ENERGI

Mantan Menteri ESDM: RI Butuh Badan Pengelola Hulu Migas Independen

Jakarta, FNN - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengatakan Indonesia membutuhkan badan pengelola independen untuk menarik investasi hulu minyak dan gas (migas), mengingat negeri ini masih membutuhkan komoditas tersebut untuk memenuhi energi di masa depan. Badan khusus di luar pemerintah tersebut, lanjut dia, melakukan pengaturan, pengurusan, dan pengawasan, terhadap implementasi kebijakan pengelolaan migas yang dilandasi undang-undang. “Di masa depan perlu dipastikan kontrak kerja sama dengan KKKS dilakukan oleh badan khusus independen, bukan dengan pemerintah. Tujuannya, agar segala risiko bisnis tidak terkena kepada negara,” kata Purnomo pada Forum Group Discusion (FGD) "Tata Keloka Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagai Lokomotif Ekonomi yang Selaras dengan Kebutuhan Industri," di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah. Pada keterangan tertulis Undip, Sabtu, disebutkan pembicara lain yang tampil dalam acara itu adalah Dekan Fakultas Hukum Undip Retno Saraswati, Guru Besar Fakultas Hukum Undip Joko Priyono, dan Praktisi Hukum Migas Ali Nasir. Mantan Menteri ESDM itu menuturkan banyak kasus di masa lalu yang akhirnya membawa negara berhadapan dengan tuntutan pengadilan karena pemerintah terlibat dalam pengelolaan kontrak. Menurut dia, BPMIGAS (cikal bakal SKK Migas) yang lahir tahun 2001 sebetulnya cukup ideal karena merupakan lembaga independen, tidak termasuk dalam eksekutif dan bukan bagian dari BUMN yang menjalankan bisnis migas. “Ini baik untuk semua pihak, termasuk Pertamina sebagai BUMN. Terbukti ketika menjadi BUMN yang setara dengan KKKS, Pertamina berkembang dan labanya naik. BPMIGAS pun kemudian bisa mengawal industri hulu migas dengan baik, terbukti banyak proyek yang berhasil dilahirkan, misalnya Tangguh Train 1 sampai 3, juga pengembangan Lapangan Cepu yang kini memasok 30 persen produksi nasional,” kata Purnomo. Ketika menjadi Menteri ESDM, kata dia, usaha mengawal kelahiran BPMIGAS bukan perkara sederhana karena terjadi banyak pihak yang berkepentingan. Proses tarik-tarikan kepentingan terlihat masih terjadi ketika lembaga itu sudah lahir, terbukti empat kali lembaga itu menghadapi judicial review yaitu di tahun 2003, 2004, 2007 dan yang terakhir di tahun 2012. “Yang terakhir berhasil membuat BPMIGAS dibubarkan sehingga kemudian lahir SKK Migas yang hanya didasarkan pada Kepres. Ini sebetulnya aneh karena lembaga ini sudah berjalan selama 10 tahun dan punya prestasi. Dibubarkan oleh pihak-pihak yang tidak ada hubungannya dengan hulu migas,” kata Purnomo. Sementara itu Dekan Fakultas Hukum Undip Retno Saraswati, menyoroti langkah pemerintah yang belum juga menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2012 untuk membentuk badan pengelola hulu migas baru, padahal hampir 10 tahun. “Apa yang menjadi putusan MK ini seharusnya sudah final. Oleh karena itu harus segera ditindaklanjuti karena kita butuh kepastian dan kepatuhan hukum,” katanya. Pendapat senada dikemukakan Praktisi Hukum Migas Ali Nasir. Menurutnya masalah kepastian hukum menjadi sorotan investor karena bisnis hulu migas adalah bisnis jangka panjang. Sebelum membuat keputusan investasi, calon investor harus bisa membuat kalkulasi keekonomian suatu kegiatan atau proyek. Oleh karena itu pihaknya berharap, rencana DPR dan pemerintah membahas UU Migas baru harus memiliki tujuan menarik investor, slah satu yang harus diperhatikan adalah sanctity of contract di segala hal, termasuk pada rezim pajak yang diterapkan (assume and discharge), sehingga investor bisa mendapat kepastian. “Satu hal lagi, agar dipastikan perselisihan tidak masuk ke ranah pidana. Ini membuat investor ketakutan karena terkait kepastian hukum,” kata Ali. (sws)

ESDM: Realisasi Investasi Ketenagalistrikan 18,4 Persen

Jakarta, FNN - Kementerian ESDM mencatat realisasi investasi ketenagalistrikan masih terbilang minim dengan angka 1,82 miliar dolar AS atau setara Rp26,19 triliun pada kuartal I 2021, sedangkan target yang ditetapkan tahun ini 9,91 dolar AS. "Nilai 1,82 miliar dolar AS ini kalau dibandingkan target total 9,91 dolar AS itu hitungan saya 18,4 persen, jadi masih minim," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana di Jakarta, Jumat. Rida menjelaskan pandemi COVID-19 yang masih melanda banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, telah menghambat masuknya tenaga kerja asing, peralatan, dan material sehingga pekerjaan konstruksi mengalami keterlambatan. Selain itu permintaan listrik yang berkurang hingga penurunan kemampuan pendanaan PLN akibat penurunan penjualan listrik dari pelanggan non-subsidi, terutama industri dan bisnis. "Ada alasannya kenapa belum tercapai...karena COVID-19 masih melanda mengurangi pergerakan orang serta alat dengan sendirinya memperlambat pergerakan dolar, sehingga menyebabkan realisasinya seperti itu," kata Rida. Dari total realisasi investasi yang tercatat pada April 2021 pekerjaan konstruksi yang terus bergerak terdiri dari proyek pembangkit sebesar 1,01 miliar dolar AS atau setara Rp14,51 triliun dan proyek transmisi 340 juta dolar AS atau sekitar Rp4,87 triliun. Selanjutnya proyek gardu induk 180 juta dolar AS atau sekitar Rp2,65 triliun dan proyek distribusi mencapai 290 juta dolar AS atau setara Rp4,17 triliun. "Kita masih punya waktu untuk mendorong realisasi agar subsektor ketenagalistrikan ini, juga bisa berkontribusi terhadap pencapaian investasi secara nasional," kata Rida. Dalam upaya meningkatkan realisasi investasi ketenagalistrikan tersebut pemerintah akan meningkatkan kemudahan masuknya tenaga kerja asing maupun peralatan dari luar negeri dengan menerbitkan Surat Keterangan Proyek Strategis Nasional, menyelesaikan masalah pembebasan lahan hingga renegosiasi kontrak PLN dengan perusahaan listrik swasta untuk perpanjangan Commercial Operation Date (COD). Pemerintah juga berupaya meningkatkan permintaan listrik melalui koordinasi percepatan pertumbuhan potensi permintaan listrik baru di kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, kawasan pariwisata strategis nasional, sentra kelautan dan perikanan terpadu, serta smelter. Tak hanya itu, pemerintah juga mendorong peningkatan kemampuan pendanaan PLN melalui pemberian kompensasi tarif dan peningkatan pendanaan Penyertaan Modal Negara (PNM).

