Tergerusnya Modal Sosial Kader HMI di Usia 74 Tahun.

by Pramuhita Aditya

Jakarta FNN - Pada 5 Februari kemarin, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memperingati Milad ke-74 tahun. Tentu saja di usia 74 tahun, bagi HMI bukan lagi yang muda. Namun HMI terus dan terus saja mengalami pergolakan politik yang melintasi zaman. Dinamika konflik yang terus berkepanjangan itu memporak-porandakan internal pengurus yang tak terkendali.

Momentum proses pembelajaran soal mengkaji isu situasi nasional dan mancanegara dilewatkan begitu saja dalam bidang bidang. Kenyataan ini ditambah lagi dengan tergerusnya modal sosial antar sesama kader, yang bisa dipengaruhi kapanpun dan oleh siapapun. Situasi ini menjadi tantangan terberat untuk perjalanan HMI memasuki era for point zero (4.0) sekarang dan mendatang.

Menariknya, tema yang diangkat saat milad ke 74 itu “mengokohkan kometmen kebangsaan dan keindonesiaan”. Beragam opini yang tampil membelah reaski kader ke dalam kubu pro dan kontra secara masif datang silih berganti. Bahkan tanpa berkesudahan. Kenyataan itu merupakan dampak dari konflik yang masuk ke dalam lingkup internal perkaderan.

Secara historis, bisa kita lihat kembali bagaimana tujuan HMI hadir? Salah satunya tentang komitmen HMI untuk mengangkat derajat umat islam dan mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Untuk itu, perlunya mengoptimalkan tujuan dan komitmen kehadiran HMI tersebut. Bukan sekedar hanya memelihara komitmen yang telah dibuat oleh pendiri HMI.

Sekali lagi perlu mengoptimalkan. Bukan sekedar memelihara kometmen yang telah dibuat oleh pendiri HMI. Dalam kenyataan asasinya, bahwa HMI adalah organisasi yang memiliki peran aktif dalam denyut nadi dan gerak langkah pembangunan nasional. Sayangnya, belakangan ini HMI lebih banyak menyita waktu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan internal memata. Seperti layaknya organisasi yang saja baru lahir kemarin sore.

Sebagai organisasi perkaderan yang memiliki tujuan perjuangan, kiprah HMI sementinya diutamakan untuk melihat tantangan persoalan pembangunan ke depan. Menjadi kewajiban gerak serta langkah kader-kader HMI dalam mengejawantahkan tujuan-tujuan HMI. Untuk itu, perlu diingat kembali tentang independensi HMI yang menurut pengamatan penulis ini mulai hilang di dalam jiwa kader HMI.

Bahwa independensi HMI adalah salah satu moral kader HMI yang seharusnya tetap dijunjung tinggi. Independensi HMI menjadi sesuatu yang utuh. Sesuatu yang original, sehingga HMI memiliki posisi tawar untuk selalu berkontribusi dalam pembangunan nasional. HMI tidak dibawa dan diseret-seret ke dalam kepentingan politik pragmatisme. Itulah sejatinya jati diri HMI.

Potret tergerusnya modal sosial itu cukup kompleks. Meramba seperti jamur yang tumbuh subur di musim hujan. Berdampak pada kekacauan sistem nilai dan kepercayaan dalam diri kader. Sistem nilai yang hanya bertumpu pada pragmatisme. Suka atau tidak suka, itulah yang terjadi saat ini. Padahal, bukan untuk kepentingan pragmatisme itu HMI lahir. HMI lahir untuk ke-Islaman dan ke-Idonesiaan.

Jauh sebelumnya telah didesaign khusus oleh aktor-aktor intelektual HMI, dan itu diajarkan oleh para master HMI di ruang ruang basic training atau Latihan Kader (LK) Satu yang dibalut dengan lima kualitas insan cita HMI sebagai pintu masuk awal berHMI. Yaitu, kkualitas akademis, kualitas pencipta, kualitas pengabdi, kualitas bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur dan kualitas bernafaskan Islam”.

