Susah Dollar? Ada Rawa Dolar
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan
BATU bara ekspor andalan, China importir unggulan. Berbagi untuk urusan ini, misalnya kalau volume ekspor batu bara ke China dibikin ciut separo, dan yang separo over ke PLN, persoalannya tidak semudah itu. Karena kita sedang alami persoalan energi baik untuk transportasi mau pun pembangkit listrik. Kalau dengan pembangkit gas, tarif listrik tak terjangkau pelanggan, maka harus dengan batu bara.
Tiba-tiba saja Presiden Jokowi mengancam cabut izin penambang batu bara. Erick Tohir comment, jangan disama-ratakan.
Kok menteri comment di media bukan di rapat kabinet. Spel regel, aturan main, pemerintah sudah sulit dipahami.
Persoalan energi yang sedang dihadapi pemerintah menyangkut pelbagai aspek. Mitra swasta penambang juga menghadapi soal karena harus jual ke DN, dan tidak ke LN. Dalam sebulan saja? Itu tak dapat dipastikan bulan depan pembangkit PLN siap kembali ke gas.
Persoalan enerji membawa dampak pada penerimaan anggaran. Bisa di bawah target. Ini tak baik bagi citra pemerintah.
Apalagi potensi citra cuma bisa diharap membias dari pembangunan bandara-bandara multi fungsi, IKN, KA super cepat, dan event-event tontonan berskala dunia.
Dollar masuk bakalan seret, jangan khawatir, Pak.
Kita punya Rawa Dolar (foto atas), lokasinya di perbatasan Cibubur dan Kranggan, Bekasi. Rawa Dolar metaphore tajir, kaya.
Memang buat mereka yang mendadak susah, hidup terasa berat. Padahal dekat Pulo Gadung ada Rawa Tembaga. Ini jenis metal yang masih ada harganya. Walau sementara tak boleh ekspor, kata Said Didu.
Walau cuma toponim, kita ini kaya bila menggunakan metodologi pencitraan.
CABE pernah jelaskan bahwa rawa dan rawa-rawa harus dibedakan. Rawa itu hunian.
Ngomong-ngomong, dalam berpolitik memang sebaiknya tidak membenci lawan personlijk, pribadi. Kalau disimak pidato Bung Karno tentang Kumpeni memang ada nada marah, pantaslah. Tapi aroma benci tak ada.
Ketika Presiden Suharto meresmikan bandara baru di Tangerang diberinya nama Sukarno-Hatta. Waduh, persis di belakang bandara 'kan Rawa Kumpeni. Sebelum melangkah perlu mengenal medan.
Medan Bekasi favorit buat Daendels ketika berkuasa 1800-1825. Ia membangun jalan Pulo Gadung, Cakung, Gomati. Jalan-jalan ini pernah disebut Jalan Raya Daendels. Masih ada orang sekitar yang ingat.
Di sekitar itu Daendels membangun RS Militer, bangunan masih ada. Ada pun
Gomati itu bahasa Swahili yang artinya putri jelita.
Rawa Dolar? Ada di Kranggan, Kranggan artinya tempat pemeliharaan kuda. Rawa Dolar pernah jadi hunian orang-orang Perancis yang tugasnya berkaitan dengan kavaleri. Dolar mata uang asing yang tak dikenal native. Native taunya duit. Mata uang yang diedarkan Nederlands Indie Batav, Daendels, untuk mudahnya disebut dolar, dan itu dinyatakan jenis duit.
Rawa Dolar punya riwayat yang berkaitan dengan alat pembayaran.
Di jaman susah begini, Rawa Dolar adalah citra asset. Lumayan, 'ngelamun jadi makin asyik. (*).