ALL CATEGORY

Presiden Minta Kita Berdamai dengan Virus Corona?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Update kasus Covid-19 di Indonesia hingga Sabtu (9/5/2020). Kasus pasien positif Covid-19 bertambah sebanyak 533 kasus, sehingga total menjadi 13.645 kasus. Pasien yang dinyatakan sembuh bertambah 113 pasien, sementara 16 pasien meninggal dunia. Total pasien sembuh hingga saat ini sudah mencapai 2.607 pasien, sedangkan 959 orang telah meninggal dunia akibat terjangkit virus covid-19. Sebanyak 108.699 spesimen diperiksa, ada 95.054 kasus corona. Sementara itu, jumlah ODP tercatat sebanyak 246.847 orang dan total PDP tercatat sebanyak 29.690 orang. Mungkinkah karena ada kecenderungan jumlah korbannya semakin meningkat sehingga harus hidup berdamai dengan Covid-19? Pernyataan mengejutkan datang dari Presiden Joko Widodo dalam video yang diunggah Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden pada Kamis (7/5/2020). Menurut Presiden, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan. Presiden mengatakan, pemerintah terus berupaya keras dan berharap puncak pandemi Covid-19 akan segera menurun. Selama wabah masih terus ada, Jokowi minta seluruh masyarakat untuk tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan. “Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan,” katanya di Istana Merdeka, Jakarta, seperti dikutip Kompas.com, Kamis (07/05/2020, 10:43 WIB). Ia juga mengatakan, beberapa ahli menyebut ada kemungkinan kasus pasien positif Covid-19 menurun angkanya. Tetapi, ketika kasusnya sudah turun tidak berarti langsung landai atau langsung nol, melainkan masih bisa fluktuatif. “Ada kemungkinan masih bisa naik lagi atau turun lagi, naik sedikit lagi, dan turun lagi dan seterusnya,” kata Jokowi. Masyarakat dipersilakan beraktivitas secara terbatas, tetapi harus disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. “Sekali lagi ingin saya tegaskan, yang utama adalah ikuti dengan disiplin protokol kesehatan. Silakan beraktivitas secara terbatas, tetapi sekali lagi ikuti protokol kesehatan,” tegas Jokowi. “Semua ini membutuhkan kedisiplinan kita semuanya, kedisiplinan warga, serta peran aparat yang bekerja secara tepat dan terukur,” tandasnya. Menyerahkah Presiden Jokowi hingga akhirnya meminta kita hidup berdamai dengan Covid-19? Padahal, slogan yang digaungkan selama ini selalu, “Lawan Corona”! Bahkan, sampai sekarang pun kampanyenya masih sama: Lawan Covid-19! Ataukah sebenarnya diam-diam Presiden Jokowi sudah sedikit mengenal karakter dan sifat Virus Corona yang “menyerang” Indonesia. Apalagi, konon, varian corona di Indonesia ini sudah mencapai sekitar 150 varian. Makanya, Jokowi sampai meminta jajarannya fokus terkait penanganan Covid-19, karena ingin pada Mei ini kurva kasus positif Corona di Indonesia sudah menurun. “Target kita di bulan Mei ini harus betul-betul tercapai sesuai dengan target yang kita berikan,” tegasnya. Yaitu kurvanya sudah harus turun. Dan masuk pada posisi sedang di Juni, di bulan Juli harus masuk posisi ringan. “Dengan cara apa pun," kata Jokowi saat membuka rapat kabinet paripurna seperti disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (6/5/2020). Melansir Detik.com, Rabu (06 Mei 2020 11:35 WIB), Jokowi mengatakan upaya tersebut harus dilakukan semua pihak. Tak hanya pemerintah, Jokowi juga ingin masyarakat ikut terlibat dalam penanganan corona. “Itu dilakukan tidak hanya oleh Gugus Tugas tapi juga melibatkan seluruh elemen bangsa. Jajaran pemerintahan, organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, relawan, parpol, dan sektor swasta. Ini yang harus betul-betul didirigeni dan diorkestrasi dengan baik,” ujarnya. “Saya yakin jika kita bersatu, jika kita disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan, semua rencana yang sudah kita siapkan yang lalu bisa mengatasi Covid secepat-cepatnya,” sambung Jokowi. Kenali Corona Virus corona itu basic-nya seperti virus influenza. Habitatnya juga ada di kulit sekitar hidung manusia. Seperti halnya virus atau bakteri yang ada di tubuh manusia itu, mereka hidup juga berpasangan. Sayangnya, ada “tangan jahat” yang memisahkan mereka. Padahal, mereka bertugas membersihkan zat-zat patogen yang menempel pada kulit sekitar hidung dan bibir atas. Juga membantu menjaga kelembaban kulit manusia. Sifat dasar virus atau bakteri itu serupa dengan antibodi, manusia, hewan, tanaman. Yaitu “kalau mereka tersakiti, mereka akan memperkuat dirinya, dan menggandakan dirinya beratus-ratus kali lipat, dibanding pada kondisi normal”. Hewan, akan beranak sebanyak mungkin. Tanaman, akan berbuah dan bertunas sebanyak mungkin. Manusia akan beranak pinak, mempunyai anak sebanyak mungkin. Terlepas dari siapa yang membawa virus corona ini ke Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, corona itu, begitu masuk ke dalam tubuh kelelawar, mereka meriplikasi dirinya sebanyak mungkin. Karena itu tempat asing bagi mereka, dan itu yang membuat mereka ketakutan, maka mereka menggandakan dirinya sebanyak mungkin. Begitu sang kelelawar ini dimakan manusia, maka corona ini beralih ke manusia, dan langsung menggandakan diri lebih hebat lagi. Mengapa kelelawar-kelelawar itu tidak sakit seperti manusia? Karena kelelawarnya ndablek, cuek, masa bodoh, dan tidak berpikir, sehingga antibodinya kuat, dan tidak tersakiti. Kalau manusia ingin sehat, walaupun sudah terpapar Covid-19, bersikaplah seperti kelelawar. Covid-19 yang tertuduh sebagai pembunuh massal sadis itu, berusaha dibunuh secara massal pula, dengan disemproti desinfektan secara massal. Ada sebagian yang mati, ada sebagian yang masih hidup. Barangkali yang masih hidup lebih banyak dibanding yang mati. Karena sudah menjadi sifat dari virus/bakteri itu, maka yang hidup ini menggandakan dirinya beratus-ratus atau beribu-ribu kali lebih banyak dan lebih kuat dibanding yang sebelumnya. Kalau sebelumnya kemampuan terbangnya hanya sekitar 1,8-2 m, menjadi lebih jauh lagi dibanding itu. Kemampuan terbang lebih jauh inilah yang menyebabkan mereka menjadi bersifat airborne infection. Lalu karena jumlah mereka sangat banyak, mereka juga menemukan bakteri-bakteri lain yang mempunyai daya terbang lebih jauh. Corona menumpang pada bakteri lainnya. Hal ini serupa dengan pesawat ulang alik yang numpang pada pesawat yang berbadan lebih besar. Akibat dari penyemprotan des infektan secara massal, menyebabkan mereka menjadi: Lebih banyak; Lebih kuat; Mampu terbang lebih jauh; Daya rusaknya lebih hebat. Maka, tidaklah mengherankan, kalau di Wuhan kala itu hanya ditemukan 3 varian corona, di Amerika Serikat sudah ditemukan 5 varian corona. Bahkan, terakhir China mengklain telah menemukan 30 varian, Indonesia malah menemukan 150 varian. Sehingga, menjadi mudah dimaklumi, kalau di AS, di Italia, di Indonesia, angka kematiannya lebih tinggi dibandingkan di Wuhan. Pada saat ditemukan di Timteng yang disebut dengan MERSCoV (middle east respirstory syndrome coronavirus) siapa kambing hitamnya? Hewan Unta. Karena hewan itulah yang ada di sana. Ketika di Wuhan, kelelawar yang ada di sana. Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang? Tidak panik, tidak khawatir. Akibat ketakutan, kepanikan, daya tahan tubuh kita turun drastis. Daya tahan tubuh yang turun itu, serupa dengan, kalau kita takut sama gendruwo, mak lampir, wewe gombel, dkknya itu. Begitu ketemu mereka, kita gak punya daya apapun, mau lari, hanya kosel-kosel di tempat, bahkan sampai terkencing-kencing di celana. Kematian itu tidak ada hubungannya dengan corona. Kalau waktunya mati, tidak ada corona pun, tetap mati. Andaikan didemo besar-besaran sama corona, kalau belum waktunya mati, ya tetap sehat. Corona itu sahabat kita, bukan musuh kita. Perbaiki ibadah kita: Wudhu yang baik dan benar; Shalat yang baik dan benar; Dzikir (membaca Al-Qur'an) yang baik dan benar. Basuhan air wudhu yang @3x, insya’ Allah mampu mendormenkan corona yang nempel, selanjutnya dijatuhkan ke tanah, dan mati. Shalat, dzikir, membaca Al-Qur'an yang baik dan benar, akan membuat kita tenang dan itu secara otomatis akan diikuti proses perbaikian sistem imunitas kita. Kalau imunitas baik, insya’ Allah, corona lewat. Bukankah corona itu masuk kategori self limiting disease? Semprotan. Semprotkan desinfektan yang sudah di-mixed dengan formula Probiotik Siklus. Supaya sifat aslinya yang bakterisid, menjadi lebih organik, tidak menyakiti dan membunuh mereka. Hand sanitizer ber-Probiotik Siklus. Semproti wajah, tangan dengan semua produk-produk yang sudah ber-Probiotik Siklus pula. Bisa membuat sendiri, atau apapun yang terlebih dulu di-mixed dengan Probiotik Siklus. Perbaiki asupan nutrisinya, dan perbanyak air minum. Makan makanan bergizi, sayuran, empon-empon, kunyit-kuyitan, pahit-pahitan, cukup membantu menstimulus antibodi kita. 5. Minum Probiotik Siklus. 6. Jangan terlalu terpengaruh postingan-postingan yang seringkali menakutkan. Harus bisa memilah dan memilih. Penulis Wartawan Senior.

