Tak Laku di Masyarakat Urban, Jokowi Jual Blusukan di Luar Jawa
DI BAWAH guyuran hujan, seorang presiden rela menemui masyarakat di tengah sawah di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tentu saja yang dilakukan oleh Pak Jokowi pada Selasa (23/2/2021) kemarin itu sangat dramatis.
Warga terpukau habis. Mana ada presiden yang sangat merakyat seperti itu. Seorang pria yang merekam kejadian itu berkomentar, “Pemimpin terbaik, memang.”
Apa-apa saja yang dilakukan oleh Jokowi di NTT dalam kunjungan kemarin? Sebenarnya bukan hal yang urgen. Hanya mengecek situasi Sumba Tengah sebagai lumbung pangan (food estate).
Tetapi, mengapa aksi Jokowi berhujan-hujan itu yang justru viral? Karena “unit pencitraan” di Istana tahu betul bahwa blusukan ke sawah masih sangat laris dijual di masyarakat yang tidak paham atau tidak peduli dengan kebijakan-kebijakan Jokowi yang menghancurkan negara ini. Mereka tidak ambil pusing dengan kesulitan keuangan, tumpukan utang, korupsi besar, ancaman kebangkrutan BUMN yang besar-besar, dlsb.
Di masyarakat urban (perkotaan), pencitraan model berhujan-hujan, masuk gorong-gorong, dll, tak laku lagi dijual. Di sebagian besar wilayah Jawa, tidak ada lagi minat publik terhadap blusukan apa pun yang disandiwarakan Jokowi. Sebab, mereka sudah sangat paham bahwa Jokowi memang sebatas blusukan. Hobi berfoto atau bervideo jalan sendiri atau berhenti menatap lokasi bencana alam, dst.
Seluruh pelosok Jawa boleh dikatakan sebagai kawasan urban. Ruang pencitraan Jokowi di sini semakin sempit. Itu sebabnya dia “menggarap” daerah-daerah luar Jawa. Khususnya di kalangan masyarakat yang masih terkagum-kagum dengan blusukan.
Seandainya dilaksanaan Pilpres besok di NTT, dijamin Jokowi akan merebut suara 500%. Bukan hanya 100%. Kok bisa?
Bisa! Begini penjelasannya. Jumlah pemilih di NTT ada sekitar 1.2 juta orang. Semuanya akan memilih Jokowi setelah blusukan ke sawah di tengah hujan kemarin. Berarti 100% di tangan.
Terus, pemilih di Bali ada 3 juta orang. Di Sulawesi Utara (Sulut) ada sekitar 1.8 juta. Berarrti ada suara ekstra sebanyak 4.8 juta.
Nah, suara ekstra 4.8 juta ini berarti 400% dari total pemilih di NTT. Sehingga, total kemenangan Jokowi seluruhnya menjadi 500%.
Lho, mengapa pemilih dari Bali dan Sulut ikut Pilpres di NTT, besok? Karena, kalau Jokowi melakukan blusukan ke sawah di kedua provinsi ini di tengah guyuran hujan, pastilah 4.8 juta pemilih dari Bali dan Sulut akan menuntut ikut Pilpres di NTT. Tak diragukan lagi. Dia akan menang 500%.
Pak Jokowi sangat populer di Bali dan Sulut. Blusukan apa saja yang beliau lakukan, dijamin OK.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa Jokowi masih saja melakukan blusukan? Apa tujuannya?
Memang terlihat membingungkan. Jokowi tidak perlu lagi mencari basis dukungan elektoral. Karena secara konstitusional dia tidak bisa lagi ikut Pilpres.
Boleh jadi Jokowi hanya sekadar ingin melupakan persoalan-persoalan besar yang kini menghimpit pemerintahannya. Dia tentunya sadar bahwa “bom waktu finansial” bisa meledak kapan saja. Dia juga kelihatannya mulai merasakan desakan yang semakin keras dari kegagalan dalam menangani wabah Covid-19.
Jadi, untuk menjauhkan sejenak masalah ini, Jokowi pergi ke NTT untuk menikmati sambutan warga. Padahal, dari sambutan ini muncul masalah baru yang disoroti publik. Yaitu, soal kerumunan tanpa prokes.
Sekarang, Jokowi dinilai tidak memberikan teladan soal kerumunan. Bahkan, banyak yang menilai bahwa kerumunan Jokowi di NTT melanggar aturan yang dibuat oleh pemerintah sendiri.