ADPM Kuatkan Posisi BUMD Gali Potensi Migas Daerah

Bandung, FNN - Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) M Ridwan Kamil mengatakan BUMD harus dilibatkan dalam mengakselerasi serta menguatkan potensi migas dan energi daerah. “Untuk merumuskan rencana kerja kami di tahun ini dan juga tahun mendatang organisasi ADPMET akan memperjuangkan keadilan daerah,” kata Ridwan Kamil dalam siaran pers Humas Pemprov Jabar, Kamis. ADPMET menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, untuk menyamakan persepsi tentang potensi-potensi yang berkaitan dengan migas. Menurut Ridwan Kamil yang akrab disapa Kang Emil ini, bahwa hal utama yang dibahas dalam Rakernas ADPMET ialah memberikan kewenangan kepada BUMD untuk mengelola perusahaan di bawah Pertamina yang bekerja tidak maksimal. “Salah satunya mengupayakan ladang-ladang marjinal yang sudah tidak maksimal di Pertamina dan perusahaan yang lain untuk dikelola oleh BUMD daerah,” ujarnya. Menurutnya hal tersebut terbilang mudah dikatakan tapi membutuhkan waktu dalam mengimplementasikannya di lapangan. “Ini terlihat mudah diucapkan tapi perjuangannya luar biasa. Tapi nanti kesejahteraannya bisa menetes ke daerah-daerah secara langsung,” katanya. Selain itu, Kang Emil juga akan mencoba menguatkan pembagian hasil saling menguntungkan dari investor. “Kita memperjuangkan juga bagi hasil, karena baru Jabar dan Kalimantan Timur yang berhasil mendapatkan bagi hasil dari investor namanya participating interest 10 persen,” katanya. “Berkisar ratusan miliar alhamdulillah, tapi provinsi daerah lain belum. Kita akan berbagi perjuangan Sila Kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tambahnya. Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Daru mengatakan rakernas ADPMET digelar guna menyamakan persepsi tentang potensi-potensi yang berkaitan dengan migas untuk kemaslahatan masyarakatnya. “Jadi saya sudah sampaikan bahwa seyogianya sumber daya alam itu menjadi linier dengan kesejahteraan masyarakat,” kata Deru. “Butuh kekuatan dan dorongan untuk bersatu di antara penghasil migas dan insyallah nanti pangan agar ini dapat terasa manfaatnya bagi masyarakat,” katanya. Direktur Utama PT Migas Hulu Jabar (MUJ) Begin Troys mengatakan, kepemilikan PI untuk setiap daerah melalui BUMD merupakan peraturan yang berlaku dalam pengelolaan industri migas nasional. Bersama dengan operator pengelola wilayah kerja migas, BUMD bisa belajar dalam mengelola PI sehingga daerah bisa mendapatkan tantangan pengembangan usaha energi lainnya termasuk energi baru terbarukan (EBT). "Arahan dari pada Ketua APDMET (Ridwan Kamil) bahwa sumber daya alam itu bisa sejalan untuk kesejahteraan dan keadilan masyarakat. Sehingga kita sebagai BUMD harus membuka akses energi bagi masyarakat dengan pengelolaan potensi energi yang dimiliki dari setiap wilayah," kata Begin yang juga merupakan Koordinator BUMD ADPMET. (ant)

Mobil Listrik Bisa Isi Daya di 7-Eleven

Jakarta, FNN - Pengendara mobil listrik (EV) bakal bisa mengisi daya baterai mobilnya di toko 7-Eleven, dan jaringan ritel ini akan menyiapkan sedikitnya 500 port Direct Current Fast Charging (DCFC) di 250 toko dimulai dari AS dan Kanada pada akhir 2022. Dimiliki dan dioperasikan oleh 7‑Eleven, port DCFC baru akan meningkatkan opsi pengisian daya yang nyaman untuk pengemudi EV dengan menambah 22 stasiun pengisian daya perusahaan yang ada di 14 toko di empat negara bagian. Setelah ekspansi ini selesai, perusahaan akan memiliki salah satu sistem pengisian cepat terbesar dan paling kompatibel dari pengecer mana pun di AS. "7‑Eleven selalu menjadi pemimpin dalam ide dan teknologi baru untuk melayani kebutuhan pelanggan kami dengan lebih baik,” kata Presiden dan CEO 7‑Eleven Joe DePinto, dalam pernyataan resmi, dikutip Rabu. DePinto mengatakan bahwa langkah ini akan membantu mempercepat adopsi kendaraan lisrik dan bahan bakar alternatif yang lebih luas. Selain itu, perusahaan itu baru-baru ini “menggandakan” komitmen awalnya dan berjanji untuk memenuhi 50 persen pengurangan emisi CO2 pada tahun 2030. 7‑Eleven menetapkan tujuan keberlanjutan yang ambisius dan terukur pada tahun 2016 sebagai bagian dari komitmen perusahaan untuk mengoperasikan bisnis berkelanjutan secara global. Untuk membantu mengatasi tantangan yang diciptakan oleh perubahan iklim, perusahaan berencana untuk mencapai pengurangan 20 persen emisi CO2 dari tokonya pada tahun 2027. 7‑Eleven telah mencapai tujuan pengurangan 20 persen pada tahun 2019, delapan tahun lebih cepat dari jadwal. Pengurangan CO2 ini sama dengan karbon yang diserap oleh lebih dari 349.000 hektar hutan AS dalam satu tahun. 7‑Eleven meningkatkan keberlanjutannya dengan mencari solusi energi terbarukan untuk tokonya di seluruh negeri. Perusahaan membeli 100 persen energi angin untuk lebih 800 toko Texas dan 300 toko Illinois. Pembelian energi terbarukan tambahan termasuk 150 toko menggunakan tenaga air di Virginia, serta 300 toko Florida yang didukung oleh energi surya. (ant)

