Teraktual, Satu Jurnalis Terkena KIPI Vaksin Corona!

by Mochamad Toha

Surabaya, FNN - Fakta: News Anchor JawaposTV, Dean Cahyani, dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, usai menjalani vaksin Covid-19 di Gelora Bung Karno (GBK), Kamis (25/2/2921) siang.

Kepada awak media, Dean mengatakan, setelah menjalani vaksin, dirinya merasa mual dan pusing dan diikuti dengan pembengkakan pada kedua mata dan bibirnya.

“Jadi tadi setelah vaksin, saya langsung ke kantor buat siaran. Pas mau mulai, saya langsung merasa mual dan pusing. Semua pada panik, karena mata dan bibir saya mengalami bengkak, kemungkinan alergi,” kata Dean di Ruang IGD, Kamis (25/2/2921) malam.

Tak hanya sampai di situ, Dean juga mengakui efek lain yang dialaminya adalah gangguan penglihatan. Dia tak bisa melihat karena pembengkakan di kedua matanya itu. “Saya gak bisa melihat, kalau mau kirim pesan harus dekatin handpone,” ungkapnya.

Sebelumnya, Dean dibawa ke Puskesmas Kebayoran Lama agar mendapatkan penanganan darurat. Tetapi, sampai di Puskesmas Kebayoran Lama, pihak Puskesmas kembali merujuk Dean ke RSUD Kebayoran Lama.

Saat itu, pihak RSUD Kebayoran Lama kabarnya akan merujuk Dean ke RS lainnya, karena tidak ada ruang inap bagi pasien yang harus menjalani rawat inap. Kabarnya, Dean bakal ditujuk kembali ke RS Farmawati.

Dihubungi terpisah, Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Profesor Hindra Irawan Satari menjelaskan efek samping yang dialami Dean kemungkinan diakibatkan oleh alergi.

“Kayaknya alergi, bila diobati biasanya sembuh, mungkin, dia alergi terhadap komponen vaksin yang belum dia/kita ketahui,” kata Prof Hindra, seperti dilansir Suara.com, Jumat (26/2/2021).

Prof Hindria menyarankan calon penerima vaksin harus paham betul kondisi kesehatannya sebelum divaksin, jika mempunyai riwayat penyakit atau alergi harus konsultasi ke dokter terkait untuk diberi surat keterangan layak vaksin oleh dokter.

“Bila ada komorbid, sebaiknya pastikan dalam keadaan terkendali,” tegas Prof Hindria.

Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri mengakui adanya sejumlah jurnalis yang dilarikan ke RS pasca mendapatkan vaksin Covid-19 di Hall A Basket Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Melansir Lampungpro.co, Juru bicara Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmidzi, yang dikonformasi awak media, mengatakan puluhan wartawan terkapar setelah divaksin. Ada yang pusing dan mual-mual hingga pingsan. Kemenkes kemudian membawa mereka ke RS untuk observasi.

Dari hasil observasi tersebut diketahui, banyak wartawan begadang dan tidur di atas pukul 22.00. Hal ini sangat berpengaruh ke metabolisme tubuh yang mau divaksin. Ini juga berpengaruh ke tensi dan kadar darah seseorang.

Bahkan ada yang ditensi sampai 160 atau 170. “Jadi, buat jurnalis yang dua pekan lagi terima suntikan kedua, atau yang akan divaksin pertama dimohon tidak begadang sehari sebelum vaksinasi,” kata Siti Nadia.

Selain itu, banyak wartawan yang tidak sarapan sebelum divaksin. Keinginan cepat datang dan selesai membuat banyak wartawan tidak sarapan dengan baik. Jenis sarapannya juga tidak bergizi dan ini juga sangat berpengaruh ke kondisi tubuh, terutama rendahnya gula darah.

Kebanyakan dari mereka yang terkapar ketika diinfus di rumah sakit beberapa jam kemudian langsung pulih. Jadi, Siti Nadia memohon untuk tidak lupa sarapan pagi saat mau divaksin.

Selain itu, banyak wartawan ketakutan dan cemas saat antri. Hal ini juga bisa memperparah kondisi tubuh seseorang. Dengan beban psikologis yang berat membuat sistem kekebalan tubuh menurun.

Sementara kandungan vaksin Sinovac mengharuskan siap dari sisi tersebut. Hal ini selaras dengan data KIPI bahwa 64% peserta vaksinasi stres dan membuat mereka merasakan efek samping.

Kemenkes sebelumnya telah memastikan penggiliran jumlah peserta yang mencapai 5.512 orang insan pers. Para peserta vaksinasi terdiri atas 512 orang yang sejak awal dijadwalkan divaksin dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) 2021.

Lalu, sebanyak 5.000 insan pers yang dikoordinasikan oleh Dewan Pers dari 10 organisasi konstituen Dewan Pers dan Forum Pemred.

