LUAR-NEGERI

Anomali Pilkada 2020 Versus Penanggulangan Corona

by Apriliska Lattu Titahena Ambon FNN – Jum’at (28/08). Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur, Bupati dan Walikota. Ini tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Pilkada merupakan sarana kedaulatan politik rakyat. Begitulah sebuatan bahasa kerennya untuk pegiat demokrasi. Pilkada pertama kali diselenggarakan pertengahan tahun 2005 lalu. Sehingga pembiacaraan terkait penyelenggaraan hajatan demokrasi yang bernama pilkada ini sudah hangat-hangatnya sejak 15 tahun lalu. Apalagi menjelang hari penetuannya. Para pendukung dan pengamat politik ramai memprediksi kemenangan mereka yang bertarung di Pilkada. Dalam tahun 2020 ini juga akan diselenggarakan pilkada serentak. Sesuai Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Nomor 258/PL.02-kpt/01/KPU/VI/2020 Tentang Penetapan Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota serentak lanjutan tahun 2020. Pelaksanaan Pilkada 2020 didasarkan pada ketentuan Pasal 122A ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang perubahan ketiga UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014. Penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 diperkirakan menimbulkan berbagai polemik. Apalagi Negara masih diperhadapkan dengan pandemi corona yang cenderung meningkat. Bukankah pelaksanaan pilkada ini untuk menjaga elektabilitas negar? Padahal ancaman pandemi corona masih terus menghantui kehidupan berneraga sampai hari ini. Bayangkan saja, ada 106 juta pemilih di 207 daerah yang akan melakukan pesta demokrasi tersebut. Kemungkinan besar untuk penyebaran virus corona dapat terjadi secara masal. Tentunya peningkatan korban terpapar corona justru semakin tinggi. Sehingga, penanggulangan corona akan semakin sulit dikendalikan. Malah bisa makin bertambah. Jika masih bersikukuh Pilkada tetap diselenggarakan. Maka harus ada jaminan dalam menekan segala kemungkinan penyebaran corona yang akan terjadi. Kita hanya berandai-andai saja, bahwa solusi yang ditawarkan penyelenggara adalah pilkada dilakukan secara daring dalam bentuk vote. Sudah tentu ini tidaklah efektif dan efesien. Dana Pilkada Untuk Pendidikan Dalam melaksanakan pilkada, tentunya negara harus mengeluarkan fundi-fundi rupiah yang tidak sedikit. Terhitung uang negara Rp 9 triliun lebih yang harus dikeluarkan untuk membiayai pilkada 2020. Anggaran sudah dibekukkan dan dipastikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri. Sedangkan secara nyata pada masa pandemi corona, negara mengalami krisis ekonomi akibat anjloknya perekonomian. Negara terlihat kesulitan keuangan. Untuk membayar Alat Pelindung Diri (APD) kepada perusaahan tekstil yang memproduksi saja, banyak yang belum dibayat oleh pemerintah. Negara kesulitan keuangan itu terjadi pada saat Pilkada 2020 Desember nanti. Hal ini dijelaskan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam town hall meeting tahun 2020 pada tanggal 19 juni lalu. Beliau Menkeu mengajak seluruh jajaran Kementrian Keuangan untuk membicarakan peran penting kementeriannya dalam menjaga pemulihan ekonomi saat terjadinya pandemi corona. Terkait dengan alokasi dana pilkada Rp. 9 triliun yang sudah dibekukan tersebut, ada baiknya dialihkan untuk penanganan corona. Memang sudah terlalu banyak kebijakan yang dibuat dalam upaya penanggulan virus yang menjadi masalah global ini. Namun sampai hari ini, masalah pendemi corona masih tetap menjadi momok yang menakutkan serta mengancam kestabilan negara. Menghadapi kenyataan ini, tentu pengalokasian dana pun harus untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pastinya, harus mendukung tujuan bernegara. Tujuan bernegara itu dapat kita baca di pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Salah satu tujuan yang wajib mendapat perhatian khusus saat ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, negara memang masih dihadapkan pada berbagai tantangan serius terutama dalam upaya peningkatan kinerja yang mencakup pemeratan dan perluasan akses. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing. Penataan tata kelolah akuntabilitas dan citra publik, serta peningkatan pembiayaan. Kawal Tujuan Bernegara Dihadapkan lagi dengan masalah corona yang mempengaruhi dunia pendidikan. Bahkan dampak itu membuat kegiatan belajar dirumahkan. Padahal disruftif inovasi juga terjadi dan mempengaruhi wajah dunia pendidikan. Mau tidak mau justru mengubah paradigma pendidikan yang ada. Sistem lama seperti tatap muka diganti dengan sistem siber (cyber system) seperti belajar daring yang memanfaatkan teknologi digital dalam mengelolah dunia pendidikan saat ini. Lalu maraklah penerapan pembelajaran online (online learning). Hari ini sekitar 45 juta peserta didik serta 7,5 juta mahasiswa harus dituntut untuk melaksanakan kegiatan online learning tersebut. Banyak kendala yang ditemui. Dimulai dari tidak memadainya sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar. Mengajar yang tidak menjamin kesehatan serta keselamatan siswa dan guru. Soal konektivitas dan aksesibilitas flatform pembelajaran online yang tidak maksimal, serta kendala lainnya. Semua kendala tersebut paling banyak ditemui terkhususnya didaerah 3T. Padahal sudah diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 bahwa negara telah menjamin setiap warganya agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Lalu bagaimana nasib masa depan puluhan juta anak Indonesia? Jika untuk belajar saja mendapatkan sejumlah kesulitan seperti ini. Negara harus menyelamatkan mereka. Pilkada masih bisa ditunda sampai tahun depan. Sampai pandemi corona benar-benar telah berhenti. Sampai dinyatakan aman bagi masyareakat untuk datang ke tempat-tempat pemilihan. Kalau masyarakat berkumpul, dipastikan tidak lagi ada gangguan penyebaran corona. Akan lebih bermanfaat jika anggaran Pilkada sebesar Rp. 9 triliun tersebut dipakai untuk menjawab kebutuhan pendidikan anak Indonesia. Dingatkan sekali lagi, bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tujuan berbangsa dan bernegara. Tujuan mulia ini harus dikawal dengan ketat. Dipastikan kegiatan mencerdaskan kehidupan bangsa itu terlaksana sesuai cita-cita dan keinginan para pendiri bangsa. Menjadi kewajiban semua anak bangsa untuk mengawalnya. Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan.

Firaun Dan Komunis China

by Anton Permana Jakarta FNN – Jum’at (28/08). Kalau berbicara kemajuan, Firaun adalah raja yang terkenal dengan pembangunan megah di zamannya. Kalau berbicara keperkasaan, Firaun juga dikenal sebagai ahli militer, dan punya pasukan kuat. Firaun tak pernah sakit semasa hidupnya. Namun, apakah itu semua menjadi tolak ukur kemajuan dan kehebatan seorang pemimpin ? Yaitu, prestasi bermahzab material, fisik, plus bumbu-bumbu mistis para tukang sihir dalam memanipulasi rakyat yang awam dengan pengaruh sihirnya? Tapi tahukah kita, bagaimana Firaun membunuhi setiap anak lelaki yang lahir hidup-hidup. Tak peduli anak siapa. Bayangkan kalau yang dibunuh itu adalah anak atau ponakan cucu kita. Bayi mungil tak berdosa harus disembelih sesuai titah sang Firaun. Tapi tahukah kita, bagaimana Firaun menjustifikasi dirinya adalah Tuhan yang wajib disembah dan dipatuhi? Siapa yang menentang, akan di bunuh berserta keluarganya, atau minimal di penjara sebagai pekerja paksa. Artinya, apa guna sebuah kemajuan, dan kemegahan yang dibangun dari puing tulang belulang rakyatnya. Kemegahan tanpa kemanusian, tanpa belas kasih. Mengorbankan darah dan air mata rakyatnya. Bagi para pemuja kehidupan matrealistis dan bermental budak, tentu hal ini tidak masalah. Karena dalam otak dan pikirannya hanyalah kehidupan fisik dan bangga menjadi budak hasil cuci otak para tukang sihir. Begitu juga dengan fenomena China komunis hari ini. Ada seorang pejabat negeri ini yang begitu mengelu-elukan kemajuan China secara berbusa-busa. Ibarat seorang "marketing brand ambassador" yang meng-endorse sebuah produk shampo. Yang menyatakan bahwa komunisme dapat menekan kemiskinan. Komunisne dapat menyatukan 1,4 milyar penduduk China komunis ? Tapi sayangnya, pernyataan tersebut hanya berupa sensasional yang menjustifikasi sebuah pendapat dari satu sudut "fisik" semata. Tanpa argumentasi dan indikator ilmiah lainnya. Misalnya, bagaimana perasaan dan tanggapan masyarakatnya terhadap negara? Karena rakyatlah yang paling berhak menyatakan baik atau buruknya perlakuan negara. Kita tentu semua tidak menafikkan atas pencapaian komunis Tiongkok hari ini. Dari sebuah negara miskin yang raksasa, tiba-tiba muncul dengan berbagai capaian prestasi. Sampai akhirnya menjadi kekuatan ekonomi nomor dua di dunia. Tetapi apakah cukup dengan pencapaian fisik itu semata lalu kita "latah" berdecak kagum terpesona? Seperti tulisan pembuka sebelumnya, Firaun juga punya prestasi kemajuan yang fantastis di eranya. Tetapi kemajuan itu dicapai tanpa memandang rasa kemanusian? Bahkan sangat berlebihan dengan menyatakan dirinya adalah Tuhan ! Apa Bedanya Dengan Tiongkok? Perlu dicatat. Kemajuan Tiongkok hari ini bukan karena komunisme. Tetapi oleh kapitalisme yang diadopsi Tiongkok melalui perselingkuhan ekonomi dan politik dengan kelompok elit globalis dunia. Baik itu yang bersama Israel maupun elit Amerika. Ini sudah rahasia umum. Cuma kelebihan Tiongkok adalah berani menerapkan strategi "one state two system" dalam negerinya. Bila ke dalam, Tiongkok menerapkan komunis (Naga). Sedangkan keluar Tiongkok menerapkan kapitalisme (Panda). Dengan strategi dua mata uang (Remimbee dan Yuan), Tiongkok memacu pembangunan industri dan explorasi alam murah-meriah. Kenapa bisa murah ? Sejatinya dengan strategi dua mata uang, China membangun industri dan infrastruktur negaranya "nol". Hanya cetak uang untuk biaya pembangunan. Setelah itu, sistem komunis ampuh memaksa rakyatnya untuk rela menjadi kuli negara berbiaya murah. Kombinasi inilah yang akhirnya segala produk-produk China berbiaya murah dan memukul produk negara lain. Uangnya dari cetak sendiri, tenaga kerjanya dari "perbudakan" rakyatnya sendiri. Lambat laun, kondisi ini akhirnya membuat Amerika dan sekutunya berinvestasi di China untuk menekan Cost produksi dan mendapatkan keuntungan berlipat. Saat inilah, baru Amerika dan sekutunya sadar, bahwasanya ada "hidden agenda" China dalam ambisinya menjadi penguasa baru dunia dengan memanfaatkan tenaga dan keunggulan energi lawan ibarat jurus Taichi dalam serial film kungfu. Barat yang sebelumnya fokus menjadikan Islam sebagai musuh utama, akhirnya lalai dan lengah terhadap China