Wah, Beneran: Jokowi dan Polisi Dikulitin, Nih!

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kanan) memberi hormat kepada Presiden Joko Widodo sebelum rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/4/2018). - ANTARA/Wahyu Putro A

Kepolisian menjadi semakin penting bagi Jokowi. Ketika Polri terjun lebih dalam ke politik untuk mengamankan pemerintah, ia juga menuai lebih banyak manfaat.

Oleh: Made Supriatma, Peneliti Tamu di Institut ISEAS–Yusof Ishak, Singapura

PADA Juli 2016, Presiden Joko Widodo mengangkat Jenderal Tito Karnavian sebagai Kapolri. Dengan menunjuk Tito Karnavian yang relatif muda, Jokowi mewariskan beberapa generasi pejabat senior kepolisian yang sudah memiliki hubungan baik dengan elit politik Jakarta.

Karnavian terbukti menjadi sekutu presiden yang andal, mengawasi kasus-kasus penting terhadap kritikus pemerintah seperti Robertus Robet, seorang aktivis hak asasi manusia yang menyanyikan lagu yang mencerca militer dalam sebuah demonstrasi, dan Dandhy Laksono, seorang pembuat film dokumenter pembangkang.

Bantuan polisi terlihat dalam kasus Muhammad Rizieq Shihab, seorang ulama dan kritikus vokal Jokowi. Rizieq adalah orang di balik demonstrasi 2016 yang bertujuan menggulingkan mantan Gubernur Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama dengan alasan bahwa ia telah menista agama Islam.

Habib Rizieq akhirnya didakwa berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang membawanya ke pengasingan diri di Arab Saudi. Penggunaan UU yang meragukan ini secara ekstensif telah memicu klaim bahwa pemerintahan Jokowi telah beralih ke otoritarianisme.

Dukungan polisi juga terlihat selama pencalonan kembali Jokowi pada 2019. Meskipun polisi tidak secara terbuka berkampanye untuk Jokowi, dukungan mereka adalah bagian dari keberhasilan pemilihannya di daerah.

Politisi di Sumatera Selatan secara terbuka mengakui kepada saya bahwa polisi membantu menstabilkan harga karet yang jatuh, dengan beberapa pengusaha di Lampung mengingat bahwa mereka diminta oleh petugas polisi untuk mendanai kelompok sukarelawan pro-Jokowi.

Jokowi telah memberikan konsesi politik kepada polisi dalam masa jabatan keduanya, seringkali mengesampingkan tentara dalam prosesnya.

Elit polisi diangkat ke beberapa posisi penting dan strategis yang sebelumnya dipegang oleh jenderal militer dan biasanya dianggap sebagai domain tentara.

LSM HAM Kontras mencatat, sebanyak 30 pensiunan atau jenderal polisi aktif memegang posisi strategis di pemerintahan Jokowi, termasuk di kementerian, lembaga pemerintah, dan duta besar.

Ombudsman Indonesia juga melaporkan bahwa 25 petugas polisi duduk di dewan perusahaan milik negara dan anak perusahaannya.

Pensiunan atau perwira polisi yang menjabat kini memimpin Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Urusan Logistik (BULOG), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Yang paling kontroversial, mantan Komisaris Jenderal polisi Firli Bahuri adalah ketua KPK saat ini, yang telah lama menjadi duri di pihak kepolisian, mendakwa beberapa jenderal polisi.

Kepolisian juga diuntungkan dengan peningkatan anggaran dan penambahan personel.

Belanja negara untuk kepolisian mencapai Rp 107 triliun (US$ 7 miliar) pada 2020, naik dari Rp 94,3 triliun (US$ 6,3 miliar) pada tahun sebelumnya.

Pada 2020, jumlah personel polisi meningkat 27.012 atau naik 5,7 persen dari 2018. Peningkatannya signifikan: dari 2016-2018 polisi hanya menambah 1.898 personel. Saat ini, polisi sekarang kira-kira berukuran sama dengan tentara.

Kepolisian menjadi semakin penting bagi Jokowi. Ketika Polri terjun lebih dalam ke politik untuk mengamankan pemerintah, ia juga menuai lebih banyak manfaat.

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa polisi semakin berperan ganda, baik sebagai aparat keamanan maupun sebagai instrumen politik. (*)

694

Related Post