PLTU Berbasis Batu Bara Harap Segera Ditinggalkan

Jakarta, FNN - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta penghapusan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari batu bara dan menggantinya dengan energi baru dan terbarukan (EBT) bukan sekadar wacana, namun harus diwujudkan. "Niat tersebut sudah harus tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, yang sampai hari ini belum diterbitkan," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu. Mulyanto mengatakan Fraksi PKS setuju dengan catatan, pemerintah menghapus secara bertahap rencana pembangunan pembangkit listrik batu bara ini dari RUPTL. Hal ini sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang menargetkan energi dari sumber EBT sebesar 23 persen dari bauran energi pada 2025. "Kita setuju itu, namun bukan tanpa catatan," ujarnya. Menurut Mulyanto, penghapusan pembangkit batu bara dan pencapaian EBT yang semakin tinggi itu haruslah tidak menjadi alasan bagi kenaikan tarif listrik (TDL). Selain itu, ujarnya, penghapusan pembangunan PLTU secara bertahap itu juga jangan sampai membebani PT PLN (Persero) dengan mendorong mekanisme harga EBT yang lebih kompetitif dan sehat. Mulyanto mengatakan saat ini, PLN menemui kendala dalam upaya mengejar target porsi bauran EBT 23 persen. Apalagi, lanjutnya, mayoritas kontrak dengan pengembang swasta (independent power producer/IPP) dan pihak ketiga lainnya menggunakan asumsi pertumbuhan listrik yang tinggi. Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pemerintah menjamin perencanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan mengedepankan pembangkit EBT. "Kami menargetkan dalam 10 tahun ini termasuk 2021, kurang lebih ada 41 ribu megawatt tambahan pembangkit," kata Rida. Khusus tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 8.915 MW yang terdiri atas batu bara mulut tambang 4.688 MW, gas 3.467 MW, diesel 22 MW, dan EBT 737 MW dari air, panas bumi, biohibrid, dan matahari. Rida menambahkan dari 41 ribu MW itu, sebanyak 34.528 MW telah selesai didiskusikan dengan PLN, sementara 6.439 MW masih dalam tahap diskusi lanjutan. Dalam penyusunan RUPTL satu dekade ke depan itu, pemerintah masih mengedepankan pembangunan pembangkit fosil ketimbang EBT dengan komposisi 52 persen berbanding 48 persen. (sws/ant)

Menggugat Penjajahan Negara & TKA China di Industri Nikel (Bag-2)

by Dr. Marwan Batubara Jakarta FNN - Ironi dan nestapa seputar industri nikel nasional terlalu banyak untuk ditulis. Umumnya membuat perut mual. Ada eksploitasi cadangan tanpa kontrol, larangan ekspor mineral mentah yang pro asing, kebijakan harga patokan mineral (HPM) pro smelter China, manipulasi pajak, dan manipulasi tenaga kerja asing (TKA) China. Jika anda mual, jangan diam. Mari kita advokasi bersama-sama. Kali ini IRESS menulis seputar TKA China yang sangat banyak melanggar hukum. Merugikan negara dan merampas hak rakyat untuk bekerja. Meski sudah banyak digugat berbagai lembaga atau perorangan, termasuk Ombudsman, anggota DPR, serikat-serikat Pekerja, pakar-pakar, serta pimpinan partai dan ormas, masalah TKA China tetap saja berjalan lancar tanpa perbaikan atau tersentuh hukum. Mengapa demikian? Karena ada oligarki penguasa yang melindungi dan ikut investasi dengan para konglomerat dan investor China. Mereka mendapat berbagai pengecualian dengan dalih sebagai penarik investasi/PMA, penggerak ekonomi nasional dan daerah, serta status sebagai proyek strategis nasional (PSN). Namun di sisi lain, dengan berbagai perlindungan dan status tersebut, investasi oligarki dan China ini seolah berjalan di bebas hambatan. Bebas dari rambu-rambu hukum, bahkan kebal hukum. Mari kita cermati lebih seksama. Jumlah TKA China yang masuk Indonesia, terutama pada industri nikel dan bauksit (menghasilkan alumina) telah mencapai ratusan ribu orang. Wilayah yang menjadi tujuan minimal Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Riau. Untuk kasus TKA China ini, perhatikan bebagai pelanggaran yang terjadi sejak 2019 hingga sekarang. Pertama, mereka bebas masuk saat larangan kedatangan orang asing berlaku selama pandemi Covid-19. Ada 10.482 TKA yang masuk selama pandemi-19. Padahal Menaker telah mengeluarkan Surat Edaran M.1.HK.04/II/2020 pelarangan sementara penggunaan TKA asal China akibat wabah Covid-19 sejak Februari 2020. Antara Januari-Februari 2021, ada 1.460 TKA China yang masuk. Ini jelas bertentangan dengan kebijakan Presiden Jokowi sendiri yang melarang masuknya warga asing mulai Januari 2021. Presiden hanya basa-basi? Kedua, sebagian besar mereka masuk Indonesia menggunakan visa 211 dan 212, yaitu visa kunjungan yang tidak bersifat komersial. Bukan visa untuk bekerja. Masa berlaku Visa 211 dan 212 maksimum 60 hari. Visa kunjungan tersebut telah disalahgunakan untuk berkeja berbulan-bulan atau tahunan, dan jumlah penggunanya bisa sampai puluhan ribuan TKA China. Ketiga, TKA China yang akan bekerja di Indonesia perlu mendapat visa 311 dan 312. Namun hal ini sengaja dihindari karena perlu memenuhi berbagai syarat seperti skill, waktu dan biaya pengurusan, serta pengenaan pajak. Ternyata para pemberi kerja, pemerintah dan para TKA sengaja menghindari penggunaan visa 311 dan 312. Rekayasa dan konspirasi ini jelas pelanggaran hukum yang serius. Keempat, mayoritas TKA China yang dipekerjakan hanyalah lulusan SD, SMP dan SMA, serta bukan tenaga terampil sesuai aturan pemerintah.T tetapi pekerja kasar. Ini jelas-jelas melanggar aturan dan merampok hak tenaga kerja pribumi mendapat pekerjaan. Padahal Permenaker No.10/2018 antara lain mengatur syarat TKA. 1). Memiliki pendidikan sesuai kualifikasi. 2). Memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja 5 tahun. 3). Mengalihkan keahlian kepada Tenaga Kerja Pendamping. 4). Memiliki NPWP bagi TKA. 5). memiliki ITAS (Izin Tinggal Terbatas) untuk bekerja, diterbitkan instansi berwenang. 6). Memiliki kontrak kerja untuk waktu tertentu dan jabatan tertentu. Pada smelter milik PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), dipekerjakan TKA lulusan SD 8%, SMP 39% dan SMA 44%. Lulusan D3/S1 hanya 2% dan berlisensi khusus 7%. Kondisi lebih parah terjadi pada perusahaan smelter milik PT Obsidian Stainless Steel (OSS) yang mempekerjakan TKA lulusan SD 23%, SMP 31% dan SMA 25%. Lulusan D3/S1 17% dan TKA berlisensi khusus 4%. Para TKA China di VDNI dan OSS, Morosi Sulawesi Tengah ini, sejak awal tidak jelas tentang jenis visa yang digunakan, fungsi dan jabatan pemegang visa. Hal ini melanggar Pasal 38 UU No.6/2011 tentang Keimigrasian. Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) pernah berdalih TKA China perlu didatangkan karena tenaga kerja lokal tidak memenuhi syarat. Kata LBP lebih lanjut, "kita lihat banyak daerah-daerah (penghasil) mineral kita pendidikannya tidak ada yang bagus. Jadi kalau ada banyak yang berteriak tidak pakai (tenaga kerja) kita, lah penduduk lokalnya saja pendidikannya enggak ada yang bagus. Misalnya saja matematika rendah" Selasa (15/9/2020). Dalih LBP yang membela perusahaan China yang didukung oligarki di atas sangat sumir, manipulatif sekaligus menyakitkan. Tenaga lokal lulusan SMA, D3 dan S1 tersedia melimpah di Sulawesi dan Jawa. Apalagi sekedar lulusan SD, SMP dan SMA. Padahal faktanya VDNI mempekerjakan TKA lulusan SD 8%, SMP 39% dan SMA 44%. Sedang di OSS, TKA lulusan SD mencapai 23% dan SMP 31%. Inilah salah satu bentuk perlindungan pejabat negara kepada perusahaan asing China, sekaligus fakta perendahan martabat dan kemampuan bangsa sendiri. Kelima, meskipun bekerja di Indonesia, gaji TKA China lebih besar signifikan dibanding gaji pekerja pribumi. Hal ini mengusik rasa keadilan, sekaligus penghinaan terhadap rakyat sendiri. Pada smelter VDNI, persebaran gaji bulanan sekitar 27% TKA menerima Rp 15 juta - Rp 20 juta; 47% menerima Rp 21 juta - Rp 25 juta; 16% menerima Rp 26 juta - Rp 30 juta; 5% menerima Rp 31 juta - Rp 35 juta, dan 4% menerima 36 juta-Rp 40 juta. Hal hampir sama terjadi pada smelter OSS. Mayoritas TKA lulusan SD, SMP dan SMA. Namun memperoleh gaji BESAR dengan sebaran antara Rp 15 juta hingga Rp 35 juta. Untuk jenis pekerjaan yang sama, gaji TKA China ini jauh di atas gaji pekerja pribumi lulusan SD-SMA, yang hanya berkisar antara Rp 4 juta hingga Rp 15 juta. Jumlha tersebut sudah termasuk lembur. Nasib pekerja lokal dan nasional di smelter-smelter milik China dan sahabatnya konglomerat oligarkis Indoneia memang tragis. Sudahlah kesempatan kerjanya dibatasi atau dirampok TKA China, gaji pun umumnya super rendah dibanding gaji TKA China. Kita terjajah di negeri sendiri. Keenam, pembayaran gaji para TKA China dilakukan oleh sebagian investor di China daratan. Uang dari gaji tersebut tidak beredar di Indonesia. Tidak ada uang masuk ke Indonesia. Hal ini jelas merugikan ekonomi nasional dan daerah yang mengharapkan adanya perputaran ekonomi, peningkatan PDRB dan nilai tambah dari kegiatan industri nikel nasional ini. Mengharap nilai tambah apa, jika kesempatan kerja kasar bagi lulusan SD-SMA pribumi saja dirampok TKA China? Ketujuh, dengan pembayaran sebagian gaji TKA dilakukan di China, maka negara potensial kehilangan penerimaan pajak. Tidak ada jaminan VDNI, OSS dan sejumlah perusahaan smelter China lain di Indonesia, khususnya pada industri nikel dan bauksit membayar pajak. Negara berpotensi kehilangan pendapatan Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKPTKA) yang harus dibayar investor kepada pemerintah, yang akan tercatat sebagai PNBP. Apakah pemerintah dan lembaga terkait memahami potensi manipulasi dan kejahatan sistemik ini. Apakah pemerinrtah berani bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku? Jika masalah visa, pajak, DKPTKA dan tak jelasnya kontribusi bagi daerah penghasil ini terus berlangsung dan mendapat perlindungan pemerintah atas nama investasi (FDI), pertumbuhan ekonomi dan proyek strategis nasional, lalu negara dapat apa? Rakyat sendiri dipajaki, sementara sebagian perusahaan China dan konglomerat oligarkis bebas bayar pajak dan mendapat pula berbagai fasilitas yang melanggar aturan. Kapan ketidakadilan ini diakhiri? Di tengah terjadinya banyak PHK dan bertambahnya pengangguran yang memiskinkan puluhan juta rakyat Indoensia akibat pandemi, ratusan atau mungkin ribuan TKA China terus masuk setiap bulan. Terlepas dari berbagai pelanggaran yang terjadi pada industri tambang mineral, khusus isu TKA China, minimal kita menemukan tujuh masalah yang melanggar aturan, merampok hak pribumi dan merugikan keuangan negara seperti diurai di atas. Pelanggaran tersebut bukan saja direkayasa dan disengaja. Tetapi juga berjalan dengan sangat aman. Terkesan mendapat dukungan atau minimal perlindungan pemerintah. Karena itu, wajar jika rakyat menuntut agar perusahaan PMA seperti VDNI dan OSS diproses secara hukum dan siberi sanksi atas semua pelanggaran dan manipulasi yang dilakukan. Hal ini juga sekaligus untuk membuktikan pemerintah mampu bersikap adil, serta tidak pro investor China dan konglomerat oligarkis. Berbagai pelanggaran di atas berdampak pada hilangnya kesempatan bagi sebagian rakyat untuk bekerja di negara sendiri. Bahkan negara kehilangan kesempatan memperoleh penerimaan pajak dan PNBP triliunan rupiah. Kondisi ini merupakan hal yang harus dibuka terang-benderang dan diselesaikan sesuai hukum secara transparan, bermartabat dan berdaulat. Jika pelanggaran ini terus berlangsung, berhentilah meneriakkan kata “MERDEKA”. Karena faktanya NKRI sedang dijajah di negeri sendiri oleh China Bejing dan anteknya di Indonesia. Penulis adalah Direktur Eksekutif IRESS.