komunis yang sekarang tiba-tiba sudah menjadi naga raksasa. Hanya saja kemajuan China itu bukan karena komunisme, tapi karena kapitalisme. Persatuan China atas nama komunis pun adalah persatuan semu dan sepihak hasil propaganda opini agen komunis melalui media. Bagaimana kita percaya terhadap informasi sebuah negara yang semua lini komunikasinya dikontrol negara? Tidak ada kebebasan pers? Tidak ada HAM? Dan tidak ada perimbangan informasi independen, baik secara kanal berita maupun perangkat IT-nya. Itulah negara komunis. Kita tentu melihat Hongkong, Taiwan, dan Shenzen hari ini yang gemerlap sebagai kota metropolis dengan gedung pencakar langitnya yang megah. Tahukah kita bahwa tiga kota tersebut bukan China yang bangun, tetapi Barat yang bangun dari awal. Tahukah kita bahwasanya saat ini ada 55 kota hantu di China? Kenapa dinamakan kota hantu? Karena sudah mulai ditinggal para penghuninya atas sewanya yang mahal. Padahal kota ini dibuat dari program "printing money" renimbi. Bahan bakunya dari industri murah serta upah ala komunis yang murah. Mana ada UMK (Upah Minimum Kota) atau standar KHL seperti di Indonesia. Padahal kota hantu ini adalah juga basis kolateral China kepada pemodal. Coba kalau di negara demokrasi seperti ini? Pasti sudah ribut dan di penjara para pejabatnya. Di China, yang penting bagi pekerjanya ada tempat tidur, dapat makan, rakyat yang bekerja dapat upah seadanya dan wajib patuh pada aturan negara. Melawan ? Langsung hilang tengah malam. Lalu komunisme dapat menyatukan China. Ini jelas pernyataan berlebihan dengan aura menjilat yang kentara sekali untuk cari muka terhadap China. Mana ada persatuan kalau di Uyghur saja rakyatnya ditindas sedemikian rupa. Lihat pula penanganan terhadap demonstrasi besar-besaran saat di Hongkong. Belum lagi kalau kita ingat tragedi Tianamen di Taiwan. Entah sudah berapa puluh dan ratus juta China membunuhi rakyatnya tanpa rasa kemanusiaan. Namun itulah ideologi komunis. Tak mengenal Tuhan, tak mengenal HAM, apalagi hanya belas kasih. Yang penting bagi mereka tujuan politiknya tercapai. Lalu adakah sama rasa itu terjadi ? Itu hanya kamuflase semata bahwa negara akan menanggung hajad hidup rakyatnya. Yang benar adalah, negara hanya dinikmati oleh elit partai politik semata dan militer. Rakyatnya hidup dalam sebuah doktrin komunisme yang sangat kuat dan ketat. Dimana rakyat wajib tunduk, patuh kepada negara. Mulai dari lahir, sekolah, cara hidup, cara makan, sampai untuk cita-cita pun semua hanya untuk negara. Tuhan mereka adalah negara. Lalu kondisi seperti inikah yang mau diadopsi Indonesia ? Itukah yang dimaksud oleh pejabat endorser komunis tersebut ? China hari ini adalah hasil revolusi tentara komunis dari kelompok china demokratik yang akhirnya lari dan mendirikan Taiwan. Jadi negara Tiongkok hari ini adalah hasil revolusi komunis. Jadi wajar jadi negara komunis. Berbeda dengan Indonesia. Negara ini lahir dari perjuangan para ulama pejuang kemerdekaan. Dari penjajahan Belanda dan Jepang. Bangsa Indonesia lahir dari kesepakatan anak bangsa yang di abadikan dalam Sumpah Pemuda 1928. Lalu diproklamirkan 17 Agustus 1945, dan pada tanggal 18 Agustus dibacakanlah UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar dan konstitusi negara bernama Indonesia. Bangsa Indonesia sangat kaya akan kultur budaya dan khasanah tradisi daerah yang beragam. Dimana nilai KeTuhanan Yang Maha Esa sebagai nilai utama kita dalam bernegara. Dan komunisme sudah meninggalkan sejarah kelam bagi bangsa ini. Sama dengan China, komunisme di Indonesia juga telah bermandikan darah dan memakan korban nyawa ketika PKI masih ada. Memaksakan kembali ajaran komunisme ke Indonesia sama saja memantik perang saudara di Indonesia. Karena sudah pasti ummat Islam dan kaum nasionalis yang masih setia pada Pancasila akan melakukan perlawanan keras. Karena kerusakan yang terjadi di Indonesia hari ini adalah salah satu hasil infiltrasi dan hegemoni China terhadap pemerintah kita. Mana ada lagi kedaulatan negara kita hari ini? Hampir semua lini di dikte dan manut pada perintah China. Ibarat negeri ini bagaikan provinsi dari China. Sebagai bangsa yang beradab serta berKeTuhanan Yang Maha Esa, seharusnya kita tidak mudah terpesona dengan kemajuan sebuah negara seperti China. Karena kemajuan dalam konsepsi negara Indonesia itu tidak kemajuan fisik semata. Tapi bagaimana memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut aktif dalam perdamaian dunia. Dimana tujuannya itu adalah mewujudkan masyarakat yang berdaulat, adil dan makmur. Buat apa gedung megah, jalan tol pangjang, bandara besar? Tetapi kalau semua dibuat dari hutang berbunga besar dan juga tidak punya bangsa kita. Buat apa kata maju, tapi dibaliknya ada penindasan, pelanggaran HAM, ketidakadilan hukum, serta tanpa ada kebebasan dalam kehidupan. Jadi hanya mereka yang bermental budak dan jongos saja yang terpesona oleh kemajuan komunis China. Mereka yang mengabaikan nilai moralitas, nilai keTuhanan, dan nilai spritualitas, nasionalisme patriotisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Firauan dan komunis China hampir sama saja. Yaitu mengejar kemajuan dunia dengan mengabaikan nilai Illahiah, serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Kemajuan pun hanyalah tipu daya hasil "sulap" para tukang sihir. Kalau zaman Firaun ada tukang sihir untuk menakuti dan mengelabui rakyatnya. China hari ini menggunakan sihir media massa untuk mengelabui masyarakat dunia. Tapi yakinlah, seperti Firaun, kemegahan China hari ini akan hancur lebur. Karena mereka telah melampaui batas. Mau buktinya ? Semoga kita sama-sama punya masa dan waktunya sebagai saksi dari kehancuran China. Salam Indonesia Jaya ! Penulis adalah Pemerhati Politik, Militer dan Sosil Budaya.

Reziki Wartawan Politik Meliput Olahraga (Bag. Kedua)

by Emron Pangkapi Jakarta FNN – Selasa (11/08). MNLF kemudian terbelah dengan berdirinya organisasi tandingan MILF (Front Pembebasan Islam Moro) pimpinan Hashim Salamat. Baik Nur Misuari maupun Hashim Salamat punya "panglima" sendiri-sendiri di Manila. Filipina masih rawan, di sana sini masih terjadi pertempuran. Nur Misuari memimpin perlawanan dari tempat pengasingannya di Libya. Sedangkan Hashim Salamat konon berada di Malaysia. Bahkan kedua tokoh itu secara rahasia dikabarkan berada di Filipina. Mereka berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan Negara Islam Filipina Selatan. Pasukan MNLF dan MILF tersebar di berbagai kawasan. Sebagian besar ada di pulau Zamboanga, Sulu, Tawi-tawi dan Pelelawan di Kepulauan Mindanao. Pemerintah Filipina memberlakukan Daerah Operasi Militer, semacam DOM di Aceh dulu. Pemerintah mengawasi dengan ketat Orang Selatan di seluruh negara, termasuk mereka yang tinggal di kota Manila. MNLF dan MILF punya jaringan bawah tanah. Termasuk ada anggota front yang beroperasi di Manila. Sebagai wartawan Polhukam, informasih mengenai keberadaan MNLF dan MILF inilah yang ingin saya cari. Saya lalu merayu Pak Ilyas Ismail, agar bisa wawancara