Ditagih Rp 5,1 Trliun Ngga Bayar, Malah Cari Salahnya Anies

By Tony Rosyid Jakarta FNN – Sabtu (09/05). Bermula dari surat cinta Anies ke Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Isinya hanya soal nagih utang ke Pemerintah Pusat. Ada uang milik rakyat Jakarta sebesar Rp. 5,1 triliun, berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH) penerimaan pajak Pememerintah Provinsi (Pemprov) DKI di Kementerian Keuangan yang belom dibayar. Nggak cair-cair juga, padahal sudah ditagih berkali-kali. Dalam kesempatan teleconference dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Anies menyinggung soal dana ini. Minta bantuan Wapres untuk dorong Menkeu agar uang haknya rakyat DKI tersebut segera bisa dicairkan. Pemprov DKI butuh dana tersebut untuk menanggulangi Covid-19 dan dampak ekonominya. Tolong karena sangat urgent. Esoknya, teleconference Anies dan wapres Viral. Kok bisa? Tak biasanya Anies buka perbincangan pribadi ke publik. Apalagi menyinggung soal dana, dimana Menkeu ikut disebut-sebut. Ini pembicaraan internal antar pemerintahan saja. Selama ini, Anies tak suka kegaduhan. Apalagi buka front di publik. Sama sekali, sejatinya ini bukan watak Anies. Dia tipe pemimpin yang lebih suka kerja silent. Senyap, tapi hasil kerja bisa dirasakan oleh rakyat. Itulah Anies yang selama ini dikenal publik. Cek sana-sini, akhirnya dapat informasi juga. Pertama, inisiatif teleconference itu berasal dari Wapres Ma’ruf Amin. Bukan dari Anies. Kedua, pihak yang mempublish video teleconference tersebut ke public adalah tim dari kantornya Wapres. Langkah yang dilakukan Wapres sudah sangat benar. Ini menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19 ini, Wapres terus saja bekerja. Melakukan koordinasi dengan sejumlah kepala daerah adalah bagian dari bukti kerja tersebut. Publik juga berhak tahu apa yang telah dikerjakan Wapres. Selain hak untuk dapat info terkait perkembangan penanganan Covid-19. Beberapa pekan kemudian Menke kebakaran alis mata. Sri Mulyani tampil bersuara ke publik. Mba Sri menyoal bansos di DKI. Katanya, Pemprov DKI nggak punya dana. Nggak sanggup berikan bantuan untuk 1,1 juta warga DKI terdampak Covid-19. Eh, Sri Mulyani ternyata tak sendirian. Menteri Sosial Juliari P Batubara ikut bicara. Begitu juga dengan Menteri Kordinator Pemberdayaan Masyarakat (PMK) Muhadjir Effendy, ikut-ikutan menyerang Anies. Obyeknya masih sama, soal penyaluran bansos. Kepada pihak lain Mensos bilang, “saya kira nggak usah ribut-ribut soal data, semuanya bisa diselesaikan secara kekeluargaan, secara gotong royong (Kompas 2/5). Tapi kepada Anies, Mensos justru mempersoalkan data itu. Kok beda antara penyataan dan perbuatan ya? Kenapa yang disoal hanya Anies? Nggak kepala daerah lainnya? Emang kepala daerah yang lain beres soal anggaran, data dan pembagian bansosnya? "Rasanya kental politis", kata Zita Anjani, Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi PAN. “Justru Pak Anies minta dicover dari pusat, karena ingin warganya sejahtera. Pakai saja uang rakyat Jakarta yang Rp. 5,1 triliun itu, “tegas anggota Fraksi PAN ini lagi. Ditagih ko nggak bayar. Malah balik cari-cari kesalahan. Kira-kira seperti itu logika yang ada di kepala rakyat, khususnya DKI Jakarta. Kalau nggak bisa lunasin hutang, ya minta maaf saja dong... Bukan malah cari-cari kesalahan. Rupanya, rakyat punya cara berpikirnya sendiri. Beda dengan cara berpikir para menteri itu. Dana DBH Pemprov DKI 2019 sebesar Rp. 5,1 triliun. Ditambah kuartal II tahun ini sebesar Rp. 2,4 triliun. Totalnya Rp. 7,5, triliun. Baru dicairkan oleh Kemenkeu Rp. 2,56 triliun. Sri Mulyani seharusnya tak sekedar mengkritik Pemprov DKI, tetapi segera membayar DBH penerimaan pajak yang merupakan bagian dari Pemprov DKI, kata Mujiyono, anggota DPRD DKI dari Fraksi Demokrat. Sri Mulyani sakiti hati kepada warga Ibu Kota. Begitu kata M.Taupik. “Sengak. "pernyataan Sri Mulyani tersebut 100 persen tidak sesuai fakta, alias hoaks", tegas M. Taupik. Wakil Ketua DPRD dari Gerindra ini menyayangkan pernyataan Menteri Keuangan ngawur tersebut. Tidak hanya M.Taupik. Arbi Sanit dan sejumlah tokoh juga menyesalkan sikap para menteri Jokowi itu. Dianggap tak punya anggaran, Pemprov DKI malah siapkan dana Rp. 5 triliun untuk menangani Covid-19 dan dampak ekonominya. Diantaranya, berupa bantuan yang "sudah dibagi" ke warga DKI sebelum PSBB diberlakukan. Jadi, sebelum ada PSBB, dan sebelum pemerintah pusat bergerak ngasih bansos, warga Jakarta sudah mendapat bantuan dari Pemprov DKI. Ada yang double penerimaan. Warga terima dari pemerintah daerah, terima juga dari pemerintah pusat. Harusnya tidak double, kata pihak Kementerian Sosial. Apa masalahnya kalau warga terima double? Tanya M.Taupik, wakil DPRD DKI. Toh tidak dalam waktu dan pekan yang sama, protesnya. Jadi, tidak hanya hotel bintang lima untuk tenaga medis saja yang disoal. Masyarakat Jakarta terima bantuan double juga ada pihak yang menyoal. Lepas siapa yang benar dan siapa yang salah? Mestinya urusan macam ini bisa dikomunikasikan dan didiskusikan secara internal. Kenapa tidak teleconference saja via zoom berempat. Tiga menterinya Jokowi ajak Anies diskusi. Tapi, kenapa justru dijadikan konsumsi publik? Wajar jika banyak pihak kemudian mengartikan, ini sebagai bentuk penjegalan terhadap Anies untuk menjadi Calon Presiden 2024. Rakyat kelaparan kok diseret-seret ke urusan politik 2024. Nggak elok, nggak dewasa dan nggak bermutu seru M. Taupik. “Jangan sampai perseteruan politik mengganggu perut rakyat rakyat Jakarta, “himbau M. Taupik. Rasionalitas ini otomatis muncul di benak rakyat, mengingat sering terjadinya serangan yang dianggap mendiskreditkan posisi Anies. Ini berlangsung sejak pidato pertama Anies pasca pelantikan 2017. Tak berhenti hingga sekarang. Sudah tiga tahun berjalan. Apalagi publik Jakarta membaca bahwa serangan kepada Anies ini sudah bersifat terstruktur, sistematis dan masif. Keadaan inilah yang justru membuat gelombang empati publik kepada Anies membesar. Celaknya lagi, empati itu terus membesar. Ketika semua bentuk serangan itu tak pernah direspon secara reaktif, Anies berhasil mengambil hati rakyat. Serangan akhirnya menjadi kredit poin buat Anies. Anies lebih memilih fokus kerja di tengah banjirnya serangan tersebut. Ini langkah yang sangat tepat. Meski tak perlu harus mendengungkan kata “kerja... kerja... dan kerja....” Selama hasil kerja bisa dirasakan oleh rakyat, maka akan jadi investasi sosial dan politik yang efektif buat Anies. Akhirnya, siapapun yang mencoba menyerang Anies akan berhadapan secara otomatis dengan para pendukung dan simpatisannya. Fakta ini bisa dilihat di media dan medsos. Anies punya relawan dan buzzer lepas yang berlimpah di setiap sudut kota di Indonesia. Mereka tak saling mengenal satu dengan yang lain. Sebab, mereka tak dibayar. Tiak ada kordinatornya. Tidak juga ada kaka pembina seperti buzzer yang di sebelah sono. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Tragedi Long Xin 629: Menlu Retno Marsudi Seperti Jurubicara China?

By Asyari Usman "Dari info yang diperoleh KBRI, pihak kapal telah memberitahu keluarga dan mendapat surat persetujuan pelarungan di laut tertanggal 30 maret 2020. Pihak keluarga sepakat untuk menerima kompensasi dari kapal Tian Yu 8," ujar Retno. Dua WNI lainnya meninggal saat berlayar di Samudera Pasifik dan dilarung pada Desember 2019. Kata Retno, berdasarkan informasi yang diterima pihaknya, keputusan pelarungan jenazah ini diambil kapten kapal karena kematian disebabkan penyakit menular berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya. Tiga paragraf di atas adalah kutipan langsung dari halaman Kompas-com, edisi 8 Mei 2020. Itulah yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Rento Marsudi, tentang kematian ABK (anak buah kapal) asal Indonesia yang bekerja penangkap ikan berbendera China. Di kapal Long Xin 629. Sayang sekali, penjelasan Menlu Rento itu mengesankan bahwa dia memfungsikan dirinya sebagai jurubicara China. Dia seolah punya misi untuk ‘meredam’ kemarahan orang Indonesia yang saat ini sedang viral. Itu terbaca dari kalimat Retno bahwa keluarga korban sudah diberitahu dan sudah mengizinkan jenazah ABK dibuang ke laut. Retno juga menonjolkan kompensasi yang telah diberikan kepada keluarga. Dia pun 'mewakili' China untuk mengatakan bahwa pelarungan (penguburan di laut) dilakukan karena ABK Indonesia yang meninggal itu menderita penyakit menular. Apakah bisa dipercaya alasan penyakit menular? Kenapa Menlu menerima begitu saja alasan itu? Kompensasi? Mengapa ini yang dikedepankan oleh Menlu Retno? Padahal, investigasi media yang terpercaya menguraikan tentang perlakuan buruk yang dialami para ABK Indonesia di kapal ikan Long Xin 629. Mereka mengaku disiksa. Bekerja rodi. Tidur cuma 3 jam. Makanan mereka berbeda dengan makanan ABK orang China. ABK Indonesia memakan ikan yang biasa digunakan untuk umpan. Sedangkan ABK China selalu menyantap ikan segar yang enak-enak. Ini pengakuan para ABK itu sendiri. Menlu mengirimkan nota diplomatik ke China. Ok-lah. Mungkin ini SOP biasa. Semoga saja ditanggapi. Tapi, sebagai Menlu, tidak seharusnya Retno mengutamakan poin-poin yang memang inginkan disebarluaskan oleh pemerintah China. Supaya mereka tampak telah melakukan cara-cara yang manusiawi. Padahal, kenyataannya orang-orang China di Long Xin 629 itu tidaklah seberadab yang digambarkan itu. Sebagai diplomat yang berpengalaman, seharusnya Retno paham bahwa di tingkat negara, pastilah China akan berusaha menutup-nutupi kekajaman dan kesadisan warga negaranya terhadap orang asing. Beijing tidak akan rela warganya diviralkan melakukan tindakan biadab terhadap ABK Indonesia. Jadi, Retno seharusnya mengeluarkan narasi yang lebih tajam lagi. Tidak perlu terlalu banyak berdiplolasi halus. Sebab, perlakuan kejam itu dialami oleh banyak ABK Indonesia. Selayaknya, Bu Retno mengangkat soal kondisi kerja yang tidak manusia di kapal-kapal China. Banyak ABK Indonesia yang mengaku bekerja 18 jam sehari. Ini ekploitasi sadis. Mereka hanya meminum air laut sulingan sedangkan ABK asal China selalu mendapat air mineral. Diskriminasi kejam. Anda, Bu Retno, di tempatkan di pos Kemenlu dengan gaji besar dan fasilitas luks untuk membela bangsamu yang diperlakukan kejam di luar sana. Bukan untuk membela China. Sejak kapan Anda ditunjuk menjadi jurubicara pemerintah China?[] 9 Mei 2020(Penulis wartawan senior)

