Tiba-tiba Dukung Perpanjangan Masa Jabatan Jokowi, Ketua DPD Masuk Angin?
Jakarta, FNN - Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti berubah. Inilah komentar publik tentang narasi yang disampaikannya tentang perpanjangan masa jabatan presiden.
“Jadi marilah kita selalu berdoa, mudah-mudahan Pak Jokowi diberi kesehatan diberi bimbingan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, agar keputusannya selalu tepat. Dan saya minggu kemarin sudah mengeluarkan satu statemen bahwa saya minta Pak Jokowi mengeluarkan Dekrit kembalinya Undang-Undang Dasar 45 sesuai dengan naskah asli, yang kemudian kita adendum. Nanti dari adendum itu, sambil memperbaiki, kita persilakan Presiden untuk memperpanjang, mau 2 tahun mau 3 tahun, silahkan. Yang penting adendumnya selesai. Jadi pemilihan presiden cukup melalui MPR.” Ini adalah pernyataan Ketua DPD RI, La Nyalla Mattality, dalam forum dialog ekonomi bisnis Munas Hipmi yang digelar setelah acara pembukaan.
“Ya, musyawarah Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia atau Hipmi ke-17, di kota Solo, di kampung halaman Pak Jokowi, tampaknya selain menjadi ajang adu jotos di antara peserta, juga menjadi satu perhelatan yang agendanya jauh lebih besar dibandingkan sekadar pemilihan ketua umum yang baru,” kata Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Selasa (22/11/22).
Menurut Hersu, agenda besarnya adalah pematangan sekaligus semacam aba-aba dihidupkannya kembali gerakan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi atau gerilya perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Sinyal itu bukan hanya datang dari Pelaksana Tugas Ketua Umum Hipmi, Eka Sastra, dan Ketua Badan Pembina Hipmi sekaligus Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, ketika menyampaikan pidatonya pada pembukaan, tetapi pernyataan yang lebih tegas juga datang dari ketua DPD RI, La Nyala Mattalitti, seperti tampak dalam kutipan penggalan pidato di atas. La Nyala adalah tokoh senior yang pernah menjadi Ketua Badan Pengurus Daerah Hipmi Jawa Timur.
Menurut Hersu, pernyataan dari Pak La Nyalla yang disampaikan secara tegas seperti di atas pasti mengejutkan kita semua. Ini semacam gong dari guyonan atau sindiran yang selama disampaikan di berbagai acara Hipmi mengenai pentingnya perpanjangan masa jabatan Pak Jokowi, seperti yang disampaikan sebelumnya oleh PLT Ketua Umum dan juga Bahlil, dalam pembukaan Munas.
“Kalau Hipmi dan Bahlil, kita tidak kaget karena kita tahu bahwa Bahlil adalah salah satu operator gerakan tiga periode dan dalam berbagai kesempatan dia menyampaikan hal ini. Tetapi, kalau yang menyampaikan adalah Pak La Nyala, ada apa dengan ketua DPD ini? Apakah dia sudah masuk angin dan berhasil digerilya, dioperasi, oleh tim gerilyawan perpanjangan masa jabatan Jokowi? Saya sangat yakin pernyataan La Nyala Mattality ini membuat banyak orang, bukan hanya saya, bertanya-tanya, ada apa ini sesungguhnya, ada agenda apa?” ujar Hersu.
Menurut Hersu, selama ini La Nyala dikenal sebagai pejabat tinggi yang sangat kritis terhadap pemerintahan Jokowi. Statement-statemen politiknya sangat keras, terutama berkaitan dengan penguasaan aset negara oleh para oligarki dan bagaimana oligarki sudah mengendalikan bangsa ini. Bahkan, banyak yang menyebut bahwa La Nyala adalah pejabat tinggi pemerintah, tapi rasa LSM, bahkan rasa oposisi. Selain itu, kita juga tahu bahwa La Nyalla dikenal sebagai pengkritik keras praktik bernegara kita yang amburadul pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945, yang juga sering disebutnya sebagai Undang-Undang Dasar 2002. Melalui forum di DPD, dia sangat aktif memfasilitasi kelompok-kelompok yang mendorong agar negara ini kembali kepada UUD 1945, bukan UUD palsu yang sudah diamandemen. Namun, usulan bahkan dorongan untuk kembali ke UUD ‘45 yang asli sampai sekarang masih menghadapi jalan buntu, tidak ada dukungan dari partai politik. Bahkan, banyak kalangan civil society dan ahli hukum tata negara yang tidak sepakat.
“Kalau sekarang situasi Indonesia ini acak kadul dalam kehidupan berbangsa bernegara, ini bukan semata karena UUD 1945. Kalaupun kembali ke UUD ’45, juga masih banyak pertanyaan-pertanyaan kritis lain yang diajukan: Apakah dengan mendorong Jokowi mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD ’45 dan sebagai konsekuensinya Jokowi itu bisa memperpanjang masa jabatannya 2 tahun atau 3 tahun? La Nyala sudah memiliki jalan kompromi, jalan pragmatis sehingga untuk mendapatkan dukungan kembali ke UUD '45, satu-satunya cara adalah presiden mengeluarkan Dekrit, dan sebagai imbalannya Jokowi mendapatkan perpanjangan jabatan,” tambah Hersu. Dekrit memang adalah salah satu jalan keluar yang diatur dalam hukum tata negara kita yang bisa dilakukan ketika pintu amandemen melalui MPR tertutup. Perpanjangan masa jabatan Jokowi, khususnya mengubah masa jabatan dari 2 periode menjadi 3 periode, itu juga terhalang proses amandemen di MPR yang pintunya sudah digembok oleh partai-partai politik, bahkan oleh partai politik pemerintah, khususnya PDIP, yang menjadi partai Pak Jokowi dan partai pengusung Pak Jokowi, lanjut Hersu.
Kembali pada pertanyaan apa sesungguhnya agenda besar di balik pernyataan La Nyalla Mattality. “Sampai sekarang saya belum mendapat jawaban. Saya sudah mengontak langsung Pak La Nyalla dan orang-orang dekatnya, namun belum dapat jawaban,“ ungkap Hersu
“Jadi kita enggak tahu ini ada agenda apa dan manuver politik apa yang dilakukan oleh ketua DPD. Tapi satu hal yang saya kira bisa kitas pastikan dari Munas Hipmi di Solo bahwa tampaknya gerilya politik untuk memperpanjang masa jabatan Jokowi itu saat ini jauh lebih serius. Apalagi ternyata sudah melibatkan anggota dari Dewan Pertimbangan Presiden. Kita tunggu bagaimana reaksi parpol, khususnya PDIP, yang selama ini paling keras menentang perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Yang jelas, meskipun pemerintah sekarang katanya sedang menyiapkan Pilpres atau Pemilu secara serentak pada tahun 2024, tetapi sekarang mulai terbuka bahwa gerakan memperpanjang masa jabatan presiden Jokowi itu masih terus berlangsung,” pungkas Hersu. (ida)