mereka. Adapun para staf KBRI memberikan nasehat, agar saya jangan sekali sekali ke perkampungan muslim Filipina. “Sangat rawan kriminalitas, dan berbahaya. Nyawa taruhannya. Lagi pula tak elok mencampuri urusan dalam negeri Filipina", kata mereka. Di dalam Kota Metro Manila ada perkampungan orang-orang Mindanao atau orang Selatan. Mereka umumnya di Distrik Barangay San Miguel. Kebetulan keluarga besar istri Prof. Ilyas Ismail tinggal di sini. Karena itu beliau cukup dikenal dan bebas keluar masuk Barangay. Hampir 100% penduduknya muslim. Ada mesjid, madrasah dan pasar makanan halal. Sebagian mereka bisa bahasa Melayu dialek Mindanao. Mirip-mirip dengan bahasa orang Banjar, perpaduan melayu-tagalog. Saya berhasil membujuk Pak Ilyas Ismail untuk berkunjung ke Barangay. Usai dari mesjid kami menyusuri kawasan muslim ini. Sebuah perkampungan sempit, banyak gang dan terkesan kumuh. Distrik Barangay di bawah pengawasan tentara Filipina. Setiap orang seperti berpandangan curiga. Tidak tahu siapa kawan siapa kawan. Sering terjadi penangkapan "pemberontak" bahkan pernah terjadi kontak senjata. Kepada Pak Ilyas, saya minta dipertemukan dengan pejuang MNLF maupun organisasi tandingannya MILF. Saya ingin wawancara. Katakan kepada mereka, saya bekerja untuk Harian Pelita, suratkabar yang membawa aspirasi umat Islam di Indonesia. Tentu aspirasi muslim bangsa Moro juga. Setelah melewati proses yang berliku dan berjanji patuh aturan mereka, saya esoknya dibolehkan datang lagi ke Barangay. Saya ingat Pak Ilyas punya mobil Fiat 1000. Dengan mobil tua itu beliau menjemput saya dari KBRI di Makati. Di ujung distrik Barangay kami parkir di depan sebuah restoran. Tapi kami kemudian masih lanjut nyambung dengan naik Jeepney (angkot). Tidak jauh, hanya sekitar 5-6 menit saja dari tempat mobil di parkir. Kami masuk gang lagi, tapi bukan lokasi yang kemarin. Kemudian kami bertamu pada sebuah rumah sederhana di deretan rumah rumah dalam gang. Rencanya di rumah inilah saya akan dipertemukan dengan orang MILF, kepervayaan Amir/Imam Syekh Hashim Salamat. Karena itu kami harus bersabar menunggu. Ada aturan khususuntuk bertemu tokoh MILF. Lebih kurang setengah jam di situ orang yang dinanti-nantikan tiba. Ternyata dia dari belakang rumah atau mungkin dia sudah sejak lama ada di rumah itu. Tokoh ini keluar ditemani seorang pengawal. Tapi wajah pengawal tidak beringas. Saya memberi salam. Dan mencoba akrab sebagai saudara muslim. Sang tokoh diperkenalkan "sebagai Hashim Salamat". Hampir saya oleng. Saya tidak punya foto pembanding. Tubuhnya sedang sedang saja. Malah agak kurusan berpenampilan orang staf. Bukan postur militer. Hashim Salamat, namanya waktu itu belum dikenal. Baru sepuluh tahun kemudiam nama Hashim Salamat meroket.... Sayang sesuai perjanjian tidak boleh ada foto dan rekaman. Kecuali pembicaraan sebagai saudara muslim. Saya bertanya tentang tuntutan dan latar belakang gerakan MNLF. Mereka menuntut Mindanao Merdeka, sebagai negara Islam lepas dari kontrol Manila . Dia juga menjelaskan mengerahkan kekuatan militer berjihad adalah pilihan. MILF didukung rakyat Filipina Selatan dari Cebu hingga Sabah. MILF ingin Negara Islam Moro Merdeka. Karena itu mereka menentang konsep MNLF Nur Misuari yang berunding untuk Otonomi Khusus Filipina Selatan. Kembali dari Manila, hampir semua wartawan membuat laporan pernik-pernik dari Sea Games. Saya membawa laporan khusus Perjuangan Bangsa Moro untuk Mindanao Merdeka. (habis). Penulis adalah Wartawan Senior dan Politisi PPP.