Pertamina Peras Rakyat Rp 13,75 Triliun Selama Dua Bulan

By Marwan Batubara Jakarta FNN – Sabtu (09/05). Dalam dua bulan berturut-turut Pemerintah menetapkan harga BBM tidak turun. Berbagai hal dijadikan alasan. Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR mengatakan harga BBM tidak turun karena harga minyak dunia belum stabil. Berpotensi turun atau naik (4/5/2020). Pemerintah terus memantau dampak pemotongan produksi OPEC+ (OPEC dan Non-OPEC) dari Mei 2020, Desember 2020 hingga Januari 2021. Menurut Arifin, harga BBM di Indonesia salah satu termurah di ASEAN dan dunia. Karena itu Arifin menganggap pemerintah tidak merasa perlu menurunkan harga BBM. Kata Arifin, “kan harga BBM Indonesia sudah termasuk salah satu yang termurah di Asean” (4/5/2020). Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan harga belum turun karena Pertamina tak bisa memangkas belanja modal dan operasi. Biaya produksi dalam negeri lebih mahal dibanding di luar (21/4/2020). Biaya produksi minyak Pertamina lebih tinggi 25% dibanding harga minyak dunia. Pertamina harus menyerap 100% produksi domestik untuk mengurangi impor. Jika Pertamina stop membeli crude domestik, maka kegiatan KKKS bisa berhenti. Ini bisa menimbulkan efek negatif terhadap bisnis migas nasional, termasuk adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kata Nicke, penyesuaian harga akan mudah jika Pertamina menjadi trading company. Ketika harga beli murah, maka BBM bisa langsung dijual murah. Namun karena mengoperasikan kilang berbiaya produksi lebih mahal, maka harga jual BBM tidak bisa otomatis turun. Disebutkan harga impor BBM US$22,5 per barel, sementara harga beli crude Maret 2020, US$24 per barel. Karena pandemi corona kata Nicke, maka penjualan BBM turun 50% dibanding rata-rata harian. Pertamina berpotensi kehilangan keuntungan hingga 51% persen atau sekitar US$1,12 miliar dari rencana kerja dan anggaran 2020. Target laba 2020 US$2,2 miliar dan pendapatan US$58,33 miliar. Selain itu. profit bakal tergerus pula oleh selisih kurs. Terlepas apapun alasan Arifin dan Nicke, faktanya pemerintah mempunyai aturan main tentang harga jual BBM, yaitu puluhan Perpres, Permen ESDM dan Kepmen ESDM, yang terbit 2104 –2020. Perpres dimaksud adalah: No.191/2014 dan No.43/2018. Sedang Permen turunan Perpres adalah No.39/2014, No.4/2015, No.39/2015, No.27/2016, No.21/2018, No.34/2018 dan No.40/2018. Sedangkan Kepmen turunan Perpres: No.19K/2019, No.62K/2019, No.187/2019, No.62K/2020 dan No.83K/2020. Hal-hal prinsip dari berbagai peraturan di atas adalah bahwa harga BBM akan berubah, karena perubahan harga minyak dunia dan kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Formula BBM merujuk harga BBM di Singapore Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus periode tanggal 25 pada 2 bulan sebelumnya, sampai dengan tanggal 24 satu bulan sebelumnya, untuk penetapan bulan berjalan. Misalnya, sesuai Kepmen ESDM No.62K/2020, formula harga jenis Bensin di bawah RON 95, Bensin RON 98, dan Minyak Solar CN 51, adalah MOPS atau Argus + Rp 1800/liter + Margin (10% dari harga dasar). Dengan formula di atas, sesuai MOPS rata-rata 25 Februari sampai dengan 24 Maret 2020 dan kurs Rp. 15.300 per dollar, maka diperoleh harga BBM yang berlaku 1 April 2020 untuk jenis Pertamax RON 92 sekitar Rp. 5.500 dan Pertalite RON 90 sekitar Rp. 5.250 per liter. Faktanya, harga resmi BBM di SPBU masing-masing adalah Rp 9000 dan Rp 7650. Dengan demikian, jika dibanding harga sesuai formula, maka konsumen BBM Pertamax membayar lebih mahal Rp 2000 - Rp 3500 per liter. Hal yang sama juga terjadi untuk BBM Tertentu (solar) dan Khusus Penugasan (Premium). Namun dengan nilai kemahalan sekitar Rp. 1.250-1.500 per liter. Untuk semua jenis BBM rata-rata nilai kemahalan diasumsikan Rp 2000 per liter. Untuk harga BBM yang mulai berlaku 1 Mei 2020, nilai MOPS rata-rata 25 Maret sampai dengan 24 April 2020 dan kurs USD lebih rendah dibanding April. Karena itu diasumsikan konsumen semua jenis BBM secara rata-rata membayar lebih mahal sekitar Rp. 2.500 per liter. Jika selama pandemi korona konsumsi BBM untuk semua jenis BBM diasumsikan sekitar 100.000 kilo liter per hari, maka nilai kelebihan bayar untuk bulan April 2020 adalah 100.000 kl x 30 hari x Rp. 2.000 = Rp. 6 triliun. Untuk bulan Mei 2020, nilai kelebihan bayar adalah 100.000 kl x 31 x Rp. 2.500 = Rp 7,75 triliun. Sehingga selama April dan Mei 2020, konsumen BBM Indonesia diperkirakan membayar lebih mahal sekitar Rp. 13,75 triliun. Sebagian rakyat mungkin mampu membayar harga BBM sesuai ketetapan pemerintah. Harga BBM di Indonesia mungkin juga relatif lebih murah di banding harga BBM di negara lain, dan juga sudah cukup rendah di banding harga produk-barang lain. Sehingga, tidak turunnya harga BBM April dan Mei 2020 dapat dimaklumi. Namun karena berbagai alasan di bawah ini, rakyat harus menggugat pemerintah dan menuntut ganti sebesar Rp 13,75 triliun di atas. Pertama, pemerintah menetapkan formula harga BBM, dan untuk BBM umum telah diterapkan secara rutin setiap bulan sejak 2014. Jika formula tidak diterapkan pada April dan Mei 2020, walau Menteri ESDM dan Dirut Pertamina memiliki seribu alasan sekalipun, maka hal tersebut tetap saja pelanggaran sangat nyata terhadap peraturan yang harus dipertanggungjawabkan. Kedua, penyebab utama keuangan Pertamina bermasalah berpotensi gagal bayar adalah pemerintah yang bertindak melanggar berbagai aturan demi pencitraan politik sempit. Harga BBM tidak disesuaikan sesuai formula Perpres/Pemen sejak April 2016 hingga Desember 2019. Demi pencitraan politik Jokowi ini Pertamina menanggung beban subsidi sekitar Rp 80 triliun. Meskipun kelak beban tersebut akan dibayar pemerintah, namun jadwalnya tidak jelas. Ketiga, akibat kebijakan populis pemerintah, Pertamina juga menanggung utang obligasi minimal U$ 12,5 miliar yang harus dibayar bunga/kuponnya sekitar Rp 10 triliun per tahun. Keempat, Pertamina harus membeli crude produksi dalam negeri dengan harga berdasar formula Indonesia Crude Price (ICP) bernuansa moral hazard, karena lebih mahal sekitar US$ 13-15 per barel (Duri) dan US$ 8-9 per barel. Harga yang lebih mahal ini menjadi beban tambahan bagi Pertamina. Kelima, keuangan Pertamina dibebani kebijakan yang melanggar aturan dan public service obligation (PSO), yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah, tapi tidak tersedia di ABPN. Kebijakan tersebut antara lain signature bonus untuk Blok Rokan, BBM satu harga, over quota LPG 3kg, dan lain-lain. Sebagai rangkuman, apapun alasannya harga BBM bulan Mei 2020 harus turun karena peraturan formula harga BBM masih berlaku. Jika kondisi keuangan Pertamina bermasalah, maka bukan konsumen BBM yang harus menanggung, karena masalah timbul akibat ulah Presiden dan seluruh jajaran terkait yang menyeleweng. Pelaku penyelewengan tersebut justru harus diproses hokum. Bukan malah meminta rakyat ikut menanggung dampak perbuatannya. Pelanggaran peraturan oleh pemerintah tampaknya sudah merupakan hal yang biasa terjadi dalam 4-5 tahun terakhir. Pelanggaran semakin marak karena pengawasan dan penegakan hukum oleh lembaga terkait juga tidak berfungsi secara optimal. Pengawasan oleh oleh DPR sebagai wakil rakyat juga tidak berjalan. Bahkan DPR berubah menjadi bagian dari pemerintah. Tidaklah mengherankan, kalau mantan napi terduga koruptor yang harusnya diproses hukum pun, malah diangkat menjadi Komut Pertamina. Namun, terlepas dari hal di atas, kita tetap perlu mengingatkan agar negara dijalankan berdasar hukum dan aturan yang berlaku. Jangan bersikap bebas semau gue. Pemerintah memang berkuasa dan rakyat tidak berdaya. Tetapi sebagai ummat beragama, sesuai Pancasila (kecuali bagi PKI), ingatlah bahwa ada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mari hormati hukum dan ikut aturan main. Demi kepentingan bersama, harga BBM tidak harus rendah. Tetapi perlu diatur pada pita/ band harga tertentu. Misalnya, Rp. 8.000 – Rp. 14.000, sehingga energi tersedia berkelanjutan. Ketahanan energi menjadi meningkat, dan defisit neraca perdagangan/neraca transaksi berjalan tetap rendah. Untuk itu, perlu diterapkan sistem subsidi tepat sasaran. Pengembangan EBT terintegrasi energi fosil, dan pajak lingkungan untuk EBT. Juga skema dana stabilisasi harga BBM, serta skema dana migas, dan lain-lain. Hal ini harus menjadi konsensus nasional, dan dituangkan dalam suatu peraturan. Sebelum peraturan terbentuk, kembali ke isi di awal tulisan, jalankanlah peraturan yang berlaku. Lakukan proses hokum terhadap para penyeleweng. Berhentilah bersikap sontoloyo semau gue. Rakyat berhak menuntut ganti rugi sekitar Rp. 13,75 triliun. Dapat saja dilakukan melalui proses citizen law suit. Penulis adalah Managing Director Indonesiaan Resources Studies (IRESS)

Mana Lebih Heroik: Turun Harga BBM atau Turun ke Gang Sempit dan Gelap?

