Tebak-tebak Siapa Pembawa Keuntungan Materi ala Megawati

Megawati Soekarnoputri.

Apakah Budi Gunadi Sadikit termasuk “benalu” seperti yang disebut oleh Megawati dan Hasto, selain Erick dan Luhut, tersebut? Plus jaringan bisnis mereka seperti kelompok Oligarki?

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN

DALAM pidatonya di puncak perayaan HUT PDIP ke-49, Senin (10/1/2022), Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum DPP PDIP, menyesalkan adanya sejumlah kelompok yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk mencari keuntungan materi.

Namun, sayangnya ia tak menjelaskan secara detail ihwal kelompok tersebut. “Di luar hal itu, ada juga suatu kelompok kepentingan yang bertindak bagaikan benalu yang menginduk pada inangnya,” ungkap Megawati.

“Atas nama pandemi mereka masih saja mencari keuntungan materi," kata Megawati, mengutip KOMPAS TV, Senin (10/1/2022 | 12:16 WIB). Pernyataan serupa juga disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Hasto kemudian menyindir harga PCR yang sampai membuat Presiden Joko Widodo turun tangan. Menurutnya, apa yang disampaikan Presiden ke-5 itu sebenarnya sebagai kritik autokritik sebagai bangsa.

“Termasuk bagi PDIP sendiri. Dan, kita lihat mengapa untuk menurunkan biaya PCR itu harus presiden yang turun tangan. Setelah presiden turun tangan baru itu turun," kata Hasto dalam kesempatan yang sama.

Hasto mengatakan, ungkapan Megawati bukan hanya pada pemerintahan, tapi juga untuk internal partai. Sekaligus mengingatkan kita untuk tidak mengambil keuntungan di masa pandemi.

"Kenapa kemudian ada berbagai persoalan terkait, ini sebagai autokritik, ini terkait dengan bansos sehingga di tengah pandemi ini yang disampaikan Bu Mega tadi kritik autokritik bagi bangsa,” ujar Hasto.

Tapi, juga termasuk bagi kader PDIP, sehingga di tengah pandemi ini yang kita kedepankan semua bukan kemudian menggunakan pandemi ini untuk kepentingan kelompok atau orang per orang kepentingan memperkaya diri.

“Tetapi murni hasrat kemanusiaan untuk menyatu dengan rakyat itu," kata Hasto lagi.

Sehingga Megawati tadi menyampaikan dalam kondisi krisis termasuk yang maha hebat sekalipun kuncinya adalah persatuan dengan rakyatnya. Tapi. kuncinya juga bagaimana pemimpin ini kokoh dalam prinsip.

“Bagaimana pemimpin ini memberikan arah. Bagaimana pemimpin ini terus memberikan kepemimpinan yang solutif," lanjut Hasto.

Megawati menilai bahwa kinerja pemerintahan Presiden Jokowi sudah amat maksimal dalam menangani pandemi Covid-19.

"Kalau saya lihat Pak Jokowi sampai ke daerah-daerah ketemu masyarakat. Saya itu dua tahun enggak pernah ke luar dari rumah ini, karena dijaga anak-anak saya. Hanya boleh Zoom," katanya.

Selain itu, kata dia, dunia internasional pun sudah mengakui, Pemerintah Indonesia ini cakap dalam menangani pandemi Covid-19. Megawati memuji langkah Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin.

“Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin, mampu mengatasai cobaan yang begitu berat. Sinergi dan konesivitas terus membangun. Dunia juga mengakui keberhasilan pemerintah menanggulangi Covid-19," lanjutnya.

Siapa Mereka

Wakil Ketua F-PDIP DPR RI Hendrawan Supratikno menyebut, sosok benalu yang dimaksud Megawati dan Hasto ini yaitu penguasa dan pengusaha atau meminjam istilah Rizal Ramli: "Peng-Peng".

“Kelompok yang tega mengkonversi penderitaan sebagai lahan perburuan rente. Siapa saja yang memenuhi kriteria ini, bisa penguasa pengusaha, bisa pengusaha penguasa,” ungkap Hendrawan.

Menurut Hendrawan. para benalu itu mengambil untung di tengah situasi pandemi Covid-19. Caranya, kata dia, dengan menggunakan praktik bisnis bernuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

“Dengan menggunakan praktik-praktik bisnis yang penuh nuansa KKN,” ujarnya, seperti dilansir Detik.com, Senin (10/1/2022). Hendrawan menilai pernyataan Megawati soal pihak mencari keuntungan sudah jelas.

