Reziki Wartawan Politik Meliput Olahraga (Bag. Kedua)
by Emron Pangkapi
Jakarta FNN – Selasa (11/08). MNLF kemudian terbelah dengan berdirinya organisasi tandingan MILF (Front Pembebasan Islam Moro) pimpinan Hashim Salamat. Baik Nur Misuari maupun Hashim Salamat punya "panglima" sendiri-sendiri di Manila. Filipina masih rawan, di sana sini masih terjadi pertempuran.
Nur Misuari memimpin perlawanan dari tempat pengasingannya di Libya. Sedangkan Hashim Salamat konon berada di Malaysia. Bahkan kedua tokoh itu secara rahasia dikabarkan berada di Filipina.
Mereka berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan Negara Islam Filipina Selatan. Pasukan MNLF dan MILF tersebar di berbagai kawasan. Sebagian besar ada di pulau Zamboanga, Sulu, Tawi-tawi dan Pelelawan di Kepulauan Mindanao.
Pemerintah Filipina memberlakukan Daerah Operasi Militer, semacam DOM di Aceh dulu. Pemerintah mengawasi dengan ketat Orang Selatan di seluruh negara, termasuk mereka yang tinggal di kota Manila.
MNLF dan MILF punya jaringan bawah tanah. Termasuk ada anggota front yang beroperasi di Manila. Sebagai wartawan Polhukam, informasih mengenai keberadaan MNLF dan MILF inilah yang ingin saya cari. Saya lalu merayu Pak Ilyas Ismail, agar bisa wawancara mereka.
Adapun para staf KBRI memberikan nasehat, agar saya jangan sekali sekali ke perkampungan muslim Filipina. “Sangat rawan kriminalitas, dan berbahaya. Nyawa taruhannya. Lagi pula tak elok mencampuri urusan dalam negeri Filipina", kata mereka.
Di dalam Kota Metro Manila ada perkampungan orang-orang Mindanao atau orang Selatan. Mereka umumnya di Distrik Barangay San Miguel. Kebetulan keluarga besar istri Prof. Ilyas Ismail tinggal di sini. Karena itu beliau cukup dikenal dan bebas keluar masuk Barangay.
Hampir 100% penduduknya muslim. Ada mesjid, madrasah dan pasar makanan halal. Sebagian mereka bisa bahasa Melayu dialek Mindanao. Mirip-mirip dengan bahasa orang Banjar, perpaduan melayu-tagalog.
Saya berhasil membujuk Pak Ilyas Ismail untuk berkunjung ke Barangay. Usai dari mesjid kami menyusuri kawasan muslim ini. Sebuah perkampungan sempit, banyak gang dan terkesan kumuh. Distrik Barangay di bawah pengawasan tentara Filipina. Setiap orang seperti berpandangan curiga. Tidak tahu siapa kawan siapa kawan. Sering terjadi penangkapan "pemberontak" bahkan pernah terjadi kontak senjata.
Kepada Pak Ilyas, saya minta dipertemukan dengan pejuang MNLF maupun organisasi tandingannya MILF. Saya ingin wawancara. Katakan kepada mereka, saya bekerja untuk Harian Pelita, suratkabar yang membawa aspirasi umat Islam di Indonesia. Tentu aspirasi muslim bangsa Moro juga.
Setelah melewati proses yang berliku dan berjanji patuh aturan mereka, saya esoknya dibolehkan datang lagi ke Barangay. Saya ingat Pak Ilyas punya mobil Fiat 1000. Dengan mobil tua itu beliau menjemput saya dari KBRI di Makati.
Di ujung distrik Barangay kami parkir di depan sebuah restoran. Tapi kami kemudian masih lanjut nyambung dengan naik Jeepney (angkot). Tidak jauh, hanya sekitar 5-6 menit saja dari tempat mobil di parkir.
Kami masuk gang lagi, tapi bukan lokasi yang kemarin. Kemudian kami bertamu pada sebuah rumah sederhana di deretan rumah rumah dalam gang. Rencanya di rumah inilah saya akan dipertemukan dengan orang MILF, kepervayaan Amir/Imam Syekh Hashim Salamat.
Karena itu kami harus bersabar menunggu. Ada aturan khususuntuk bertemu tokoh MILF.
Lebih kurang setengah jam di situ orang yang dinanti-nantikan tiba. Ternyata dia dari belakang rumah atau mungkin dia sudah sejak lama ada di rumah itu. Tokoh ini keluar ditemani seorang pengawal. Tapi wajah pengawal tidak beringas.
Saya memberi salam. Dan mencoba akrab sebagai saudara muslim. Sang tokoh diperkenalkan "sebagai Hashim Salamat". Hampir saya oleng. Saya tidak punya foto pembanding. Tubuhnya sedang sedang saja. Malah agak kurusan berpenampilan orang staf. Bukan postur militer.
Hashim Salamat, namanya waktu itu belum dikenal. Baru sepuluh tahun kemudiam nama Hashim Salamat meroket.... Sayang sesuai perjanjian tidak boleh ada foto dan rekaman. Kecuali pembicaraan sebagai saudara muslim. Saya bertanya tentang tuntutan dan latar belakang gerakan MNLF. Mereka menuntut Mindanao Merdeka, sebagai negara Islam lepas dari kontrol Manila .
Dia juga menjelaskan mengerahkan kekuatan militer berjihad adalah pilihan. MILF didukung rakyat Filipina Selatan dari Cebu hingga Sabah. MILF ingin Negara Islam Moro Merdeka. Karena itu mereka menentang konsep MNLF Nur Misuari yang berunding untuk Otonomi Khusus Filipina Selatan.
Kembali dari Manila, hampir semua wartawan membuat laporan pernik-pernik dari Sea Games. Saya membawa laporan khusus Perjuangan Bangsa Moro untuk Mindanao Merdeka. (habis).
Penulis adalah Wartawan Senior dan Politisi PPP.