Oleh Sri Widodo Soetardjowijono Jakarta, FNN - Harga minyak dunia kembali berbalik arah ke zona negatif pada penutupan perdagangan Jumat (8/5/20), yakni US$ 23,55 per barel. Pelemahan harga minyak ini karena optimisme pelaku pasar mulai memudar yang berakibat pada pengurangan produksi beberapa perusahaan di Amerika Serikat (AS). Penurunan harga minyak di pasar global langsung diikuti oleh penurunan harga minyak di berbagai negara, termasuk negara-negara ASEAN. Delapan dari 10 negara anggota ASEAN sudah beberapa kali menurunkan harga bahan bakar minyak dalam dua bulan terakhir. Indonesia belum sama sekali. Kedelapan negara itu adalah Malaysia, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Filipina, Thailand, Laos dan Singapura. Sementara untuk Brunei Darussalam, globalpetrolprices.com tidak menyajikan data harga BBM di negara itu. Negeri makmur Singapura sudah memangkas harga BBM sebanyak enam kali sejak Maret hingga Mei 2020. Jika dihitung dari awal tahun hingga 4 Mei 2020, harga bensin di Singapura sudah menyusut 12,18% menjadi US$ 1,37 per liter. Malaysia sudah enam kali menurunkan harga BBM, sejak dua bulan terakhir. Per 13 April 2020, harga bensin dengan kadar oktan 95 di Malaysia di level US$ 0,29 per liter atau Rp 4.387 per liter (kurs Rp 15.127 per dollar AS). Harga tersebut sudah melorot 39,58% sejak Januari 2020. Demikian juga dengan Myanmar, yang sudah sembilan kali menurunkan harga BBM selama dua bulan terakhir. Per 4 Mei 2020, harga bensin di Myanmar di posisi US$ 0,36 per liter, atau sudah menyusut 46,27% sejak awal tahun ini. Kemudian Kamboja sudah lima kali mengubah harga bensin dalam dua bulan terakhir. Per awal Mei 2020, harga BBM di Kamboja senilai US$ 0,66 per liter, atau sudah menyusut 34,65% ketimbang posisi awal tahun ini. Di Turki, pemerintah lebih fair dalam menentukan harga BBM. Dikutip dari turkinesia.net harga bahan bakar minyak di Turki telah berubah hampir setiap hari sejak awal krisis harga minyak di pasar internasional yang disebabkan oleh berkurangnya permintaan global karena virus corona. Secara keseluruhan, harga bensin dan solar di negara itu telah berubah 36 kali dalam 51 hari. Sejak 10 Maret, harga bensin berubah 24 kali, sementara harga solar berubah 12 kali. Selama periode 51 hari ini, harga bensin turun 14 kali sementara harga solar turun delapan kali. Sedangkan Indonesia belum juga memangkas harga BBM sejak Februari 2020. Ketika itu harga bensin RON 95 Indonesia pernah turun per 3 Februari 2020. Jenis BBM ini adalah Pertamax yang konsumennya sedikit. Harga itu menurun 10,45% dibandingkan posisi Januari 2020. Sementara BBM yang paling banyak dikonsumsi rakyat Indonesia yakni Pertalite dan Premium belum pernah turun hingga Mei tahun ini. Pemerintah bukannya merespons tuntutan masyarakat agar menurunkan harga BBM, tetapi justru membangun polemik baru. Menteri ESDM Arifin Tasrif terus berteori untuk mempertahankan harga BBM agar tidak turun. Tasrif mengatakan penurunan harga BBM saat ini tidak mudah dilakukan karena harga minyak dunia yang masih bakal bergejolak hingga Juni 2020. Ia bilang OPEC bahkan sudah setuju untuk memotong produksi harian minyak dunia mulai Mei sampai Juni-Juli 2020 nanti. Ia bilang akhir tahun harga minyak Indonesia atau ICP bisa kembali di angka 40 dolar AS per barel minyak. Di samping itu, Arifin juga mengaku tidak bisa mengikuti formula dalam Kepmen ESDM No 62K/MEM/2020 yang ia teken sendiri pada 28 Februari 2020. Dalam Kepmen, harga BBM Indonesia memperhitungkan harga trading minyak dan harga produk olahan BBM Singapura atau Mean Of Platts Singapore (MOPS). Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati tampaknya tak ada niat untuk menyesuaikan harga BBM sesuai pasar internasional. Nicke berkilah bahwa penurunan harga BBM agar berdampak pada perusahaan. Biaya pengeboran tidak bisa disetop, begitu juga kilang tak dapat dihentikan operasionalnya. “Kami tetap bayar (nilainya) besar juga. Sama saja. Karyawan jumlahnya 62 ribu, tidak mungkin tak kami bayar," kata Nicke. Pemerintah agaknya hoby curang. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia, langsung dilakukan penyesuaian, tetapi ketika terjadi penurunun harga minyak, teori dan ngeles yang dikedepankan. Padahal, penyesuaian harga BBM bukan dilakukan saat harga minyak dunia naik. Penyesuaian wajib dilakukan saat harga minyak dunia turun, karena itu perintah undang-undang. Penurunan harga BBM juga bukan semata karena harga minyak dunia turun, tetapi ada nilai kemanusiaan dalam situasi sulit seperti saat ini, di mana wabah Covid-19 belum menunjukkan grafik menurun yang berdampak pada kehidupan masyarakat yang makin sulit. Setelah Kementerian ESDM dan Pertamina yang menyajikan teori pembenaran soal harga BBM, agaknya kita perlu mengetuk hati “panutan” bangsa ini. Kita rindu tausiyah Ma'ruf Amin tentang keikhlasan dan keterbukaan. Kita tahu, ia terbiasa memberikan pesan-pesan moral yang baik. Pun demikian ia seharusnya bisa meminta MUI untuk menerbitkan fatwa haram menunda kenaikan BBM, sebagaimana ia meminta MUI bikin fatwa haram mudik. Kita telah lama kehilangan suara lantang dan lugas Mahfud MD tentang pentingnya menegakkan aturan dan konsisten serta sportif dalam bernegara. Kita paham, Mahfud kalau ngomong tanpa tedeng aling-aling. Kita kangen pesan Puan Maharani tentang pembelaan terhadap kaum marhaen, tentang wong cilik yang harus selalu dilindungi dan dibela hak-haknya. Tausiyah dan pesan dari para “panutan” itu, kini tak terdengar lagi. Entah apa yang menyebabkannya. Mungkin mereka sedang menyeleksi mana yang penting dan mana yang mubazir. Semakin menunda penurunan harga BBM, maka argo dosa pemerintah ini jalan terus. Ini bukan menggunjingkan pemerintah yang berpotensi dosa seperti tuduhan Luhut Panjaitan yang meminta umat muslim tidak bergunjing di bulan puasa. Justru pemerintahlah yang berdosa pada rakyat karena menyembunyikan kebenaran. Kebenaran bahwa harga BBM hari ini masih sama dengan harga BBM saat harga minyak dunia US$70 per barel. Kita tahu hari ini harga minyak dunia hanya 23,55 US$ per barel. Ada berapa ratus miliar selisih harga yang seharusnya dinikmati rakyat. Lagi lagi saya terkesan ceramah Kyai Ma'ruf dulu saat menjadi ustadz, "Bersegerlah menuju pintu pertobatan". Inilah saatnya pemerintah untuk meratapi kekeliruannya kemudian menuju pertobatan yang nyata. Hentikan berbohong, tak hanya urusan harga BBM, tetapi di segala bidang. Rakyat butuh kejujuran pemerintah, bukan butuh bingkisan sembako yang nyatanya tak memberi solusi. Rakyat butuh konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan harga BBM, naik ya naik, turun ya turun, bukan reality show berdurasi pendek bagi-bagi duit di gang sempit yang gelap pada malam hari, lalu diviralkan. Ini tidak heroik. Yang diminta oleh masyarakat adalah harga BBM turun sesuai harga internasional, bukan bukan pemberian cash back dan lotre bagi ojek yang beruntung. Bagaimana negeri ini akan ditaburi keberkahan jika setiap hari dipertontonkan kebohongan dan kemunafikan? Turunkan harga BBM segera, ini baru heroik. Penulis Wartawan Senior.

Menko Luhut Harus Bertanggungjawab Atas Kematian Pelaut WNI di Kapal Cina

Oleh Natalius Pigai Jakarta, FNN - Kematian WNI pelaut di kapal China adalah merupakan Tanggungjawab Luhut Panjaitan Menko Maritim. Hampir semua aturan internasional dan juga nasional yang mengatur tentang Pelaut (seafarer) bukan tanggungjawab Kemnterian Tenaga Kerja tetapi Kementerian Perhubungan dan tanggungjawab Menko Maritim. Berbagai landasan hukum international juga nasional telah memberi otoritas tetapi saya duga soal-soal ini diabaikan bahkan tidak diperhatikan. Secara hukum international Indonesia telah memiliki kekuatan untuk menjamin kepastian bagi pelaut (seafarer) dan kapalnya. Sejak 1961 Indonesia menjadi Anggota International Maritim Organisations (IMO) International Convention for Safety of Life at Sea (SOLAS) The International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW) Maritime Labour Convention (MLC) 2006. Untuk Indonesia, Pemerintah RI sudah meratifikasi MLC 2006 dan menjadikannya UU RI dengan disahkannya UU nomor 15 tahun 2016. Berdasarkan fakta bahwa fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah sektor maritim dengan program Poros Maritim Dunia-nya, maka perlindungan terhadap tenaga kerja sektor maritim terutama mereka yang bekerja pada kapal-kapal internasional sangatlah perlu untuk pemantapan, penegakan dan perlundungan pelaut. Upaya penegakan hak-hak pelaut internasional belum maksimal diterapkan oleh Pemerintah RI dalam kapasitas sebagai Negara Bendera maupun sebagai Negara Pelabuhan. Upaya tersebut memerlukan kerja keras Menko Maritim dan Menteri Luar Negeri. Apalagi soal Tenaga Kerja Pelaut, Keselamatan dan sertifikasi diurus Kementerian Perhubungan berdasarkan Permenhub 40 tahun 2019. Oleh karena itu saya mengecam Menko Maritim yang tidak peduli dengan keselamatan Pelaut ( seafarer). Menko Maritim harus bertanggungjawab mengusahakan proses hukum yang adil, ganti rugi yang pantas, dan membuat perjanjian bilateral dengan China. Penulis Aktivis Kemanusiaan.

Denny Serang Almira Yudhoyono, Siapa Kuasa dan Raksasanya?

