Masih di-Swab

"SAYA sudah dua kali divaksin. Tetapi, tetap saja di-swab," kata Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam perbincangan dengan wartawan FNN.co.id, Sabtu, 3 April 2021.

Dalam pandangan senator asal Jawa Timur itu, kalau sudah divaksin, mestinya tidak perlu di-swab lagi. Akan tetapi, kenyaataannya berbeda. Sebagai pejabat tinggi negara, hampir setiap hari ia tetap di swab, terlebih lagi jika berkunjung ke daerah.

Secara berkelakar ia menyebut, swab itu tetap harus dilakukan sampai anggarannya habis. Sebab, tes swab itu juga bisnis yang menghabiskan anggaran negara yang tidak sedikit.

Ya, apa yang disampaikan dan dirasakan LaNyalla itu merupakan salah satu bukti, vaksinasi tidak menjamin setiap orang aman dari Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Nyatanya, jumlah yang terpapar corona masih terus bertambah setiap hari.

Vaksinasi yang diperkirakan menghabiskan dana Rp74 triliun (anggaran tahun 2021) tidak menjamin seseorang tidak tertular Covid-19. Bahkan, berdasarkan berita, beberapa orang yang baru selesai divaksin sakit, dan kemudian meninggal dunia.

Pandemi corona adalah sebuah ladang bisnis yang menguntungkan. Anda bisa bayangkan, untuk setahun saja dana vaksin mencapai Rp74 triliun lebih. Angka tersebut diperkirakan masih kurang.

Nilai Rp74 triliun baru dana vaksin yang digratiskan kepada 182 juta orang atau 70 persen dari total penduduk Indonesia. "Sesudah Presiden menetapkan vaksinasi gratis, anggaran bisa mencapai Rp74 triliun untuk vaksinasi, belum bicara tentang masalah kesehatan lainnya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, di Jakarta awal Januari 2021 yang lalu.

Total anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp409,9 triliun masih bisa berubah. Alasannya, tantangan penanganan Covid-19 dan usaha pemulihan ekonomi masih sangat dinamis.

Pandemi corona telah menjadi malapetaka bagi dunia. Virus yang berasal dari Wuhan, RR China itu telah membunuh jutaan manusia di dunia.

Perekonomian hancur-hancuran karena resesi. Pergaulan sosial kemasyarakatan menjadi renggang karena terbatasnya saling mengunjungi. Anak-anak usia sekokah, terutama di daerah terpencil yang tidak terjangkau jaringan internet menjadi bodoh.

Akan tetapi, masih ada usaha yang dapat meraup keuntungan, yaitu industri atau bisnis yang bersentuhan dengan kesehatan. Industri yang membuat vaksin salah satunya. Apalagi, industri vaksin tersebut mendapatkan order dari pemerintah.

Berdasarkan hitungan kasar atau orang awam saja, jika 2,5 persen saja menjadi keuntungan dari anggaran Rp74 triliun, Anda bisa bayangkan nilainnya berapa. Itu angka minimal. Dalam dunia bisnis, keuntungan itu bisa 10 sampai 20 persen.

Jadi, wajar saja vaksinasi itu diwajibkan.secara paksa kepada rakyat. Padahal, sebenarnya tidak harus semua divaksin dari total 182 juta jiwa itu. Akan tetapi, karena pemerintah sudah terlalu dini.memesannya, maka tidak ada cara.lain, vaksin harus dihabiskan.

Oleh karena itu, keheranan LaNyalla yang sudah divaksin dua kali, tetapi tetap di swab test masuk akal. Mestinya, orang yang sudah divaksin mestinya lebih merdeka dari Covid-19. Nyatanya, jauh panggang dari api. Entah hal itu karena harus menghabiskan dana yang digunakan untuk membeli peralatan swab, atau tenaga kesehatan juga ragu akan hasil vaksin itu. Semua masih menunggu kepastian dari serba keraguan. **

853

Related Post