Organisasi tersebut antara lain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Serikat Penerbit Pers (SPS), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).

Kemudian Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).

Selama tiga hari berturut-turut, wartawan yang mengikuti vaksinasi Covid-19 dikelompokkan ke dalam tiga sesi. Sesi pertama dimulai pukul 08.00-10.00, sesi kedua pukul 10.00-12.00, dan sesi ketiga dimulai pukul 13.00-16.00 WIB.

Terpapar Corona

Meski sudah divaksin Covid-19 ternyata belum jaminan kebal dan tidak terpapar virus Covid-19. Kalau begitu apa gunanya vaksin Covid-19? Ini dialami 10 nakes Puskesmas Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel).

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banten, Budi Suhendar, memberikan penjelasan terkait 10 nakes Puskesmas Jombang itu. Dia merujuk pernyataan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) terkait tingkat keampuhan vaksin Covid-19.

“Seseorang tidak langsung (bisa) kebal 100% setelah disuntik vaksin Covid-19. Sebab, masih memerlukan waktu untuk meningkatkan antibodi di dalam tubuh,” kata Budi melalui aplikasi pesan singkat, seperti dilansir TribunJakarta.com, Rabu (24 Februari 2021 15:44).

Budi menegaskan, vaksin bukan jaminan kebal terinfeksi virus ganas itu. Upaya pencegahan dengan penerapan protokol kesehatan mutlak dilakukan. “Sehingga dapat saja seseorang yang sudah divaksin terinfeksi virus Covid-19,” jelasnya.

Yang artinya, walaupun sudah divaksin kita tetap harus melaksanakan upaya pencegahan selama bekerja dan saat berada di mana saja. Selain itu, proses vaksinasi belum menyeluruh sehingga belum terbentuk kekebalan komunal atau herd immunity.

“Walaupun sudah divaksin kedua, tetap saja prokes harus dilakukan. Karena secara komunal kekebalan kelompok juga belum terbentuk,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, total ada 15 nakes dan tujuh siswa magang yang terpapar Covid-19 di Puskesmas Jombang. Dari 15 nakes, 10 diantaranya sudah menjalani vaksinasi Covid-19.

Kasus serupa juga dialami Wakil Bupati Nganjuk, Marhaen Djumadi, positif Covid-19. Saat dinyatakan positif, ia ternyata sudah 2 kali divaksin bersama Forkopimda lainnya. Marhaen membenarkan, dirinya positif Covid-19.

Kabar itu diterima Marhaen dari RSUD Nganjuk pada Kamis (18/2/2021). “Benar kabar dari RSUD Nganjuk Kamis kemarin,” jelasnya.

Menurut analisa Presiden Ahlina Institute for Anvancing Health Literacy on Nutrition and Neuroscience Indonesia dr. Tifauzia Tyassuma, nakes sebagai priorotas mendapat vaksinasi Sinovac pertama seluruh Indonesia sebanyak 1,4 juta.

Setelah 14 hari vaksinasi kedua dari jumlah itu hanya sekitar 800 ribu lebih yang melakukan vaksinasi kembali. Artinya ada sekitar 600 ribu tidak mendapat kekebalan tubuh sesuai yang diharapkan.

Namun, belum ada penelitian mengapa nakes tidak vaksin kembali lagi: apakah mereka ragu terhadap kemampuan vaksin Sinovac yang hanya efektifitasnya 50,4 %, yang artinya dari 100 yang divaksin hanya 50 orang kemungkinan kebal terhadap virus;

Atau nakesnya puas cukup sekali vaksin karena sudah mendapat sertifikat dan dicatat sebagai orang yang sudah divaksin.

Yang menarik juga dari analisa Dokter Tifa, Covid-19 meski daya infeksi menyebar sangat cepat karena inangnya manusia, bukan lagi kelelawar yang awalnya sangat mematikan, yakni 9,7% di seluruh dunia, sekarang tinggal 3% saja.

Sementara Case Fatalitas Rate (CSR) di seluruh dunia sudah tinggal 2,3%, tetapi Indonesia masih 3%. Makanya, prokes 3 M itu tetap harus ketat dilaksanakan, karena ilmuwan seluruh dunia mengakui cara ini bisa menahan laju penularan Covid-19.

Sebab vaksin baru mulai dan belum bisa dijadikan patokan. Pada 2021 meskipun disarankan Dokter Tifa untuk kembali bekerja-bekerja-bekerja, tetapi tetap jaga ketat 3 M. Disarankan pakai masker medis dua lapis jika ingin ketemu orang.

Apalagi, Covid-19 yang semula dibantah bukan airbone itu, sekarangg diakui WHO, bahkan mutasinya saat ini bisa hidup 8-20 jam dengan jangkauan 8 meter.

Penulis adalah wartawan senior FNN.co.id.

884

Related Post