By Rachlan Nasidik Jakarta FNN – Jum’at (08/05). Denny Siregar adalah pendukung fanatik Jokowi. Modal di kepalanya sebenarnya tidak banyak. Pengetahuan juga kurang. Logika lemah. Kritisisme apa lagi, sangat minus. Toh dia memiliki tempat terhormat di antara buzzer istana. Dianggap lebih pintar dari rata-rata mereka. Jadilah Denny Siregar ini buzzer Jokowi papan atas. Orang pintar hanya bisa membela dalam batas kepantasan. Orang bodoh bahkan tak tahu batas itu ada. Birds of a feather flocks together. Orang bodoh membela orang bodoh. Mungkin karena menjadi pintar, berarti tak mungkin menjadi fanatik. Tulisan-tulisan Denny bicara dua hal saja. Pertama, membenarkan Jokowi. Kedua, memperolok orang yang berpendirian berbeda. Tidak ada analisa yang serius atau apalagi jujur. Isinya cuma propaganda. Tapi dalam dunia buzzer, hal begitu biasa saja. Yang tidak biasa adalah Denny Siregar menjadikan anak kecil sebagai bahan untuk menyerang orang-tua si anak sendiri. Biasanya, Denny cuma murahan. Tapi kali ini, Denny keterlaluan. Dia menyerang Almira Yudhoyono, anak kelas 6 Sekalah Dasar, yang berumur 12 tahun. Dari namanya, dapat dipertalikan kalau Almira Yudhoyono adalah cucunya Presiden Indonesia ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia putri semata wayang pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Anisa Pohan. Sampai di sini, anda mengerti kenapa Denny merendahkan anak kecil itu? Ya, Denny dikenal sebagai membenci keluarga Yudhoyono. Tapi sebagai buzzer Jokowi, apalagi tokohnya di papan atas, kebencian itu lumrah saja. Apalagi SBY adalah figur Presiden pembanding terdekat untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan Jokowi. Maka, SBY dan keluarganya tiap hari harus "dibunuh" agar Jokowi selalu cukup jelas kelihatan. Itu mereka lakukan sejak hari pertama di istana. Menjadi antitesa terhadap SBY, tadinya mungkin hanya strategi. Tapi lama-kelamaan berubah menjadi obsesi yang paling penting. Dan mereka terjebak di situ. Sebab, ternyata menjadi Presiden itu, butuh lebih dari memberi janji atau berfoto solo. Kembali ke serangan Denny. Yang tidak lumrah adalah, Almira diserang karena dia tumbuh menjadi anak yang berpikiran kritis, dan tidak takut menyatakan pendapatnya. Dia dididik di sekolahnya dalam praktek kebebasan akademis. Almira dicurigai karena dia pandai menulis dan berpendapat dalam bahasa Inggris. Almira juga disalahkan, karena ia tumbuh menjadi anak berprestasi. Denny Siregar menganggap, pada Almira semua itu adalah serangan politik kepada junjungannya Jokowi. Akibatnya, kebebasan akademis, pikiran kritis, kemampuan menulis dan bependapat dalam bahasa Inggris menjadi soal yang tabu. Entah, mungkin karena pada Jokowi satupun itu tak ada. Tapi kalau begitu, Denny seharusnya bukan cuma menyerang keluarga Yudhoyono. Toh, seorang anak tak mempunyai kebebasan apapun di dunia ini untuk minta dilahirkan sebagai anak siapa. Denny juga seharusnya menyerang sekolah Almira. Sebab Almira menulis opini itu, dalam bahasa Inggris yang bagus, untuk memenuhi tugas dari sekolahnya. Opini itu wajib dikemas ke dalam naskah pidato untuk dibacakan di hadapan Presiden. Almira memilih masalah lockdown sebagai tema tulisannya. Tentu, Almira tidak sungguh-sungguh akan berpidato di hadapan Presiden. Itu cuma seolah-olah. Hanya berlatih untuk berimajinasi. Hanya cara mendidik anak untuk berani berpendapat. Sekolah Almira mungkin terinspirasi oleh aktivitas Unicef. Denny Siregar pasti tak tahu bahwa badan PBB itu bersuara lantang di masa Pandemi Covid-19 ini. Mendesak agar setiap pemerintahan di dunia ini mendengar dan memperhitungkan suara anak-anak ke dalam kebijakan mitigasi pandemi. Di Inggris, Unicef mendorong anak-anak untuk menulis kepada pemerintahnya. Menulis tentang apa saja yang menjadi pendapat mereka. Juga harapan mereka dalam hidup yang sulit akibat pandemic ini. Denny Siregar tak tahu itu. Mungkin karena Unicef tak punya program yang sama untuk anak-anak di Indonesia. Mungkin Unicef tahu, mustahil melakukannya di Indonesia, tanpa membuat anak-anak dipandang menyerang pemerintah. Dan menjadi korban perundungan oleh buzzer pendukung fanatik Jokowi, seperti yang dilakukan Denny Siregar pada Almira Yudhoyono. Denny Siregar adalah lelaki dewasa dengan pikiran yang terbelakang dan sewenang-wenang. Bila ia juga seorang ayah, sungguh malang anak-anaknya. Tapi, siapa tahu, mungkin ia sendiri dibesarkan oleh orang tuanya yang berpikiran sama. Denny tidak percaya bahwa seorang anak, apalagi baru belasan tahun, mampu mengembangkan dan memiliki pikiran dan pendapat sendiri. Apalagi pikiran dan pendapat yang kritis. Denny terkaget-kaget, sehingga tak bisa menerima kenyataan kalau Almira Yudhoyono adalah anak kritits dan berani untuk mengemukakan berpendapat yang berbeda. Mungkin baginya, seorang anak, dari pada terlibat dalam pemikiran kritis, seharusnya cukup menghafal nama-nama, atau membaca komik-komik Sinchan. Tapi kalau begitu adanya, maka itu dalam sebuah ironi. Semoga saja Denny juga berani bilang kepada Jokowi bahwa, bacaan Presiden tak pantas kalau cuma komik anak-anak. Entah apakah dia tahu Greta Thurnberg. Aktivis Swedia yang bulan Januari tahun ini baru merayakan ulang tahunnya yang ke 17. Inilah remaja perempuan yang ditulis oleh majalah Time sebagai tokoh yang juga paling berpengaruh di dunia. Pada usia 15 tahun, Greta Thurnberg memimpin pemogokan siswa. Mereka menuntut para orang tua dan pemimpin dunia bersungguh-sungguh menyetop kerusakan iklim. Lalu dalam forum PBB, Greta Thurnberg sampaikan pendapatnya dengan kritis dan berani, kepada Presiden dan Perdana Menteri. Mungkin sadar telah memamerkan kesalahan, Denny lalu berusaha berkelit. Dia bilang tidak merundung Almira melainkan keluarganya dan Partai Demokrat. Tapi tak perlu seorang jenius guna melihat dengan jelas bahwa Denny mencurigai kecerdasan Almira. Dia menilai, pikiran dan kecerdasan Almira sebagai serangan politik pada kebijakan Jokowi. Bahkan menudingnya sebagai alat politik orang tuanya belaka. Denny Siregar menggunakan Almira sebagai alat untuk menyerang SBY dan orang tua Almira sendiri. Lucunya, dia membayangkan dirinya adalah David yang melawan Goliath. Dia melawan Partai Demokrat. Denny juga memilih menggiring publik pada persepsi palsu itu. Sebab dia tak mampu membayangkan dirinya merunduk, merendahkan diri, memohon maaf pada seorang anak bernama Almira. Sebab Denny tahu, di hadapan Almira, sesungguhnya dialah si kuat. Dialah raksasanya. Dialah kekuasaan yang kebal dan sewenang-wenang. Penulis adalah Politisi Parta Demokrat