Chevron Licik, Mau Rampok Pertamina Rp 4,2 Triliun di Listrik

by Dr. Marwan Batubara Jakarta FNN - Presiden Jokowi dituntut segera membatalkan proses tender pembangkit listrik Rp 4,2 triliun milik Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) yang sedianya akan digunakan untuk operasi Blok Rokan oleh Pertamina sejak 8 Agustus 2021. Penghentian ini harus segera dilakukan karena melanggar hukum. Berpotensi merugikan keuangan negara triliunan rupiah. Merendahkan kedaulatan NKRI di hadapan asing dan para oligarki pemburu rente. DPR dan KPK dituntut segera menyelidiki Chevron Pacifik Indonesia (CPI) dan Chevron Standard Ltd (CSL) atas sikap dan pelanggaran yang dilakukan. KPK juga perlu segera menyelidiki keterlibatan konspiratif oligarki dan oknum-oknum pemerintah pada lembaga terkait, terutama Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas, yang membiarkan proses tender yang melanggar hukum dan Kontrak KKS tetap berlangsung. Pengelolaan Blok Rokan akan beralih kepada Pertamina pada 8 Agustus 2021 nanti setelah dioperasikan CPI sejak 8 Agustus 1970. CPI (dulu bernama Caltex) telah menambang minyak di Blok Rokan (lapangan-lapangan Minas, Duri dan Bekasap) sejak 1924. Cadangan Blok Rokan saat ditemukan sekitar 6 miliar barel. Namun sebagian besar sudah terkuras. Untuk mengeluarkan minyak yang tersisa dari sumur-sumur perlu suntikan air atau uap (secondary recovery) atau zat kimia (tertiary recovery, EOR). Listrik adalah fasilitas utama untuk operasi lapangan dan penyuntikan uap ke sumur-sumur Blok Rokan. Untuk itu Blok Rokan ditopang Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) North Duri Cogeneration (NDC) berkapasitas 300 Megawatt (MW), yang menghasilkan output berupa daya listrik 300 MW dan uap 3.140 MMBTU sekaligus. PLTG ini dikelola oleh MCTN dengan komposisi saham CSL sebesar 95% dan PT Nusa Galih Nusantara (NGN) sebesar 5%. CLS sendiri terafiliasi dengan Chevron Corporation. Belakangan diketahui, saat alih kelola Blok Rokan 8 Agustus 2021 yang akan datang, PLTG milik MCTN tidak termasuk bagian aset yang ditransfer dari CPI kepada Pertamina. Chevron tidak ingin mentransfer aset PLTG tersebut secara cuma-cuma dengan menyatakan bahwa aset tersebut tidak masuk dalam aset hulu migas yang dialih-kelola ke Pertamina. Karena itu CPI menyatakan berhak melelang pembangkit tersebut kepada penawar tertinggi. Padahal, jika pasokan listrik dan uap PLTG NDC tidak tersedia, maka produksi minyak Blok Rokan akan terhenti. Dengan asumsi rata-rata produksi Blok Rokan 165.000 barel per hari, harga crude rata-rata pada April 2021 USS 60 per barel dan kurs US$/Rp=14.000, maka potensi kehilangan penerimaan Pertamina sejak 8 Agustus 2021 mencapai Rp (165.000 x 60 x 14.000) = Rp 138,6 miliar per hari. Dalam tiga tahun penerimaan yang akan hilang sekitar Rp 5 triliun. PLN dan Pertamina Hulu Rokan (PHR) memang sudah menandatangani kontrak jual-beli listrik dan uap. Kontrak berjangka pendek selama masa transisi, dan berjangka panjang, setelah PLN selesai membangun jaringan transmisi penghubung ke sistem jaringan listrik Sumatera. Karena itu, selama masa transisi mau tidak mau PLTG yang dikelola MCTN harus tetap menyuplai listrik dan uap Blok Rokan, sampai PLN mampu menyuplai kebutuhan 3 tahun mendatang. Kasus listrik MCTN yang muncul saat alih-kelola dari CPI ke Pertamina tinggal beberapa bulan ini telah menyandera kelangsungan operasi Blok Rokan. Hal ini sekaligus akan mengancam pendapatan negara. Merugikan Pertamina dam menurunkan lifting nasional, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan impor crude/BBM. Menambah defisit neraca perdagangan dan menurunkan kurs kupiah. Karena itu Pemerintah dituntut untuk segera bertindak membatalkan proses tender pembelian MTCN Blok Rokan dari Chevron. Patut diguga ada mafia yang ikut memainkan listrik Blok Rokan ini sejak awal, sehingga tidak dimamasukan dalam aset yang harus diserahkan Cheron kepada Pertamina. Ada unsur kesengajaan Untuk itu, kasus ini agar segera dibawa ke rana hukum, karena hal-hal berikut. Pertama, sarana listrik NDC milik MCTN telah dibayar oleh negara melalui mekanisme cost recovery. sehingga tidak ada alasan bagi Chevron atau MCTN mengklaim tetap memiliki aset negara tersebut. Apalagi, selama beroperasi, pembangkit NDC berada di atas tanah negara dan MCTN tidak pernah membayar biaya sewa sesuai perjanjian. Kedua, saat ini Chevron masih terikat kontrak PSC Blok Rokan dengan Pemerintah atau SKK Migas. Sehingga Chevron tidak berhak secara hukum mentenderkan PLTG NDC secara sepihak kepada pihak manapun tanpa persetujuan Pemerintah. Mengapa Pemerintah dan SKK diam saja? Dicurigai ada oknum penguasa atau pengurus partai yang terlibat perburuan rente listrik Blok Rokan. Ketiga, sesuai konstitusi, PLN merupakan pemegang hak monopoli penjualan listrik domestik. Karena itu tidak ada hak bagi perusahaan swasta untuk menyuplai listrik (dan uap) Blok Rokan, termasuk swasta calon pemenang tender. Mengundang swasta untuk mengikuti tender listrik MCTN pada dasarnya sudah merupakan pelanggaran hukum yang fatal. Keempat, seandainya lelang tetap terjadi, nilai tender pembangkit NDC sebesar US$ 300 juta (sekitar 4,2 triliun) ini sangat tidak wajar. Sebab saat dibangun nilai NDC hanya US$ 190 juta (sekitar Rp 2,66 triliun) dan pembangkit ini sudah beroperasi selama 20 tahun. Sehingga nilai bukunya saat ini hanya tinggal beberapa juta dollar saja. Kelima, Chevron sengaja tidak membangun pembangkit sendiri, tetapi membiarkan pembangunan oleh perusahaan terafiliasi CPI, yakni MCTN. Sehingga hal ini memudahkan terjadinya transfer pricing guna memperoleh keuntungan besar. Tagihan listrik dari MCTN ke Chevron dapat mencapai US$ 80 juta per tahun. Negara telah dikadali dan dirugikan. Keenam, tender listrik MCTN sengaja dilakukan last minute, menjelang saat alih-kelola terjadi. Hal ini menunjukkan adanya iktikad buruk dari Chevron perburuan rente ditengah ketidak-berdayaan Pertamina untuk tetap mempertahankan produski migas Rokan. Prilaku yang sarat moral hazard ini merupakan pelecehan terhadap kedaulatan negara dan martabat bangsa. Ketujuh, proses tender berlangsung tertutup. Sarat konspiratif dan ditutup-tutupi guna memperoleh penawaran tinggi. Sementara itu, lembaga-lembaga terkait, terutama KESDM dan SKK Migas, tidak menjalankan tugas dan fungsi pengendalian dan pengawasan sesuai aturan, sehingga tender pembangkit NDC tetap berlangsung. Sikap pembiaran yang melanggar hukum ini perlu diselidiki dan diusut DPR dan KPK. Hal ini akan dibahas dalam tulisan terpisah. Memperhatikan hal-hal di atas, IRESS kembali mengingatkan dan menuntut Pemerintah, terutama Presiden Jokowi, untuk segera membatalkan proses tender PLTG milik Chevron MCTN. Karena melecehkan kedaulatan, merugikan keuangan BUMN/negara dan mengancam lifting nasional yang berujung pada defisit neraca perdagangan dan gangguan ekonomi nasional. Untuk itu, proses tender PLTG MDC yang sedang berlangsung saat ini harus dinyatakan tidak berlaku. Selain itu Presiden dituntut menjamin alih-kelola Blok Rokan dari CPI ke Pertamina secara mulus, lancar dan prudent. Termasuk menjamin penyerahan PLTG NDC dari MCTN kepada PLN secara cuma-cuma sesuai aturan berlaku. Alih-kelola harus bebas dari intervensi oknum-oknum pejabat Kemnetrian ESDM dan SKK Migas, serta oknum-oknum Partai Politik yang terlibat perburuan rente yang merugikan negara. Pemerintah pun harus bersikap tegas menghadapi setiap upaya licik, culas dan picik oligarki, termasuk pihak asing untuk memanfaatkan situasi ketidak-berdayaan BUMN (Pertamina dan PLN). Mereka berdalih atas nama mempertahankan lifting migas. Padahal misi utama berburu rente. Penulis adalah Dikrektur Eksekutif IRESS.

Sumber Migas Baru Ditemukan, Nelayan Sampang Tagih Janji!

by Mochamad Toha Surabaya, FNN - Seperti yang pernah saya tulis bahwa Pulau Madura Kaya Migas! “Saya sudah survei pulau-pulau di Indonesia, Madura itu terkaya,” ungkap seorang surveyor migas perusahaan asing di Balikpapan. Ia menyebut, Madura itu pulau terkaya dengan migasnya. Data Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menyebutkan, Pulau Madura memiliki sekitar 104 blok sumber minyak dan gas bumi (migas). Dan baru 12 blok diantaranya yang dieksploitasi. Blok ke-12 ini terletak di Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep. Kali ini, Petronas, perusahaan migas asal Negeri Jiran Malaysia melalui anak perusahaannya, Petronas Carigali North Madura II Ltd. berhasil menemukan cadangan minyak di Wilayah Kerja North Madura II, lepas pantai utara Kabupaten Sampang. Seperti dilansir Tempo.co, Rabu (24 Februari 2021 20:47 WIB), hal tersebut didapat saat melakukan pengeboran sumur Eksplorasi Hidayah-1 yang awalnya dimulai per 7 Januari 2021. Pengeboran sumur Hidayah-1 merupakan salah satu dari kegiatan komitmen pasti Wilayah Kerja North Madura II. Target kegiatan adalah menyentuh Formasi Ngimbang Carbonate, dengan besaran sumber daya inplace sebesar 158 juta barel minyak (MMBO). Adapun pada kegiatan pengeboran ini, kedalaman keseluruhan sumur Hidayah-1 berada pada kedalaman 2.739 meter. Setelah melakukan pengeboran berjalan 57 hari, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Petronas Carigali North Madura II Ltd. melakukan 1 interval drill steam test (DST). Hal ini dilakukan untuk mengetahui laju alir serta data reservoir pada Formasi Ngimbang dan berhasil menemukan hidrokarbon berupa minyak dengan lajur alir awal ~2.100 barel minyak per hari (BOPD). Saat ini, SKK Migas masih melakukan analisa akhir untuk menentukan jumlah sumberdaya. “Tetapi ini adalah temuan yang sangat menggembirakan setelah sebagian besar temuan kami berupa gas,” ungkap Deputi Perencanaan SKK Migas, Jaffee A. Suardin. Dikutip dari siaran pers SKK Migas di Jakarta, Rabu, 24 Februari 2021, Jaffee menyebutkan bahwa keberhasilan penemuan cadangan minyak itu tidak saja menggembirakan, juga akan memotivasi insan hulu migas. Untuk lebih bersemangat menemukan potensi migas di berbagai wilayah kerja di Indonesia. Selain itu, kata Jaffee, “penemuan cadangan minyak tersebut akan menjadi pondasi yang kokoh bagi upaya penemuan lainnya.” Hal ini penting karena pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus bersama-sama berkomitmen mewujudkan visi produksi 1 juta barel minyak dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) gas bumi pada 2030. Lewat anak usahanya, Petronas Carigali North Madura II Ltd, yang wilayah kerja itu dikelola sejak 2015 dan kontraknya berakhir pada 2045, Petronas menemukan cadangan minyak di wilayah kerja North Madura II di lepas pantai Madura, sebesar 158 juta barel. Lewat pengeboran sedalam 2.739 meter, ditemukan cadangan minyak di sumur Hidayah-1. Dari pengujian yang dilakukan, laju pengurasan minyak diperkirakan sebanyak 2.100 barel per hari. ”Saat ini kami masih menganalisis untuk menentukan berapa jumlah sumber daya minyak di sumur tersebut. Namun, temuan ini sangat menggembirakan setelah eksplorasi sebelumnya sebagian besar hanya berupa gas,” lanjut Jaffee. Ia menambahkan, penemuan itu akan mendukung target produksi minyak yang ditetapkan pemerintah sebesar 1 juta barel per hari pada 2030. Pada tahun yang sama, pemerintah juga menargetkan produksi gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD). ”Penemuan cadangan minyak di blok tersebut harus memberi manfaat bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat setelah cadangan itu bisa diproduksi,” kata Jaffee, seperti dikutip Kompas.com, Rabu (24 Februari 2021 15:28 WIB). Sebelumnya, dalam rapat kerja di Komisi VII DPR, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, tanpa ada penemuan baru berskala besar, sumber daya minyak mentah di Indonesia hanya cukup diproduksi kurang dari 10 tahun. Adapun sumber daya gas bumi cukup diproduksi sampai 20 tahun ke depan. Saat ini tingkat produksi minyak mentah Indonesia 700 barel per hari, sementara itu produksi gas bumi 6 BSCFD. Salah satu cara yang dilakukan untuk menaikkan minat investor hulu migas adalah dengan memberi keleluasan skema kontrak, apakah mau memilih gross split (bagi hasil berdasar produksi bruto) atau cost recovery (biaya operasi yang dapat dipulihkan). Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih menyebut, realisasi investasi hulu migas di Indonesia pada Januari 2021 sebesar 873,2 juta dollar AS atau sekitar 7 persen dari target investasi tahun ini. Realisasi investasi tersebut lebih baik dibandingkan dengan Januari 2020 yang sebesar 767,5 juta dollar AS. Tanpa ada penemuan baru berskala besar, sumber daya minyak mentah di Indonesia hanya cukup diproduksi kurang dari 10 tahun. Adapun sumber daya gas bumi cukup diproduksi sampai 20 tahun ke depan. Investasi itu untuk mendukung eksplorasi yang dikerjakan Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam, ENI East Sepinggan, Pertamina Hulu Kalimantan Timur, dan Pertamina Hulu Energi OSES. Selain eksplorasi, investasi itu juga untuk kegiatan pengembangan sumur. Mengacu data SKK Migas, nilai investasi hulu migas di Indonesia terus menurun sejak lima tahun lalu. Besaran investasi pada 2015 adalah 15,3 miliar dollar AS dan menurun menjadi 10,3 miliar dollar AS di 2017. Secara perlahan naik hingga menjadi 11,8 miliar dollar AS pada 2019. Pada 2020, realisasi investasi hulu migas 10,21 miliar dollar AS atau lebih rendah dari target 12,1 miliar dollar AS. Tahun ini, pemerintah menargetkan produksi siap jual (lifting) minyak 705.000 barel per hari dan lifting gas 1,007 juta barel setara minyak per hari. Pemerintah akan menghadapi tantangan berat dalam rangka mencapai target 1 juta barel per hari pada 2030. Eksplorasi harus digiatkan demi menemukan sumber cadangan minyak yang baru. Ditagih Nelayan Sekitar 158 nelayan pantura Sampang yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Terdampak (ANT) mempertanyakan realisasi pembayaran kompensasi alat tangkap (Rumpon) pada nelayan terdampak sumur Eksplorasi Hidayah-1 PC North Madura II Ltd. Seperti dikutip dari Lingkarjatim.com, Kamis (February 25, 2021), tercatat ada 279 rumpon terdampak yang sebelumnya dianggarkan Rp 1.674.000.000, oleh perusahaan asal Malaysia itu, diminta lebih terbuka dan transparan. Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan ANT, Muhlis. Ia mengungkapkan bahwa sampai saat ini, ganti rugi rumpon milik nelayan yang rusak atau hilang akibat aktivitas pengeboran tersebut masih belum beres. “Ada nelayan yang harusnya mendapat ganti rugi uang sebesar Rp 6 juta sesuai ketentuan, tapi masih menerima Rp 4 juta,” katanya. Pihaknya berharap Petronas melalui PC North Madura II Ltd, segera merealisasikan apa yang menjadi hak para nelayan yang terdampak tersebut. Terlebih, informasi yang berkembang, perusahaan pengeboran tersebut telah menemukan sumber minyak di sekitar rumpon berada. “Selain kami mensyukuri ketersediaan SDA ini, kami juga berharap pihak terkait untuk memenuhi permintaan masyarakat terdampak,” harapnya. Sebelumnya, Anggota Komisi II DPRD Sampang Agus Husnul Yaqin meminta agar semua aspirasi dan usulan yang disampaikan nelayan dalam audiensi tersebut bisa ditindaklanjuti oleh Petronas. Sehingga, hubungan antara Petronas dengan Pemerintah Daerah, utamanya dengan nelayan terdampak bisa terus terjalin dengan baik. Mulai dari ganti rugi rumpon, bantuan CSR hingga dana Partisipacing Interest (PI) yang wajib diterima Pemda. Sementara itu, Hendrayana perwakilan dari Petronas enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengatakan, jika semua aspirasi dan usulan yang disampaikan Aliansi Nelayan Terdampak (ANT) akan dibahas dalam rapat internal perusahaan. Rencananya pihak DPRD Sampang juga akan melaksanakan kegiatan workshop. Semua perwakilan nelayan dari Banyuates, Ketapang, dan Sokobanah akan diundang. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

PLN Jangan Menambah Kehancuran Negara

Skenario ini kabarnya ada benang merahnya terhadap rencana pencalonan presiden pada 2024. Artinya, kalau semua ini benar berarti berlatar berlakang politik, bukan kebutuhan by Ahmad Daryoko Jakarta FNN - JUJUR saja kalau kita bicara tentang Perusahaan Listrik Negara (PLN), sejatinya institusi tersebut kini cuma dipakai namanya saja alias sudah menjadi "proxy" (boneka). Berbagai kepentingan ada dibelakangnya, terutama "Oligarkhi" rezim guna membiayai "tambahan" cost dari berbagai elemen. Mulai dari parlemen, kementerian, aparat hukum, aparat auditor semacam Badan Pemerika keuangan (BPK ) atau Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan (BPKP) dan lainnya. Semua untuk mendukung kekuasaan, bahkan kalau bisa merancang kekuasaan penggantinya. Sehingga penguasaan sumber daya alam dan lain-lain tetap dipegang rezim yang sama atau keluarga, kelompok, partai yang sama dengan modus "demokrasi". Lingkaran di luar itu jangan berharap banyak untuk berkuasa kecuali ada suatu "turbulensi" luar biasa, skenario dari Yang Maha Kuasa. Nah, penulis akan menyampaikan terkait hal itu semua. Tiba-tiba seorang mantan Dirut PLN dengan semangatnya menelepon penulis. Intinya, ia menyampaikan bahwa saat ini ada "draft" RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) yang berisi antara lain pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uang (PLTU) batu bara ribuan MW. Ia bilang, instruksi ini berasal dari seorang pejabat pemerintah ring 1 presiden. Skenario ini kabarnya ada benang merahnya terhadap rencana pencalonan presiden pada 2024. Artinya, kalau semua ini benar berarti berlatar berlakang politik, bukan kebutuhan. Perlu diketahui, beberapa waktu yang lalu saja Menteri BUMN sudah berkirim surat menolak pembangunan proyek 35.000 MW ke Kepala BKPM dan Menteri ESDM karena sudah terjadi "over supply" kelistrikan. Kok sekarang ada petinggi negeri ini menginstruksikan sesuatu yang sudah "over supply"? Namun, perlu diketahui juga bahwa dalam setiap pembangunan PLTU IPP swasta, PLN diharuskan membayar 80% dari total daya per hari, meskipun PLTU tersebut tidak beroperasi alias tidur. Nah, dari peluang tersebut, masuk akal juga jika ada seorang "oknum" ring satu RI 1 menggalang kekuatan para pengusaha pembangkit (Lokal maupun Internasional) berkaitan dengan skenario Pilpres 2024. Dalam hal ini penulis hanya ingin menghimbau kepada Anda yang memiliki kekuasaan membuat Draft RUPTL "laknat" tersebut. Jika sinyalemen ini benar, segeralah menghentikan pembahasannya. Sebab, jika pembahasannya diteruskan hanya akan menambah kehancuran bangsa dan negara ini semakin dalam. Penulis adalah Koordinator INVEST.

Perlu Diwaspadai Laporan Keuangan PLN 2020

by Ahmad Daryoko Magelang, FNN - Mari kita cermati besaran angka-angka keuangan PLN 2020 dari berbagai sumber di bawah ini, antara lain : Sesuai berita CNBC.Indonesia.com 15 Oktober 2020 seorang Direksi PLN mengatakan PLN akan untung Rp 10 triliun pada 2020. Tidak lama kemudian sesuai pemberitaan cnnindonesia.com tanggal 23 Oktober 2020 Melissa Brown pengamat kelistrikan dari Institute Economy for Energy Financial Analysis (IE2FA) mengatakan bahwa PLN perlu subsidi Rp 170,2 triliun untuk 2020. Kemudian disusul oleh statement Kepala Satuan Kebijakan APBN Kemenkeu (yang dilansir Repelita Online 8 Nopember 2020) bahwa 2020 PLN membutuhkan subsidi Rp 200,8 triliun. Dan yang terakhir seorang pengamat ekonomi energi, Sunarsip melalui Republika 18 Januari 2021 mengatakan bahwa subsidi listrik 2020 hanya Rp 51,82 triliun. Kesimpulan Terjadi kesimpangsiuran pemberitaan terkait berapa sebenarnya subsidi listrik 2020 kemarin? (setelah kelistrikan 90% dikuasai swasta aseng/asing yang ber konspirasi dengan Luhut B Pandjaitan, Erick Tohir, Jusuf Kalla, Dahlan Iskan, Taipan 9 Naga dll). Memang tagihan listrik belum melonjak bahkan golongan-golongan tertentu cenderung turun. Itu karena tarif listrik disubsidi pemerintah dengan cara hutang. Namun dengan dikuasainya kelistrikan oleh swasta, maka pemerintah tidak bisa mengontrol lagi "biaya operasi" dari Liswas tersebut! Artinya swasta bisa terapkan ekonomi Kapitalis yaitu "cost" serendah mungkin dan "keuntungan" setinggi mungkin. Memang nanti angka acuan resmi adalah Laporan Keuangan PLN (biasanya dalam bentuk Laporan Statistik PLN) yang sampai saat ini belum selesai. Namun dari berita simpang siur terkait angka keuangan PLN 2020 di atas diindikasikan akan terjadi "manipulasi" angka-angka operasional kelistrikan! Mengingat bila diketahui bahwa benar benar pemerintah telah menggelontorkan subsidi sampai Rp 200,8 triliun (menggelembung 400% dari biasanya) yang ternyata hanya dinikmati oleh oligarkh "oknum" pejabat di atas, maka pasti akan menimbulkan gejolak sosial (meskipun tagihan listrik tidak naik). Bisa jadi dilaporkan bahwa subsidi hanya kecil meskipun berasal dari hutang LN yang "super jumbo" ! Lagi pula siapa yang mampu cek jumlah hutang LN saat ini ? Berita pun simpang siur ada yg bilang Rp 10.700 triliun, ada yang bilang Rp 7.600 triliun , ada yang bilang Rp 5000 triliun . Mana yang benar ? Lembaga keuangan pun bisa jadi sudah masuk dalam "jajaran oligarki" guna sama-sama memperkuat agar rezim tidak goyah! Rakyat ujung+ujungnya hanya menerima "getah" nya saja. Persis saat NKRI punya hutang LN sebesar USD 132 Miliar di masa lalu, kemudian muncul LOI Oktober 1997 dan dampaknya terjadi Amandemen UUD 1945 dan bahkan dampaknya terjadi sampai saat ini (seperti terjadinya liberalisasi kelistrikan dan penjualan PLN ke swasta spt saat ini). Apakah kemudian akan terjadi dampak yang lebih drastis lagi , karena saat ini sudah habis+habisan akibat LOI sebelumnya? Misal terjadi "Balkanisasi" Indonesia? Dan Indonesia barat diserahkan ke China sebagai bagian dari OBOR (One Belt One Road) dan Indonesia Timur ke AS dan barat sebagai bagian dari "Globalisasi"? Innalillahi wa Inna illaihi roojiuunn !! Penulis adalah Koordinator INVEST.