Ia menyebut Megawati memang selalu mengingatkan pada para kadernya agar melawan tindakan 'mumpungisme' dan parasitik di tengah kondisi memprihatinkan saat ini.

“Apa perlu tafsir lagi? Rasanya sudah jelas, ya. Kepemimpinan politis harus tumbuh berbarengan dengan kepemimpinan moral-etis, sebab kalau tidak, politik tidak akan mampu melahirkan transformasi peradaban,” tegasnya.

Jika menyimak narasi di atas, setidaknya ada beberapa point pernyataan “memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk mencari keuntungan materi” itu. Yakni: Harga PCR, Kepemimpinan, dan Benalu.

Penentuan harga tes Covid-19 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) yang awalnya sampai Rp 2,5 juta itu diputuskan bersama di Rapat Terbatas yang dihadipi Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin.

Hal itu disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir setelah namanya diseret-seret terlibat “skandal bisnis” PCR bersama Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Erick menegaskan bahwa dirinya tidak mendapat keuntungan pribadi atas bisnis PCR, seperti apa yang telah digembor-gemborkan publik.

Pasalnya, kebijakan tes PCR bagi pengguna transportasi tersebut merupakan keputusan Ratas yang dihadiri Presiden, Wapres, Menkes Budi Gunadi Sadikin, dan Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan.

Apakah Budi Gunadi Sadikit termasuk “benalu” seperti yang disebut oleh Megawati dan Hasto, selain Erick dan Luhut, tersebut? Plus jaringan bisnis mereka seperti kelompok Oligarki?

Coba kita simak berapa keuntungan bisnis PCR yang diungkap oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan bersama LaporCovid-19, ICW, YLBHI, dan Lokataru pada 31 Oktober 2021.

Koalisi tersebut mengungkapkan data-data berikut: (a) Seluruh rangkaian perubahan tarif pemeriksaan PCR, setidaknya lebih dari Rp 23 triliun uang yang berputar dalam bisnis tersebut; (b) Total potensi keuntungan yang didapatkan sekitar Rp 10 triliun lebih;

(c) Saat ada ketentuan yang mensyaratkan penggunaan PCR untuk seluruh moda transportasi, perputaran uang dan potensi keuntungan yang didapat meningkat tajam; (d) Kondisi tersebut menunjukkan, Pemerintah gagal memberi jaminan keselamatan bagi warga.

Koalisi juga menyebutkan data berikut: (a) Anggaran penanganan Covid-19 sektor kesehatan pada 2020, sebesar Rp 99,5 triliun. Namun, realisasinya hanya 63,6%;

(b) Tahun 2021, anggarannya lebih besar, Rp 193,9 triliun. Namun, pada 15 Oktober, hanya terserap 53,9%; (c) Ada dua masalah menurut Koalisi:

Pertama, penurunan harga PCR karena sejumlah barang yang telah dibeli, baik oleh pemerintah maupun perusahaan tersebut akan memasuki masa kadaluarsa.

Pemerintah membantu penyedia jasa untuk menghabiskan reagen PCR. Sebab, kondisi tersebut pernah ditemukan ICW saat melakukan investigasi bersama Klub Jurnalis Investigasi.

Kedua, ketertutupan informasi mengenai komponen biaya pembentuk harga pemeriksaan PCR. Dalam sejumlah pemberitaan, BPKP dan Kementerian Kesehatan tidak pernah menyampaikan informasi apa pun mengenai jenis komponen dan besarannya.

Sejak Oktober 2020 lalu, harga reagen PCR hanya sebesar Rp 180.000.

Ketika Pemerintah menetapkan harga Rp 900.000, maka komponen harga reagen PCR hanya 20 persen. Komponen harga lainnya tidak dibuka secara transparan. Dengan demikian, penurunan harga menjadi Rp 900.000 juga tidak memiliki landasan yang jelas.

Begitu pula dengan penurunan harga PCR menjadi Rp 350.000 juga tidak dilandaskan keterbukaan informasi. Artinya, kebijakan yang diambil sejak Oktober 2020, mengakomodir sejumlah kepentingan kelompok tertentu.

Nah, sekarang jelas kan siapa yang dimaksud Megawati dan Hasto dengan benalu dan kelompok tertentu itu? Apakah termasuk Madom Bansos? (*)

338

Related Post