Netizen: Kesalahan Risma dalam Cluster Sampoerna

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Seorang netizen, Mila Machmudah Djamhari, menulis sebuah status di Facebook-nya terkait Virus Corona Cluster Sampoerna. Berikut petikan statusnya dengan judul, “Kesalahan Risma Cluster Sampoerna”: Tanggal 2 April sudah tahu PDP dan dirujuk ke RS mengapa pasien tidak dirawat di RS… kok bisa kerja? Di mana pengawasannya? Teman intel Polrestabes pun cerita ke saya susah untuk mendapatkan data ODP - PDP - Positif… Kalau sampai ada PDP lepas kerja itu kesalahan Pemkot Surabaya… Teman saya dari Jakarta pulang ke Madiun dikarantina mandiri 14 hari, setiap hari dari puskesmas datang cek n ricek…Pasien meninggal dan terkonfirmasi positif tanggal 14 April… kok baru ketemu manajemen tanggal 18 April… Halooooooo… yang punya kekuasaan di Surabaya itu Walikota bukan pengusaha… Kondisi sudah darurat bila perlu dalam waktu kurang dari satu jam sudah menghadap itu managemen Sampoerna… Detik itu juga perintahkan untuk Pabrik ditutup…18 April - 26 April tim satgas koordinasi dengan Sampoerna… Tanggal 26 April pihak Sampoerna baru datang ke Balai Kota bertemu Walikota… diminta untuk Pabrik ditutup… Ga menyisan bar lebaran haji ketemunya?Terus tanggal 18-26 April itu bahas apa kok cek suwineeeeee….Penutupan pabrik baru dilakukan tanggal 27 April…. Astaghfirullah… 14 April sampai 27 April kerja apa ibu cantik jelita? Dibilang lelet ga terima… Lalu apa sebutannya?? Bisa diduga Pemkot tidak segera menutup pabrik ada sesuatu yang diperoleh dari pihak pengusaha…Tanggal 28-29 April baru diadakan rapid test dan karantina yang reaktif… byuuuuuuuhhhhh… Tanggal 2-28 April berapa orang yang kemungkinan terpapar… Ajuuuuuuurrrrr juuuummmm….Wes embuhlah… Ojo mocok tok… melok mikir… Ngelu ndasku… #Caleg Gagal Nesu Seperti diberitakan berbagai media, total karyawan Pabrik Rokok PT HM Sampoerna yang positif Virus Corona (Covid-19) mencapai 65 orang. Sebelumnya sudah 34 orang dinyatakan positif corona dan dua lainnya meninggal dan terbukti positif corona. Sebanyak 34 orang itu menjalani Tes SWAB Polymerase Chain Reaction (PCR) gelombang pertama kelompok karyawan di RSUD dr Soetomo, Surabaya. Kemudian, 29 orang lainnya bagian dari gelombang kedua kelompok karyawan, juga menjalani tes serupa. “Tes swab tahap kedua, tadi malam, kira-kita tengah malam kami dapat hasil lagi 29 yang positif,” ujar Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dilansir CNNIndonesia.com, Minggu (3/5/2020). Kini pihaknya terus berkoordinasi agar para karyawan tersebut bisa segera dirawat intensif di rumah sakit. Sebab, sejauh ini baru 25 yang dirujuk. Sementara, sisanya masih berada dan ditempatkan di salah satu hotel di Surabaya. “Tentunya mereka membutuhkan perawatan rumah sakit. Karena kemarin baru 25 yang dirujuk ke RS, sebagian diantaranya masih ada di ruang observasi, di salah satu hotel yang ada di Surabaya,” katanya. Tak hanya itu, Tim Tracing Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Jatim juga telah melakukan penelusuran ke pondokan-pondokan tempat tinggal para pegawai Sampoerna yang positif tersebut. “Sudah men-tracing di mana pondokan-pondokan karyawan itu, para tetangga terdekat juga di-tracing, sudah mulai dilakukan,” ujarnya. Sebelumnya, pada gelombang pertama ada 46 orang yang menjalani tes swab PCR, hasilnya 34 orang diantaranya terkonfirmasi positif Covid-19. Jika ditambah dengan hasil gelombang kedua, dan 2 orang karyawan yang meninggal dunia, total kasus corona di Sampoerna mencapai 65 orang. Klaster penularan Covid-19 di PT HM Sampoerna Tbk, Rungkut Surabaya, bermula dari dua orang karyawan yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona. Mereka sempat menjalani perawatan di rumah sakit, namun kemudian nyawa keduanya tak terselamatkan. Penelusuran orang-orang yang ditengarai memiliki kontak erat dengan dua karyawan itu pun dilakukan. Sebanyak 500-an pekerja menjalani rapid test, 100 diantaranya menunjukkan hasil rapid tesnya reaktif, mereka kemudian melakukan tes Swab PCR dan diobservasi. Kemunculan Klaster Sampoerna ini sempat menimbulkan polemik antara Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya. Hal itu bermula ketika Gubernur Khofifah menyebut, Pemkot Surabaya terlambat memberikan respon saat pertama kali kasus corona tersebut baru ditemukan. Pemkot Surabaya yang tak terima pun membantahnya. Kini Khofifah enggan memperpanjang polemik dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini itu. Menurut Gubernur Jatim, apa yang dilakukan pihaknya dengan menangani klaster penularan Covid-19 di Sampoerna, tak lain adalah untuk mencari jalan keluar agar penularannya tidak semakin parah. “Saya mohon kita tidak berpolemik, karena yang kita lakukan adalah how to solve the problem, how to solve the problem, how to solve the problem,” kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Sabtu (2/5/2020). Menurut Khofifah, salah satu tugas pemimpin yang paling penting adalah melindungi nyawa dan jiwa rakyatnya. Hal itu, menurutnya, merupakan kewajiban yang harus diemban oleh pemimpin di level apapun. Menurut Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr Joni Wahyuhadi, Dinas Kesehatan Surabaya memang pernah menangani penularan Covid-19, saat pertama kali ditemukan kasus infeksi di Sampoerna, pada pertengahan April lalu. Tapi, pihak Sampoerna kemudian meminta pertolongan kepada Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, pada 28 April 2020. Artinya, kataJoni, ada yang belum tuntas dalam hal penanganan di pabrik tersebut. “Tanggal 28 itu kan beliau [Sampoerna] kesini, kalau dari manajemen Sampoerna ke Ibu Gubernur, ke Grahadi, artinya itu ada yang belum selesai kan, karena mereka tahu masalah ini besar,” kata Joni, di lokasi yang sama. Menanggapi pernyataaan itu, Pemkot Surabaya menampik adanya keterlambatan informasi maupun penanganan Covid-19 yang terjadi di lingkungan karyawan PT HM Sampoerna Tbk, Rungkut Surabaya. Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M. Fikser mengatakan, pihak Pemkot Surabaya sendiri yang memanggil pihak perusahaan untuk mendorong agar semua karyawannya dilakukan rapid test secara masif. “Bahwa pemkot tidak pernah terlambat. Ibu Gubenur tidak benar. Awalnya pada tanggal 2 April yang bersangkutan itu sakit dan berobat ke klinik perusahaan. Pada 9 April 2020 pasien dirujuk di rumah sakit dan 13 April 2020 pasien melakukan pemeriksaan tes swab di rumah sakit yang berbeda,” kata Fikser, Sabtu (2/5/2020). Sampoerna sendiri sudah menutup pabriknya di Rungkut dan mengisolasi karyawannya. Disinfektasi dilakukan ke pabrik rungkut. Selain itu Sampoerna juga menjamin produknya aman dari corona karena sudah dikarantina lima hari sebelum didistribusikan. Penulis Wartawan Senior.

Duo Doni Melawan Menhub Budi

Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Ada sebuah frasa menarik dalam bahasa Inggris yang berbunyi: Too many chiefs, not enough Indians. Jangan diartikan secara harfiah. “Terlalu banyak kepala (suku), tak ada yang mau jadi orang Indian biasa.” Frasa itu muncul pasca Perang Dunia II di Amerika Serikat (AS). Menggambarkan sebuah organisasi yang kebanyakan bos, tapi tidak memiliki jumlah staf yang memadai. Asal-usul frasa bermula setelah PD II, pasukan AS didemobilisasi. Struktur komandonya njomplang. Kebanyakan Kolonel, dengan jumlah prajurit yang terbatas. “You can’t have all chiefs and no Indians,” kata Wakil Komandan Angakatan Udara AS Letjen Ira Clarence Eaker. Belakangan frasa itu juga digunakan untuk menggambarkan situasi sebuah organisasi, perusahaan “terlalu banyak yang jadi bos, akibatnya staf, anak buah jadi bingung.” Frasa itu kelihatannya kok sangat tepat ya, menggambarkan situasi Indonesia hari-hari ini. Tapi kalau dipikir-pikir, frasa itu bisa juga kita ubah menjadi : No Chief, too many Indians. Tidak ada pemimpin, akibatnya para anak buah jadi pada ribut sendiri. Masing-masing mengambil keputusan dan kemudian saling menegasi dan membatalkan. Akibatnya para staf, apalagi rakyat kelas bawah jadi bingung. Siapa yang harus didengar dan omongannya dituruti? Ya soal mudik —-psstttt jangan dicampur aduk dengan pulang kampung ya—Anda bingung tidak omongan pejabat mana yang harus kita pegang dan turuti? Yang satu ngomong boleh mudik, dengan catatan “mempunyai keperluan mendesak. ”Sementara pejabat lainnya menyatakan “mudik tetap dilarang. Titik!” Saling membatalkan Agar dapat tergambar bagaimana proses pengambilan keputusan pemerintah sangat acakadut, mari kita cermati kronologinya. Saat Luhut B Panjaitan menjadi Menhub ad interim, terbit aturan larangan mudik di tengah pandemi. Peraturan Menhub No 25 Tahun 2020 itu diteken Luhut Kamis (23/4). Dalam Permenhub tersebut diatur kendaraan transportasi tak diperkenankan keluar-masuk zona merah penyebaran virus Corona. Peraturan berlaku mulai 4 April sampai 30 Mei 2020. “Adapun ruang lingkup dari peraturan ini adalah larangan sementara penggunaan sarana transportasi umum, baik untuk transportasi darat, laut, udara, dan kereta api, serta kendaraan pribadi dan sepeda motor," ujar Jubir Kemenhub Adita Irawati. Hanya sepekan berjalan Kamis (30/4) Adita mengatakan Kemenhub tengah membahas masukan berkaitan aturan larangan mudik di tengah pandemi. Masukan itu berasal dari Kemenko Perekonomian. Mereka khawatir larangan mudik mempengaruhi roda perekonomian nasional yang bisa menimpa berbagai sektor. Bagi yang paham, pengumuman itu tidak terlalu mengejutkan. Sangat mengkhawatirkan dampak ekonomi dibanding kesehatan, sejauh ini telah menjadi madzhab resmi yang dianut pemerintah. Dalam wawancara dengan RRI Sabtu (2/5) Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan menyatakan tengah mengkaji untuk membuka kembali kawasan wisata Ancol. Pertimbangnya melihat trend perlambatan penyebaran Covid-19. "Kita berdoa mestinya (kasus penyebaran corona) selesai pertengahan Juni. Atau bahkan dekat-dekat Lebaran, sudah ada sebagian (fasilitas publik) yang terbuka. Misalnya Ancol," ujarnya Ahad (3/5) Menko Polhukam Mahfud MD melalui akun twitternya mencuit, akan ada relaksasi PSBB, agar ekonomi masyarakat tetap berjalan. “Ada daerah yang menerapkan PSBB dengan ketat, sampai masyarakat pun sulit bergerak hingga sulit mencari uang sulit. Namun, di tempat lain ada pula masyarakat yang melanggar aturan PSBB itu dengan mudahnya,” ujar Mahfud. Senin (4/5) melalui akun youtube milik Sekretariat Presiden menyatakan akan melakukan evaluasi PSBB. “Ini perlu dievaluasi. Mana yang penerapannya terlalu over, terlalu kebablasan dan mana yang masih terlalu kendur," ujar Jokowi dalam kabinet terbatas. Dari berbagai statemen itu pesan yang ditangkap publik akan ada relaksasi PSBB, termasuk aturan mudik. Selasa (5/5) Adita kembali mengumumkan “"Aturan turunan dari peraturan menteri perhubungan nomor 25 saat ini sedang dalam finalisasi.” Wartawan kemudian menuliskan judul: “Warga Boleh Bepergian Dalam Situasi Mendesak, Aturannya Keluar Sore Ini.” Lama menghilang dari publik karena terjangkit Corona, Menhub Budi Karya Sumadi Rabu (6/5) tiba-tiba muncul membuat pengumuman penting. Terhitung tanggal 7 Mei pemerintah akan melonggarkan moda transportasi publik. "Rencananya Gugus Tugas Covid-19 yang akan mengumumkan. Intinya adalah penjabaran bukan relaksasi. Dimungkinkan semua moda angkutan udara, kereta api, laut dan bus kembali beroperasi dengan catatan harus pakai protokol kesehatan," ujar Budi. Alasan pelonggaran itu agar perekonomian tetap berjalan. Penjelasan Budi agak membingungkan. Di satu sisi dia menyatakan pemerintah melonggarkan seluruh moda transportasi. Artinya publik bebas lagi menggunakannya, walaupun diembel-embeli dengan “untuk kepentingan mendesak dan mematuhi protokol Covid-19. Media dan publik mengartikan hal itu merupakan pencabutan larangan mudik. Untuk apa semua moda transportasi dibebaskan? Apa iya seperti dikatakannya, hanya agar anggota DPR dapat kembali ke daerah, bertemu konstituen di daerah pemilihan. Bukan untuk mudik. Tak lama setelah pengumuan Budi, Kepala BNPB sekaligus Kepala Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo menegaskan mudik tetap dilarang. “Tidak ada perubahan peraturan tentang mudik, artinya mudik dilarang, titik. Saya tegaskan sekali lagi, mudik dilarang, titik," kata Doni dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Rabu (6/5). Tak cukup hanya Doni Monardo, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) merasa perlu harus menjelaskan juga. "Prinsipnya tetap adalah pelarangan mudik dan pembatasan dan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat, pernyataan Menhub itu sebenarnya memuat pengecualian memuat disclaimer yaitu mereka yang boleh melakukan perjalanan itu,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian. Penjelasan Donny Gahral menjadi perhatian publik. Apalagi detik.com bahkan membuat judul : Istana Luruskan Pernyataan Menhub Soal Izinkan Lagi Transportasi Beroperasi. Judul itu kemudian diubah menjadi: Penjelasan Istana soal Pernyataan Menhub Izinkan Lagi Transportasi Beroperasi. Sampai disini masalahnya jadi menarik. Mengapa KSP harus turun tangan. Apalagi kalau benar “meluruskan.” Apalagi yang melakukan itu hanya seorang staf sekelas Donny? Apa tidak cukup penjelasan Doni Monardo? Dia Kepala Gugus Tugas yang mendapat mandat untuk penanganan Covid. Lebih otoritatif. Sebagai Kepala BNPB posisinya juga sekelas menteri. Bila yang menjelaskan dan meluruskan itu Jubir Istana Fadjroel Rachman masih bisa dipahami. Dia bicara dalam kapasitas Jubir Jokowi. Atas nama Jokowi yang secara hirarki adalah atasan Menhub. Kalau toh tidak langsung istana, harusnya yang menyampaikan adalah seorang Menko. Kebetulan Menko Luhut sebelumnya sempat menjabat sebagai Menhub ad interim. Lha kok ini malah staf Kaespeh…….. Hmmmmm…… No Chief too many Indians. Penulis Wartawan Senior.

