Rusuh Papua, Waspadai Para Pengail di Air Keruh

Soal adanya kelompok yang kemungkinan menunggangi aksi dan meradikalisasi massa ini kelihatannya tidak mengada-ada. Ada tanda-tanda yang sangat jelas, upaya membenturkan antar-elemen anak bangsa.

Oleh : Hersubeno Arief

Jakarta, FNN - Kerusuhan yang terjadi di Papua Barat menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa aksi yang semula berlangsung damai itu tiba-tiba berubah rusuh. Massa bahkan sampai membakar Gedung DPRD.

Mengapa kerusuhan yang dipicu oleh perlakuan rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Malang, dan Surabaya justru meledak di Manokwari dan Sorong, Papua Barat. Bukan di Jayapura, Papua yang selama ini dikenal sebagai hot spot?

Di Jayapura juga terjadi aksi massa. Jumlahnya cukup besar. Namun berlangsung damai. Mereka hanya melakukan orasi. Tidak ada kerusuhan.

Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan curiga ada penumpang gelap. Mereka memanfaatkan situasi. “Dari awal adik-adik mahasiswa dan masyarakat yang tergabung ini, dalam koridor damai sebenarnya.

Mereka baru bergerak menuju DPRD, ternyata sudah terbakar,” ujarnya.

Soal adanya kelompok yang kemungkinan menunggangi aksi dan meradikalisasi massa ini kelihatannya tidak mengada-ada. Ada tanda-tanda yang sangat jelas, upaya membenturkan antar-elemen anak bangsa.

Tiba-tiba saja video Ustadz Abdul Somad (UAS) yang disebut menghina salib dan patung Jesus menjadi viral. Sejumlah elemen umat Nasrani melaporkannya ke polisi. Padahal ceramah UAS itu terjadi tiga tahun lalu. Ceramahnya juga berlangsung secara internal.

Bersamaan dengan itu ceramah sejumlah pendeta yang menghina Nabi Muhammad SAW dan umat Islam juga beredar dengan cepat di medsos. Nampak sekali ada upaya memprovokasi agar umat Islam marah.

Ustadz Haikal Hassan Baraas mengaku mendapat banyak kiriman dan minta diviralkan.

Ini jawaban saya: "Anda ini mau melihat Indonesia hancur karena perang agama?" STOP!!! Laporkan ke @BareskrimPolri! Bukan sosmed !!" kata Haikal diakunnya.

(Membenturkan FPI)

Pada kasus perlakuan rasisme terhadap mahasiswa di Surabaya, sangat jelas ada upaya membenturkan antar-kelompok masyarakat.

Di medsos FPI bersama Pemuda Pancasila disebut-sebut sebagai pelaku rasisme terhadap mahasiswa Papua.

Dari kronologi yang disampaikan oleh mahasiswa Papua yang terjebak di Asrama tidak ada penjelasan FPI terlibat.

Video-video yang beredar, baik dari dalam dan luar asrama, sangat jelas ucapan rasisme itu terjadi saat sejumlah anggota TNI, Polri dan sejumlah orang berpakaian preman mengepung Asrama. Namun tidak jelas siapa yang mengucapkan.

Portal CNN. Com membuat berita dengan Judul : Asrama Papua di Surabaya Digeruduk Massa Beratribut FPI.

Bila kita baca beritanya lebih teliti, judul berita tersebut jelas merupakan pemelintiran. “Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com di lokasi, dari ratusan massa yang memadati depan asrama mahasiswa itu, ada yang mengenakan atribut ormas Front Pembela Islam (FPI) dan Pemuda Pancasila (PP). Namun, sebagian besar dari mereka mengenakan pakaian bebas.”

Dalam berita tersebut benar ada foto satu orang yang mengenakan seragam FPI membelakangi kamera, dan satu orang lainnya mengenakan pakaian dan kupluk warna putih. Jadi setidaknya ada dua orang. Bukan massa seperti disebut dalam judul.

Berita CNN kemudian di-buzz oleh Permadi Arya atau lebih dikenal sebagai Abu Janda dan politisi PSI Guntur Romli.

Permadi Arya@permadiaktivis Aug 19

“gara2 FPI geruduk asrama Papua di Surabaya.. sekarang warga Papua marah tidak terima sampai rusuh bakar2an.”

“jadi pertanyaannya: APA manfaat ormas FPI sebenarnya? selain geradak geruduk warung, rumah ibadah, agama & etnis minoritas picu konflik horisontal?”

Mohamad Guntur Romli@GunRomli Aug 19

“Hanya info dr medsos lngsung geruduk asrama Papua dgn tuduhan bendera Merah Putih dibuang kmudian menjalar pd kekerasan & rasisme, akhirnya hari ini ada demo di Papua #TolakRasisme #KitaPapua.”

“Asrama Papua di Surabaya Digeruduk Massa Beratribut FPI”

Isu itu menjadi tambah ramai karena media mengutip pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe yang memprotes Gubernur Jatim Khofifah.

Sejumlah media membuat judul yang provokatif. Jaringan TribunNews.com misalnya membuat judul : Gubernur Lukas Enembe: Kenapa Tak Terjunkan Banser untuk Bela Mahasiswa Papua yang Dipersekusi.

Dari judul-judul media dan akun buzzer dari dua kelompok yang berseberangan, sangat jelas ada upaya-upaya membenturkan, atau setidaknya memprovokasi. FPI Vs Banser!

Apakah media dan para buzzer ini secara sengaja dan sadar melakukan hal itu, atau hanya sekedar terbawa eforia dan semangat permusuhan yang sudah menjadi kesumat? Imbas dari Pilkada DKI 2017 dan kemudian berlanjut ke Pilpres 2019.

Isu Papua ini tidak boleh dibuat main-main karena bisa membakar kohesi bangsa Indonesia. Apalagi kalau sudah membawa-membawa sentimen agama, ras, suku, dan antar-golongan (SARA).

Belum lagi jika bicara kepentingan politik global. Sangat jelas ada kekuatan global yang berkepentingan agar Papua tetap rusuh dan menjadi perhatian dunia internasional.

Kelompok separatis the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengklaim telah menyerahkan petisi menuntut referendum kemerdekaan Papua Barat kepada Ketua Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pemimpin ULMWP Benny Wenda mengklaim petisi itu ditandatangani 1.8 juta orang, atau sekitar 3/4 rakyat Papua.

Di Jayapura seorang orator perempuan meneriakkan referendum dan kemerdekaan Papua.

Perlu sikap bijak dari semua pihak untuk tidak bermain-main dengan api “kemerdekaan” Papua. Api yang bisa membakar rumah besar bernama Indonesia.

Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, orang Papua perlu didengar, diajak bicara, dirangkul dan diakomodasi aspirasi dan kepentingan. Bagaimanapun mereka adalah bagian dari anak bangsa.

Jangan hanya dikeruk kekayaannya, bersamaan dengan itu mereka dipinggirkan dan nasibnya diabaikan. End

378

Related Post