Anomali Pilkada 2020 Versus Penanggulangan Corona
by Apriliska Lattu Titahena
Ambon FNN – Jum’at (28/08). Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur, Bupati dan Walikota. Ini tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Pilkada merupakan sarana kedaulatan politik rakyat. Begitulah sebuatan bahasa kerennya untuk pegiat demokrasi.
Pilkada pertama kali diselenggarakan pertengahan tahun 2005 lalu. Sehingga pembiacaraan terkait penyelenggaraan hajatan demokrasi yang bernama pilkada ini sudah hangat-hangatnya sejak 15 tahun lalu. Apalagi menjelang hari penetuannya. Para pendukung dan pengamat politik ramai memprediksi kemenangan mereka yang bertarung di Pilkada.
Dalam tahun 2020 ini juga akan diselenggarakan pilkada serentak. Sesuai Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Nomor 258/PL.02-kpt/01/KPU/VI/2020 Tentang Penetapan Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota serentak lanjutan tahun 2020.
Pelaksanaan Pilkada 2020 didasarkan pada ketentuan Pasal 122A ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang perubahan ketiga UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014.
Penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 diperkirakan menimbulkan berbagai polemik. Apalagi Negara masih diperhadapkan dengan pandemi corona yang cenderung meningkat. Bukankah pelaksanaan pilkada ini untuk menjaga elektabilitas negar? Padahal ancaman pandemi corona masih terus menghantui kehidupan berneraga sampai hari ini.
Bayangkan saja, ada 106 juta pemilih di 207 daerah yang akan melakukan pesta demokrasi tersebut. Kemungkinan besar untuk penyebaran virus corona dapat terjadi secara masal. Tentunya peningkatan korban terpapar corona justru semakin tinggi. Sehingga, penanggulangan corona akan semakin sulit dikendalikan. Malah bisa makin bertambah.
Jika masih bersikukuh Pilkada tetap diselenggarakan. Maka harus ada jaminan dalam menekan segala kemungkinan penyebaran corona yang akan terjadi. Kita hanya berandai-andai saja, bahwa solusi yang ditawarkan penyelenggara adalah pilkada dilakukan secara daring dalam bentuk vote. Sudah tentu ini tidaklah efektif dan efesien.
Dana Pilkada Untuk Pendidikan
Dalam melaksanakan pilkada, tentunya negara harus mengeluarkan fundi-fundi rupiah yang tidak sedikit. Terhitung uang negara Rp 9 triliun lebih yang harus dikeluarkan untuk membiayai pilkada 2020. Anggaran sudah dibekukkan dan dipastikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri. Sedangkan secara nyata pada masa pandemi corona, negara mengalami krisis ekonomi akibat anjloknya perekonomian. Negara terlihat kesulitan keuangan. Untuk membayar Alat Pelindung Diri (APD) kepada perusaahan tekstil yang memproduksi saja, banyak yang belum dibayat oleh pemerintah.
Negara kesulitan keuangan itu terjadi pada saat Pilkada 2020 Desember nanti. Hal ini dijelaskan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam town hall meeting tahun 2020 pada tanggal 19 juni lalu. Beliau Menkeu mengajak seluruh jajaran Kementrian Keuangan untuk membicarakan peran penting kementeriannya dalam menjaga pemulihan ekonomi saat terjadinya pandemi corona.
Terkait dengan alokasi dana pilkada Rp. 9 triliun yang sudah dibekukan tersebut, ada baiknya dialihkan untuk penanganan corona. Memang sudah terlalu banyak kebijakan yang dibuat dalam upaya penanggulan virus yang menjadi masalah global ini. Namun sampai hari ini, masalah pendemi corona masih tetap menjadi momok yang menakutkan serta mengancam kestabilan negara.
Menghadapi kenyataan ini, tentu pengalokasian dana pun harus untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pastinya, harus mendukung tujuan bernegara. Tujuan bernegara itu dapat kita baca di pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Salah satu tujuan yang wajib mendapat perhatian khusus saat ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, negara memang masih dihadapkan pada berbagai tantangan serius terutama dalam upaya peningkatan kinerja yang mencakup pemeratan dan perluasan akses. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing. Penataan tata kelolah akuntabilitas dan citra publik, serta peningkatan pembiayaan.
Kawal Tujuan Bernegara
Dihadapkan lagi dengan masalah corona yang mempengaruhi dunia pendidikan. Bahkan dampak itu membuat kegiatan belajar dirumahkan. Padahal disruftif inovasi juga terjadi dan mempengaruhi wajah dunia pendidikan. Mau tidak mau justru mengubah paradigma pendidikan yang ada. Sistem lama seperti tatap muka diganti dengan sistem siber (cyber system) seperti belajar daring yang memanfaatkan teknologi digital dalam mengelolah dunia pendidikan saat ini.
Lalu maraklah penerapan pembelajaran online (online learning). Hari ini sekitar 45 juta peserta didik serta 7,5 juta mahasiswa harus dituntut untuk melaksanakan kegiatan online learning tersebut. Banyak kendala yang ditemui. Dimulai dari tidak memadainya sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar. Mengajar yang tidak menjamin kesehatan serta keselamatan siswa dan guru. Soal konektivitas dan aksesibilitas flatform pembelajaran online yang tidak maksimal, serta kendala lainnya.
Semua kendala tersebut paling banyak ditemui terkhususnya didaerah 3T. Padahal sudah diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 bahwa negara telah menjamin setiap warganya agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Lalu bagaimana nasib masa depan puluhan juta anak Indonesia? Jika untuk belajar saja mendapatkan sejumlah kesulitan seperti ini. Negara harus menyelamatkan mereka.
Pilkada masih bisa ditunda sampai tahun depan. Sampai pandemi corona benar-benar telah berhenti. Sampai dinyatakan aman bagi masyareakat untuk datang ke tempat-tempat pemilihan. Kalau masyarakat berkumpul, dipastikan tidak lagi ada gangguan penyebaran corona. Akan lebih bermanfaat jika anggaran Pilkada sebesar Rp. 9 triliun tersebut dipakai untuk menjawab kebutuhan pendidikan anak Indonesia.
Dingatkan sekali lagi, bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tujuan berbangsa dan bernegara. Tujuan mulia ini harus dikawal dengan ketat. Dipastikan kegiatan mencerdaskan kehidupan bangsa itu terlaksana sesuai cita-cita dan keinginan para pendiri bangsa. Menjadi kewajiban semua anak bangsa untuk mengawalnya.
Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan.