Tragedi Sambo Berawal dari Surat Perintah Kapolri Tito Karnavian
Jakarta, FNN - Kasus Sambo hanya salah satu pintu untuk masuk ke dalam sepak terjang kepolisian Republik Indonesia yang sesungguhnya. Ini bermula dari Surat Perintah Kapolri Tito Karnavian Nomor 1, Januari 2019.
Hal ini ditegaskan oleh Iskandar Sitorus dari Indonesian Audit Watch dalam acara diskusi publik yang diadakan di Dapor Pejaten, Jakarta Selatan pada Rabu (28/09/2022).
Diskusi ini membahas tentang aliran dana keuangan milik tersangka Ferdy Sambo (FS), serta juga meminta pemerintah untuk mengambil tindakan akan hal tersebut.
Adapun pembicara yang hadir antara lain DR. Chudry Sitompul, S.H., M.H. (Pakar Hukum Pidana UI), Prof. Muradi, PhD (Pakar Politik Unpad), Sugeng Teguh Santoso (Indonesia Police Watch/IPW), Boyamin Saiman (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia/MAKI), Iskandar Sitorus (Indonesian Audit Watch/IAW), Uchok Sky Khadafi (Centre For Budget Analysis/CBA), Ade Adriansyah Utama (Komite Pengawal Presisi Polri/KP3), Hartsa Mashirul (Indonesia Club). Lalu ada juga Haris Rusly Moti sebagai pengantar obrolan dan Gigih Guntoro sebagai moderator.
Iskandar menyampaikan bahwa fundamental penyebab terjadinya kasus Ferdy Sambo ini adalah berawal dari surat perintah Kapolri, Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian nomor satu pada bulan Januari 2019, yang kemudian direvisi kembali.
"Berbicara fundamen penyebab terjadinya kasus Ferdy Sambo sekarang ini, saran kami buah pikirannya adalah kita merujuk pada surat perintah Kapolri, Bapak Jendral Tito Karnavian nomor 1 bulan Januari 2019, yang dua bulan kemudian direvisi oleh beliau menjadi nomor 6 bulan Maret 2019," ucapnya menerangkan.
Selain itu Iskandar Sitorus juga menambahkan bahwa dalam surat perintah tersebut ada _item_ yang idealnya harus dikoreksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Bukan surat keputusan tapi surat perintah. Ada item-item yang menurut kami idealnya dikoreksi oleh DPR RI utamanya oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sebab pelanggaran awal ada di situ. Di poin enamnya disebut, anggaran yang disebut dengan satuan tugas khusus Polri demi kepentingan perhatian pimpinan Polri menyebut anggarannya menginduk kepada Polri," ucapnya menjelaskan.
"Kalau sudah surat perintah bicara tentang kinerja, kalau sudah menyebut ada anggaran menginduk ke Polri kita perlu tahu anggarannya bagaimana. Karena dua hal ini berkonsekuensi kepada sanksi, kalau sukses dipuji kalau tidak sukses dihukum. Sampai hari ini DPR tidak pernah memberi tahu kepada publik terlebih BPK, menyajikan laporan hasil pemeriksaan terhadap satuan tugas khusus ini. Yang berujung pada Sambo menjadi Kasatgassus Polri bukan Satgassus Merah Putih, Bapak-Ibu seperti yang tertulis selama ini. Itu tanda tangan terakhir adalah Pak Kapolri, Pak Sigit," ucapnya menambahkan.
Iskandar juga menyebutkan bahwa kasus Brigadir Novriansyah Yosua dan Ferdy Sambo merupakan sebuah rangkaian-rangkaian yang terjadi di belakang layar, sehingga membuat kita-kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Ujug-ujug kita disajikan ada pembunuhan seorang polisi oleh banyak polisi. Sederhananya Bapak-Ibu, jika ada di satu ruangan ini ada yang meninggal satu orang, nggak susah (jika) polisi ini (pakai) pidana model lama, satu ruangan ini tersangkakan sampai ada yang mengaku atau menunjuk bahwa dialah pelakunya. Ini enggak, sampai ke trafficking yang lain-lain, entah 303," ucapnya.
Iskandar juga menjelaskan bahwa nantinya kasus ini juga harus merujuk kepada aliran dana untuk dilacak dan ditindak.
"Berapa triliun sudah dihabiskan oleh Satgas ini? Berapa banyak kerjanya? Berapa banyak prestasi? Dan berapa banyak kejadian-kejadian buruk Satgas ini? Supaya kita (bisa) melihat, kalau banyakan buruknya maka publik mengatakan pantas ada 'perilaku' seperti Sambo," ucapnya menegaskan.
Di akhir kata, Iskandar juga mengingatkan kepada publik untuk jangan lupa bahwa kita beruntung masih banyak dari elemen masyarakat yang turut memantau dan mengikuti kasus ini dari sudut pandang lain termasuk trafficking, konsorsium 303, dan perilaku-perilaku lainnya. Iskandar juga menegaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan Ferdy Sambo adalah tindak pidana yang mudah untuk disidik oleh polisi. Ketika tidak mudah, berarti ada beberapa faktor yang menghalangi. (Fik)