Hagia Sophia Dan Erdogan

by M Rizal Fadillah Aksi Erdogan di dalam negeri sendiri itu merupakan langkah cerdas. Erdogan telah memberi pelajaran penting dan bermartabat kepada dunia luar dan dunia Islam. Di negara-negarta Muslim, sedikit sekali Kepala Negara atau Kepala Pemerintahannya yang memiliki karakter "mampu mengangkat mukanya". Sebagian besar pemimpin malah menjadi komprador penjajah. Jakarta FNN – Senin (13/07). Putusan Pengadilan Turki yang mengembalikan fungsi Hagia Sophia. Sari yang semula Museum menjadi Masjid. Putusan pengadilan Turki ini direspons kebijakan Presiden Recep Tayyip Erdogan, dengan menyerahkan pengelolaan ibadah kepada Kepresidenan Urusan Agama. Meledklah suka cita muslim Turki. Karena telah lama fungsi Masjid diubah menjadi Museum oleh penguasa Kemal Attaturk pada tahun 1934. Muslim Turkie akan melihat, menyaksikan dan dapat kembali melaksanakan ibadah sholat di masjid yang sudah 85 tahun menjadi mesium tersebut. Keputusan Presiden Erdogan berani berhadapan dengan reaksi dunia, yang merasa sedih atas alih fungsi tersebut. Hagia Sophia adalah Masjid yang sebelum Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan Muhammad Al-Fatih adalah Gereja yang terkenal. Gereja yang berfusngsi sebagai pusat keagamaan umat Kristen di kerajaan Romawi Timur, Byzantium. Bangunan megah yang berdiri dekat dengan Istana Topkapi dan Blue Mosque ini digunakan menjadi Masjid kembali dengan alasan bahwa hak negara Turki sendiri untuk menentukan apapun yang menjadi urusan dalam negerinya. Suatu sikap nasionalisme yang patut diacungkan jempol. Turkie berkelas sebagai negara mandiri yang berwibawa. Sebenarnya Erdogan yang disebut penentangnya melakukan "provokasi peradaban" itu sebenarnya sedang melempar kritik keras atas Masjid di Cordoba Spanyol yang diubah menjadi Catedral dan juga Masjid Al Aqsha yang dikuasai Israel di Jerusalem. Erdogan sedang melakukan "perang peradaban" yang sudah diperhitungkan efek politik dan keagamaannya. Dunia terkejut akan sikap "Muhammad Al Fatih" abad ini. Ketidakadilan dunia harus berkaca diri. Umat Islam di berbagai belahan dunia sedang mengalami tekanan berat menghadapi hegemoni Barat, China, dan Yahudi. Penindasan dan penjajahan dilakukan dalam berbagai bentuk. Muslim minoritas tertindas, Muslim mayoritas pun dipermainkan dalam ketidakberdayaan ekonomi dan politik. Aksi Erdogan di dalam negeri sendiri itu merupakan langkah cerdas. Memberi pelajaran pada dunia luar dan dunia Islam. Di Negara Muslim sedikit sekali Kepala Negara atau Kepala Pemerintahannya yang memiliki karakter "mampu mengangkat muka". Sebagian besar pemimpin menjadi komprador penjajah. Komprador adalah anak bangsa yang rela dan tega menjual kepentingan bangsa dan rakyatnya demi kepentingan pribadi dan keluarganya. Kepala Negara yang menjadi kacung dari bangsa lain. Menjual tanah airnya dengan harga murah. Ia telah berkhianat pada negara dan rakyatnya. Komprador biasa berjual beli dengan bahasa investasi atau hutang luar negeri. Sedangkan Erdogan berdiri tegak menghadapi kecaman lemah yang dibingkai dengan kata "peradaban", "heritage" atau "perdamaian". Ia buktikan bahwa lawan nyatanya tak mampu berbuat apa apa. Hanya pemimpin lemah yang mudah digertak. Pemimpin kuat berbuat untuk agama, bangsa, dan negara. Berbuat dengan penuh keyakinan dan keberanian. Itu ciri pemimpin hebat, berkelas dan bermartabat. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan