Transformasi Pertanian dan Ekonomi Indonesia 74 Tahun Merdeka

Dalam konsep pertanian modern yang saat ini dikembangkan pemerintah, petani sebagai pelaku utama pun didorong untuk mampu menguasai hulu hingga hilir. Mereka harus memberikan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Dengan demikian tenaga kerja baru dapat terserap dan menyelamatkan jutaan petani di pedesaan agar tetap sejahtera.

Oleh Kuntoro Boga Andri

Jakarta, FNN - Pada tanggal 17 Agustus kemarin, Indonesia merayakan hari kemerdekaan. Genap 74 tahun sejak Bung Karno membacakan proklamasi penanda Indonesia telah merdeka. Kemerdekaan tentunya memiliki banyak makna. Dalam konteks sektor pertanian, kemerdekaan Indonesia saat itu menandai Indonesia memiliki kendali dalam pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki.

Selama 74 tahun terakhir, tak dapat dinafikan bahwa sektor pertanian masih menjadi salah satu aspek penting sebagai penggerak roda ekonomi Indonesia. Bila dibandingkan sektor lainnya, pertanian masih berada di posisi teratas, bersama sektor perdagangan dan sektor industri.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sektor pertanian sangat signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Selama periode 2013-2018, akumulasi tambahan nilai PDB sektor pertanian yang mampu dihasilkan mencapai Rp1.375 Triliun. Terdapat kenaikan sebesar 47% dibandingkan dengan tahun 2013.

Selanjutnya, pada tahun 2018 ini, nilai PDB mencapai 395,7 triliun dibandingkan Triwulan III tahun lalu yang hanya Rp 375,8 triliun. Bahkan bila diakumulasikan dengan kontribusi industri agro dan penyediaan makanan serta minuman yang berbasis bahan baku pertanian, kontribusi Pertanian secara luas mencapai 25,84 persen terhadap total PDB nasional.

Capaian pembangunan sektor pertanian 2014-2018 juga meningkat drastis. Data BPS mencatat, PDB sektor pertanian naik Rp 400 triliun sampai Rp 500 triliun. Total akumulasi mencapai Rp 1.370 triliun. Salah satu faktor yang mendongkrak peningkatan PDB pertanian adalah peningkatan ekspor.

Sementara, sensus Pertanian 2003 (ST2003, BPS) menunjukkan Rumah Tangga Petani (RTP) yang semula berjumlah 31,23 juta RTP, menurun pada ST2013 menjadi 26,13 juta RTP. Data terakhir survei pertanian antar sensus 2018, jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) pengguna lahan sebesar 27,22 juta.

Data ini menunjukkan adanya transformasi struktural perekonomian Indonesia. Proses transformasi dari negara agraris menuju industri. Sektor industri dan jasa semakin tumbuh berkontribusi besar, secara berangsur menggantikan dominasi sektor pertanian. Hal ini wajar bagi sebagian negara yang tengah bergerak maju - yang dulunya agraris dan bertransformasi menjadi negara industri dan jasa.

Faktanya dalam 10 tahun terakhir (2013-2018), data RTUP terjadi kenaikan jumlah dari sebelumnya 25,75 juta (2013) menjadi 27,22 juta (2018). Data menunjukkan pertanian tetap menjadi tumpuan masyarakat, seiring dengan meningkatnya indikator NTP setiap tahunnya. BPS mencatat data NTP pada Juli 2019 sebesar 102.63, naik jauh dbandingkan 2014 yang hanya 102.03. Kesejahteraan petani meningkat, sehingga gairah sektor pertanian pun membaik.

Sektor pangan masih tetap ibutuhkan selama manusia masih butuh makan. Maka negara harus menjamin tidak terjadi krisis pangan pangan dan kemiskinan di desa, karena berpotensi munculnya ekses negatif. Tingginya angka kriminalitas, meningkatnya angka kenakalan remaja, atau bahkan menumbuhsuburkan paham ekstrim. Sektor pertanian, berusaha menjadi bagian dari upaya mendorong kesejahteraan di perdesaan.

Ketahanan pangan harus dijaga mulai dari keluarga terkecil hingga level nasional. Kementan secara khusus telah bekerjasama dengan TNI dan unsur keamanan negara lainnya secara intensif bekerjasama mewujudkan Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani.

Menuju Pertanian Modern

Kemerdekaan yang diraih 74 tahun tentunya bukan penanda bahwa perjuangan sudah berakhir. Justru sebaliknya, perjuangan masih terus berlanjut hingga ke masa ini.

