What Next?

Achmad Badawi, Aktivis di Himpunan Masyarakat Madani Indonesia

 Teologi/Tauhid Islam yang berkembang pada dimensi kebangsaan dalam format “Teologi Pembebasan Bangsa Marhaenime Plus” sesuai perkembangan Ilmu Pengetahuan yang pesat.

Oleh: Achmad Badawi, Aktivis di Himpunan Masyarakat Madani Indonesia

BAGAIMANA langkah selanjutnya umat Islam Indonesia sesudah konggres medan sebagai anggota 'Umat, Rakyat, Bangsa, Negara, Sistem Ekonomi Berkeadilan dst'?

Yang jelas sesuai dengan nubuah Gus Dur, “Isi NKRI, nilai-nilai universal Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, pandangan dunia 'Jujur dan Adil' dst itu, dengan nilai-nilai universal Islam tanpa harus secara legal formal berbentuk negara Islam.”

Bahwa dengan permenungan, buah fikiran (filsafat, epistemologi/agregat teori, teorema, modal sosial, etika sosial, etiket sosial sehari-hari dst) bimbingan dan arahan dari “Dewan Tetua Agama & Bangsa” berspirit Republik, kebangsaan yang menyala-nyala, berintegritas, berpandangan dunia 'jujur dan adil' dst-dst: Sri Sultan HB X, Budayawan Emha Ainun Nadjib, Jenderal Purn Gatot Nurmantyo, Bung Sayuti Asyatri, Bung Busro Mukoddas, Gus Mus, Prof Dr Mukhaer Pakkana, Buya Hatta Taliwang sebagai Koordinator Aktivis dkk.

Mengutamakan persatuan/ukhuwah/persaudaraan kekeluargaan: 1. Umat seagama 'Islamiyah, Katolikiyah, Kristeniyah, Buddhaiyah, Hinduiyah dst (diniyah); 2. Maitrea - cinta kasih welas asih (rahmaniyah); 3. Tanah air dan bangsa (wathoniyah); 4. Berdasar nilai-nilai kemanusiaan (insaniyah).

Sungguh amat disayangkan justru umat Islam yang mayoritas seputar 87% dari penduduk Indonedia berpecah-belah menjadi seputar 50 kelompok/ golongan yang 'childish' tidak mampu membangun ukhuwah integral organik yang mengukuhkan bangsa.

Yang lemah 'tak berdaya, tak bermakna', seperti sabda Rasul Muhammad Saw “seperti buih di lautan atau gula dikerubuti semut”. Ustadz Syamsi Ali dari Amerika mengatakan “secara kategori kelompok sosiologis masih berupa kerumunan atau gerombolan”. Tragis dan paradoks.

Berspirit 'Kesadaran Republik' (res publica - kepentingan kemaslahatan umum publik/rakyat) dalam format Negara Kesatuan Republik Indinesia/NKRI dari "Rumah Cokro" kepada "Rumah Republik: NKRI" dengan anasir-anasir pembangun Republik: "Nasionalis, Agama dan Sosial Demokrat".

Dengan tokoh-tokohnya: 1. Nasionalis (Bung Karno dkk). 2. Agama (RA Kartini, HOS Cokroaminoto, SM Kartosuwiryo, H Agus Salim, Hadratussyekh Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, Romo Mgr Soegijo Pranoto dkk). Dan, 3. Sosial Demokrat (HOS Cokroaminoto, H Samanhudi, Bung Karno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka', Muso, Alimin, Semaun, Prof Mubiyarti dkk).

Semoga semakin banyak yang 'eling – berkesadaran penuh': berkesadaran republik dan bersama-sama membangun bangsa negara Indonesia yang amat sangat kaya ini.

Pertanyaan Timbul Kembali Sesudah "Konggres Medan":

Apakah Islam mau kita follow up dengan Landasan Idealitas (yang diwariskan Bung Karno dan Founding Fathers), yang diturunkan ke dalam satuan-satuan yang dapat menjawab zaman dan peradaban (Chalange & Respon, Arnold Toynbee):

Di bawah naungan nilai-nilai universal Pancasila 'sebagai commone plattform - bonum commune - bonum publicum yang memayungi semua anak bangsa' yang belum diperjuangkan dengan sungguh-sungguh;

“Pandangan dunia Jujur dan Adil kepada transformasi masyarakat – bangsa – negara – sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadikan”;

Membangun masyarakat gotong-royong – egaliter Indonesia – masyarakat warga sejati yang berkualitas mandiri/civil society/masyarakat madani dengan 'modal sosial Islam dan lokal jenius suku-suku/civic religion Robert Bellah' dengan membangun basis-basisnya secara nyata' yang:

a. Bermodal sosial yang amat kaya terjadi integritas nasional secara nyata dengan budaya nasionalnya (tidak sekedar simbolis tanpa fungsi).

b. Tradisi berfikir rasional yg baik (ulama irsyad/ cendekiawan pencerah/ rausan fikr).

c. Pembagian kerja rasional.

d. Peran-peran/fungsi-fungsi yang berkeadaban pada segala institusi/ lembaga dalam kehidupan.

e. Keteraturan sejati (tidak seperti selama ini yang 'semua' bahkan hanya prosedural prakteknya justru 'Anti Demokrasi' dst).

Dengan modal sosial dari Islam saja amat sangat banyak: Diantara nubuah/ perintah ayat-ayat dan hadits berupa modal sosial sebagai nilai-nilai universal (Civil Religions Robert Belah, seorang sosiolog) tersebut adalah:

1. Spiritualitas kesejatian (tarekat hakikat/metodologi penyucian jiwa Tasawuf; 2. Pandangan dunia "Jujur dan Adil" kepada sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan – keadilan sosial (al adl);

3. Teologi/tauhid pembebasan bangsa Marhaenisme Plus seperti nabi Musa membebaskan bangsa tertindas 'Bani Israel' (menurut perkembangan Ilmu Pengetahuan yang pesat);

4. Nilai-nilai universal Pancasila dengan ajaran kalimatunsawa/prinsip-prinsip kebenaran yang sama agama-agama – lokal jenius suku-suku bangsa; 5. Ajaran litaarofu/diversity Bhinneka Tunggal Ika yang abadi;

6. Bekerjasama dalam kebajikan (taawun alal birri); 7. Berkebangsaan otentik (hubbul wathon minal iman); 8. Moderat – tengah-tengah (tawasuth); 9. Tasamuh (toleran); 10. Musyawarah/demokrasi (syura);

11. Meninggikan ilmu pengetahuan (ulul ilmi); 12. Tujuan masyarakat gotong-royong/egaliter Indonesia dalam format Masyakat Madani/Hadari; 13. Sebagai kaum terbaik bangsa (choiru ummah); 14.Menggulirkan penyadaran kesadaran sistem yang baik (ta'muruna bilma'ruf); 15. Mentransformasi sistem yang buruk (wayanhauna anil mungkar);

16. Mentransendenkannya (yu'min billah); 17. Amal perbuatan yang baik konsisten (amilussolihah); 18. Dengan kebenaran yang obyektif (tawasho bilhak); 19. Kesabaran metodologis (tawasho bissobr); 20. Sebagai ummat yang satu (ummatan wahidah);

21. Yang berlomba-lomba mengejar keunggulan-keunggulan kompetitif peradaban (fastabichul choirot), berdimensi nilai-nilai kemanusiaan (insaniyah); 22. Berakhlak personal – sosial yang agung (chuluqin adzim); 23. Merahmati segenap semesta publik – alam (rahmatan lil alamin), dst-dst.

Sayang, ‘beberapa kali umat Islam berkonggres’, tak melahirkan perubahan yang mendasar pada Anatomi Umat, Masyarakat, Bangsa, Negara, Ekonomi Kerakyatan yang Berkeadilan dst.

Ajaran litaarofu/diversity Bhinneka Tunggal Ika yang juga sesuai dengan filosofi Haji “Semua Satu, Satu Semua”.

Teologi/Tauhid Islam yang berkembang pada dimensi kebangsaan dalam format “Teologi Pembebasan Bangsa Marhaenime Plus” sesuai perkembangan Ilmu Pengetahuan yang pesat.

Ajaran kalimatunsawa/prinsip-prinsip kebenaran universal agama-agama & lokal jenius suku-suku bangsa. Minimal sesuai dengan ajaran “Transendence Unity of Religions – Kesatuan Transenden Agama-agama” dari F Schuon, RA Kartini, HOS Cokroaminoto, Hussain Nasr, Bung Karno, Gus Dur, Cak Nur, WS Rendra, Cak Nun, Koentowidjojo, Ir Ahmad Chojim, Dr Media Zainul Bahri dkk.

Pendidikan Transformatif yang membebaskan memenuhi “amanat Preambul & Batang Tubuh UUD 45 Asli” mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan/kemaslahatan umum, menabur rahmat/damai, menyamai budaya nasional, budaya kewargaan/civic culture dst (Prof Soedijarto dkk). Tidak seperti selama ini yang masyarakat masih tradisional, belum berkesadaran merdeka, tak rasional dst.

Gerakan Transformatif (Gus Dur, Prof Dr Koentowidjojo dkk) yang mengubah 'eling – kesadaran penuh' anak-anak bangsa dengan penyadaran (takmuruna bilma'ruf), transformasi gerakan mengeliminir anasir-anasir sistem yang buruk (wayanhauna anil mungkar) dan mentransendenkannya (iman) mengadu Satu kaum terbaik bangsa (choiru umma) dengan pandangan dunia moderat – tengah-tengah (washaton) sebagai umat – masyarakat yang integral organik (Mr Soepomo) yang satu (wahid) dalam cahaya peradaban esoteris/ berdasar ruh Nusantara Indonesia yang kokoh dari kalimah yang baik 'nilai-nilai universal Pancasila' (kalimah toyyibah) dst.

Semoga kita semua ilmu dan amaliyahnya seimbang, tidak njomplang, seperti selama ini berjalan. (*)

303

Related Post