Ujung Kesulitan Ekonomi
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan
BERAS jaman sekarang tak perlu ditampi. Tinggal cuci saja langsung dimasak.
Di jaman Orla ada beras jagung, mesti ditampi. Sebelumnya juga ada beras campur gabah dan beras menir/kecil. Sungguh memuakkan, siapa dalang beras campur-campur ini?
Ketika muncul bulgur memang tidak perlu ditampi.
Kesulitan pangan jelas terkait faktor economi dan politik. Economi di jaman Orla memang sulit karena inflasi tak terkendali.
Kita keluar dari UN dengan sendirinya juga tak lagi ada hubungan dengan UN family, semisal FAO.
Politik konfrontasi akar dari kesulitan kita. Kesulitan di jaman Orla bukan kejutan, kita pernah mengalami hidup sulit jaman revolusi. Kesulitan sekarang bisa jadi kejutan karena kita pernah alami jaman economi stabil era Orba. Krismon di era Orba melilit kelas nenengah saja.
India juga dililit krisis economi utamanya bagi penduduk wilayah utara. Tapi yang ekonominya terpuruk anehnya marah-marah ke kelompok agama lain. Mestinya disadari bahwa hal ini dapat merusak keutuhan India. Ada India dan ada Pakistan itu fakta sejarah. 57 negara telah pun hunjuk solidaritasnya pada penduduk India non mayoritas yang terus-terusan dimusuhi. Mereka bukan minority lho.
Di mana pun, termasuk di Indonesia, di sepanjang sejarah kesulitan ekonomi itu ada ujungnya. Walau tidak mudah memprakira ujung tersebut. Ujung Kulon realita politik global sekarang walau mereka tidak mutlak berjaya dalam semua medan laga contohnya dalam percaturan terakhir di Ukraine.
Dewasa ini front tidak tunggal: USA dan rekan hadap-hadapan dengan China. India ikut hadapi China, tapi dalam kasus Islamophobia India dapat saja jadi front baru merujuk pada putusan DPR USA tentang Islamophobia.
Indonesia setidaknya tidak boleh anggap enteng persoalan ekonomi yang dihadapinya.
Foto atas wanita Panama lagi tampi beras. Tampahnya pun sama dengan tampah kita. (*)