Subhanallah, betapa sangat mulianya para pendiri dan senior HMI yang telah menyiapkan kader-kader HMI dengan “lima kualitas insan cita HMI” tersebut. Bagi para pendiri dan senior HMI yang telah mendahului kita menghadap robbina, semoga Allah Subhaanahu Wata’ala selalu merahamati para pendiri dan senior HMI dengan rahmat-Nya tidak terbatas itu di dalam kuburnya.

Belum cukup hanya di LK satu saja, jenjang khusus perkaderan di HMI ini kalau diibaratkan semacam kuliah, banyak yang telah lulus S-3 . Tentu pemahaman yang utuh tentang bagaimana insan yang hanief ini memihak kepada yang benar secara independensi. Memihak yang benar itu memihak kepada perintah Al-qur’an dan hadist, yang dimana Al-qur’an menyampaikan kepada sesuatu yang haq.

Keberanan berdasarkan Al-qur’an dan Hadits itulah yang perlu diperjuangkan, dalam konteks dinamika HMI tentang Ummat dan bangsa. Namun sayang seribu kali sayang. Lembaran desaign yang baik dan mulia itu tinggal bungkusnya saja. Isinya telah lenyap dimakan rayap. dan entah kemana jejaknnya.

Celakanya lalgi, modal sosial yang tergerus tersebut, juga mengacaukan komitmen sosial. Sebaliknya, berpacu memproduksi dan melahirkan komitmen material.Bahkan terlihat menjadi semakin terdepan dalam menghancurkan kekuatan silaturahmi yang awalnya mampu menghangatkan hubungan sosial antar kader HMI dan lainnya.

Hubungan antar pribadi sesama kader HMI, sesama kelompok berubah menjadi hubungan yang hanya berbasis yang di ukur secara finansial semata. Itulah konsekuensi nyata dari berlangsungnya perkaderan hari ini. Tentu ukuran-ukuran material menjadi patokan untuk menilai. Kesuksesan dan kegagalanpun diukur berdasarkan isi kantong setiap kader yang berkontestasi, mulai pada level bawah hingga Pusat.

Sepatutnya, setiap kader HMI mampu menempatkan dirinya secara proporsional, sehingga harmonisasi hidup sosial antar kader berlangsung dalam suasana sama-sama menghormati dan menghargai. Modal sosial menjadi sesuatu nilai yang sangat berharga jika setiap pribadi mampu memberi, mampu peduli dan mampu saling memaafkan bila ada perbedaan.

Peringatan yang disampaikan Rasullaah Sallaahu Alaihi Wasallam, “aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq”. Demikian Hadist ini sangat erat kaitannya dengan independensi HMI yang semestinya disimpan dalam jiwa setiap kader. mampu untuk dimplementasikan dalam kehidupan sosial, sehingga senantiasa mendapatkan ridha dari Allah Subhaanhu Wata’ala.

Menjelang kongres yang akan berlangsung, beberapa pekan ke depan. Mari sama-sama kita menata rumah hijau ini dengan niat yang tulus. Niat yang tanpa adanya hujatan serta adu-domba yang berlebihan dinatara sesama kita. Menata kembali konsistensi independensi yang adaptif sesuai dengan visi HMI.

Mari menata konsistensi independensi adaptif yang sesuai dengan tuntutan zaman yang serba digital ini, serta excellen untuk kemajuan rumah kita bersama. Seperti yang pernah ditawarkan oleh pendiri HMI Almarhum Lafran Pane sebagai kemerdekaan hati. Semoga Allah Subhaanahu Wata’ala mengampuni segala kasalahannya, dan kemuliaannya mendirikan HMI menjadi pintu yang terbuka lebar untuk menggapai syurganya Allah.

Penulis adalah Bakal Calon Kandidat Ketua Umum PB HMI.

688

Related Post