Begitupun di sektor pertanian. Masih banyak ruang untuk terus memajukan pertanian kita. Salah satu agenda yang sedang didorong oleh pemerintah saat ini adalah modernisasi pertanian. Urgensitas modernisasi sektor pertanian didasarkan pada argumentasi bahwa kedaulatan pangan hanya bisa diraih jika produktivitas dan efisiensi produksi pertanian meningkat. Modernisasi diharapkan bisa menjadi kunci peningkatan produksi dan efisiensi, tenaga,waktu, maupun biaya.

Dalam konsep pertanian modern yang saat ini dikembangkan pemerintah, petani sebagai pelaku utama pun didorong untuk mampu menguasai hulu hingga hilir. Mereka harus memberikan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Dengan demikian tenaga kerja baru dapat terserap dan menyelamatkan jutaan petani di pedesaan agar tetap sejahtera.

Hal penting lainnya yang dikembangkan dalam kerangka pertanian modern, pemerintah juga menggiatkan mekanisasi dan terus mendorong tumbuh kembang berbagai teknologi dan inovasi pertanian. Upaya menggiatkan mekanisasi dilakukan dengan meningkatkan pemberian bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), serta pelatihan dan pendampingannya. Sementara penumbuh kembangan teknologi dan inovasi dilakukan dengan menjalankan penelitian yang adaptif dan menjawab kebutuhan di lapangan.

Baik mekanisasi dan teknologi tersebut diimplementasikan dalam berbagai program khusus. Sebagai contoh, Program Upaya Khusus Swasembada (Upsus) Padi Jagung Kedelai (Pajale) yang kini telah membuahkan hasil swasembada. Sejak tahun 2016 hingga sekarang Indonesia tidak lagi impor beras medium, cabai segar dan bawang merah konsumsi. Pada 2017 tidak ada impor jagung pakan ternak hingga saat ini, dan bahkan sudah ekspor bawang merah.

Selanjutnya ditargetkan 2021 swasembada bawang putih dan gula konsumsi, 2020 swasembada kedelai, 2024 swasembada gula industri dan 2026 swasembada daging sapi. Program ini merupakan peta jalan menuju Visi Indonesia pada tahun 2045 menjadi Lumbung Pangan Dunia.

Capaian kebijakan pangan di atas juga telah meningkatkan kesejahteraan petani. Ini terlihat dari indikator kemiskinan di pedesaan. Penduduk miskin di pedesaan tercatat turun sebesar 393.400 jiwa dari 15,54 juta jiwa pada September 2018 menjadi 15,15 juta di Maret 2019.

Selanjutnya guna mengawal dan memastikan agar proses transformasi struktural bisa berjalan tepat dan terarah, maka berbagai kebijakan yang telah dan akan dilakukan adalah: Pertama, mengembangkan industrialisasi berbasis agro berdasarkan keunggulan komparatif. Indonesia harus jaya kembali untuk kopi dan rempah-rempah. Integrasi aktivitas hulu_-on farm-_hilir dibangun berbasis kawasan berskala ekonomi sehingga diperoleh nilai tambah dan pendapatan penduduk setempat.

Kedua, memperkuat infrastruktur sehingga memperlancar arus distribusi dari desa ke kota, di desa dibangun jalan, irigasi/embung, listrik, telekomunikasi, lembaga keuangan, pasar tani dan lainnya.

Ketiga, industrialisasi di pedesaan akan menyerap banyak tenaga kerja, sehingga perlu peningkatan kapasitas SDM menjadi profesional dan produktif. SDM setempat dilatih menggunakan alat mesin, perbengkelan, jasa dan lainnya sesuai standar kompetensi.

Keempat, keterbatasan jumlah petani diatasi dengan mekanisasi. Kementan menyediakan 80.000-100.000 unit alat mesin pertanian setiap tahunnya. Dengan mekanisasi seperti traktor, pompa air, rice transplanter, combine harvester dan Rice Milling Unit terbukti bisa menekan biaya hingga 40 persen waktu, tenaga, dan menurunkan susut hasil 4-8 persen dan meningkatkan mutu. Teknologi Mekanisasi membuat generasi muda kini berminat terjun ke pertanian dan pedesaan.

Beberapa informasi dari Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta menyebutkan, kini Fakultas Pertanian mulai menjadi pilihan unggulan dan banyak mahasiswanya. Bahkan program Kementerian Desa-PDT kini mendapat respons positif bagi generasi muda di desa.

Sejumlah capaian ini kita harapkan menjadi indikator bahwa transformasi Indonesia menuju pertanian modern masih di jalur yang benar. Dengan semangat perjuangan dan kerja keras kita semua, semoga pertanian Indonesia bisa berjaya. (*)

Penulis adalah Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Kementerian Pertanian RI

307

Related Post