Swiss dan Indonesia Tandatangani MoU Bantuan Hukum Timbal Balik
Jakarta, FNN - Swiss dan Indonesia bekerja sama lebih erat dengan tujuan untuk memerangi kejahatan internasional. Pada Senin, 4 Februari 2019 Menteri Kehakiman Karin Keller-Sutter dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly menandatangani perjanjian bilateral tentang bantuan timbal balik dalam masalah pidana di Bern.
Sebelumnya, Dewan Federal menyetujui perjanjian pada 14 September 2018. Dalam Siaran Pers FDJP dinyatakan, Perjanjian Bilateral tentang bantuan hukum timbal balik menciptakan dasar dalam hukum internasional di mana otoritas peradilan di kedua negara bisa bekerja sama dalam mendeteksi dan menuntut kegiatan kriminal, khususnya kejahatan seperti korupsi dan pencucian uang.
Perjanjian bantuan timbal balik dengan Indonesia sebagian besar didasarkan pada Konvensi Eropa tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana dan pada Undang-Undang Federal tentang Bantuan Timbal Balik Internasional dalam Masalah Pidana.
Ini menyederhanakan dan mempercepat prosedur bantuan hukum timbal balik, khususnya dengan mengurangi persyaratan formal (seperti pengabaian kebutuhan akan otentikasi) dan menetapkan secara terperinci persyaratan untuk permintaan bantuan timbal balik.
Ini juga menunjuk otoritas pusat di setiap negara yang bertanggung jawab untuk menangani permintaan tersebut. Perjanjian tersebut secara tegas merujuk pada HAM: jika diduga ada pelanggaran hak asasi manusia, Swiss dapat menolak untuk memberikan bantuan hukum.
Perjanjian ini akan mulai berlaku segera setelah persyaratan hukum domestik masing-masing negara telah dipenuhi. Di Swiss, Parlemen harus menyetujui perjanjian. Setelah itu dilakukan, perjanjian akan terbuka untuk referendum opsional, seperti biasa dalam kasus perjanjian internasional.
Dewan Federal sedang mengupayakan kebijakan untuk memperluas jaringan perjanjian internasional tentang bantuan hukum timbal balik untuk meningkatkan keamanan di Swiss dan untuk memastikan integritas negara sebagai pusat keuangan. Perjanjian yang ditandatangani dengan Indonesia merupakan bagian dari kebijakan ini.
Anggota Dewan Federal Keller-Sutter juga menggunakan pertemuannya dengan Menteri Laoly untuk menyoroti pentingnya perlindungan paten yang baik bagi perusahaan-perusahaan Swiss yang aktif di Indonesia.
Desember lalu Swiss dan Indonesia menandatangani perjanjian perdagangan bebas di mana barang-barang Swiss dan Indonesia yang diproduksi di negara Asia harus menikmati tingkat perlindungan paten yang sama.
Kejar Sampai Swiss
Presiden Joko Widodo mengatakan kini upaya pemberantasan korupsi semakin menemukan titik terang. Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Instagram @jokowi yang diunggah pada Selasa (11/12/2018).
Jokowi menyebut jika saat ini pihaknya tengah berada dalam tahap akhir penandatanganan 'Mutual Legal Assistance' (MLA) dengan Pemerintah Swiss. Dengan adanya kesepakatan itu, pemerintah Indonesia akan bisa mengejar uang-uang hasil korupsi yang disembunyikan di luar negeri.
“Berbagai upaya telah kita lakukan bersama untuk membangun Indonesia bebas korupsi,dari pelayanan berbasis elektronik,sistem pengaduan masyarakat, penghargaan bagi masyarakat yang mengungkap korupsi, sampai menempatkan KPK sebagai Koordinator Tim Nasional Pencegahan Korupsi.
Dan satu hal lagi, setelah melalui pembicaraan yang panjang, kita telah memperoleh titik terang, dan sekarang pada tahap akhir untuk menandatangani Mutual Legal Assistance antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Swiss.
MLA ini merupakan legal platform untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundring yang disembunyikan di luar negeri. Korupsi adalah korupsi, tidak bisa diganti dengan nama yang lain. Sekali lagi, korupsi adalah korupsi. Semoga Allah SWT meridhai segenap ikhtiar kita,” tulis Jokowi.
Dalam foto yang ia unggah itu, Jokowi mengatakan jika pihaknya tidak akan memberikan toleransi bagi para koruptor.
“Kita tidak memberikan sedikit pun, sekali lagi, kita tidak memberikan toleransi sedikit pun kepada pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan uang hasil korupsinya ke luar negeri,” kata Jokowi.
Melihat fakta Perjanjian yang ditandatangani Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter dan Menkum HAM Indonesia Yasonna Laoly pada Senin, 4 Februari 2019, ini tampaknya sengaja “diplintir” sebagai “Kesepakatan Pencairan Dana Koruptor”. (M. Toha)
*** ')}