Said Didu Penyambung Suara Bung Hatta dan Profesor Soepomo

By Dr. Margarito Kamis Umar Bin Khatab berkata kepada Nabi Muhammad SAW, “Wahai Rasulullah, beri aku pengecualian untuk Suhail ibn’Amr. Akan kucabut lidahnya biar tak bicara seenaknya dimana pun selamanya. Nabi menjawab “Kalau Aku menghukum dengan cara begitu, Allah pun menghukumku dengan cara yang sama, meskipun aku seorang Nabi. Siapa tahu suatu saat nanti ia menempati kedudukan yang tak dapat lagi kau mencela.” (Dikutip dari Buku Perang Muhammad, oleh Nizar Abazhah) Jakarta FNN – Kamis (07/05). Muhammad Said Didu, pria Bugis kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, terkenal lugas, ceplas-ceplos dalam semua isu kebangsaan dan kenegaraan. Pria ini sekarang berurusan dengan Polisi. Beliau dilaporkan, entah langsung atau tidak oleh Pak Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Kordinator Maritim dan Investasi atau anak buahnya, ke Bareskrim Kepolisian Republik Indonesia. Kepolisian telah bekerja. Muhammad Didu telah dipanggil untuk diperiksa. Tetapi corona membuat dia tak bisa memenuhi panggilan itu. Apakah Polisi akan memangginya sekali lagi? Kemungkinan itu harus diletakan di atas meja. Konsekuensinya, meja ujian atau perjuangan Muhammad Didu, suka atau tidak, tidak boleh hanya dihiasi dengan hukum-hukum pidana. Tidak. Itu senjata, yang kekuatannya hanya sekelas kerupuk. Pergilah ke gudang konstitusi bernegara. Juga ke UUD 1945. Temukanlah digudang itu semua hasrat para pendiri bangsa ini dalam merumuskan UUD Tahun 1945 dulu. Sajikan dan jadikanlah itu teman bincang-bincang. Teman pikir kala buka puasa dan sahur. Dan buatlah panorama buka puasa dan sahur untuk puasa esok hari seindah pelangi di ujung senja dengan balutan sholawat kepada Nabi Allah, Muahammad Sallallahu Alaihi Wasallam, kekasih terhebat-Nya itu. Mengapa begitu? Nama subyek dalam suara Muhammad Said Didu itu mengharuskan penjelasan, Butuh pemetaan secara detail, dan bertanggung jawab dari sudut tata negara. Ini disebabkan subyek yang disebut dalam “suara” Muhammad Didu, yang saat ini dikualifikasi fitnah, dalam sifatnya terpadu sangat ketat dengan tata negara. Dimensi elementer tata negara memanggil setidaknya tiga hal untuk dibuat dengan jelas, sejelas-jelasnya sebelum pemeriksaan bekerja dengan tensinya sendiri. Untuk kepentingan kejelasan itu, maka ketiga soal itu disajikan secara singkat dibawah ini. Pertama, apakah yang dimaksud dengan konsep “menteri” itu? Apakah konsep “menteri” itu menunjuk “nama jabatan” atau menunjuk pada “nama orang”? Dalam pertalian yang ketat dengan konsep itu, soal yang muncul mengikutinya secara logis adalah apa “tanggung jawab” menteri? Apakah konsep “tanggung jawab menteri” menunjuk pada tangung jawab jabatan atau orang? Kedua, apakah konsep “tanggung jawab” seorang menteri? Apakah bentuk kongkrit tanggung jawab menteri hanya meliputi tanggung jawab hukum? Apakah bentuk tanggung jawab menteri hanya dipertalikan dengan pengelolaan dan tanggung jawab penggunaan keuangan negara? Apakah melaksanakan program dan kegiatan kementerian, tidak menjadi unsur tanggung jawab menteri? Ketiga, bila tanggung jawab “menteri” sebatas atau dikerangkakan secara terbatas pada hukum (pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, pelaksanaan program dan kegiatan kementerian), maka apa relefansi hak yang saat ini diberi kapasitas konstitusi sebagai hak asasi warga negara berupa “berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapat? Mari tenggelam dalam buku Profesor Muh. Yamin dan RM. A. B Kusuma meminum air konsep menteri, yang tertera pada soal pertama di atas. Apa yang dimaksud oleh pembentuk UUD 1945 pada pembahasan masalah ini di tahun 1945? Tanggal 11 Juli 194, Panitia Kecil Perancang UUD 1945 telah selesai menyiapkan draf UUD 1945. Khusus kementerian diatur pada Bab III. Judulnya Kementeran Negara. Bab ini hanya berisi satu pasal, tepatnya pasal 16. Isi selengkapnya pasal 16 (rancangan) itu adalah (1) Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara. (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (3) Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan. Rancangan UUD ini dibahas lebih jauh oleh PPKI pada tanggal 15 Juli 1945. Pada pembahasan yang dihadiri relatif lengkap oleh anggota PPKI inilah, muncul beberap argumen. Argumen-argumen menggambarkan dengan jelas kehendak pembentuk UUD 1945 tentang konsep menteri. Hormat saya untuk semua anggota PPKI, tetapi saya menonjolkan dua argumen. Kedua argumen itu sangat dominan. Kedua argumen itu adalah argumen Profesor Soepomo (Ketua Panitia Kecil Perancang UUD 1945) dan Moh. Hatta (anggota). Argumen-argumen itu muncul pada saat Profesor Soepomo menerangkan secara umum draf UUD 1945. Lalu Pak Hatta meminta kesempatan bicara dan permintaan Pak Hatta itu disetujui dan dipersilahkan oleh Pak Radjiman, Ketua sidang (semoga amal baik mereka diterima disisi Allah Subhanau Wata’ala). Bung Hatta lalu bebricara, dengan menyodorkan perspektif perbandingan sekadarnya tentang sistem pemerintahan. Amerika diambil sebagai salah contohnya. Setelah isu itu, Bung Hatta, dalam kata-katanya menyatakan “karena itu ada baiknya kalau disini diadakan kemungkinan bahwa Minister atau menteri bertanggung jawab. Sebab keduanya sama-sama menjalankan kekuasaan undang-undang.” Tambahan, kata bung Hatta selanjutnya “tanggung jawab itu ada penting dalam gerakan kita. Dalam susunan negara kita, supaya yang memegang departemen betul-betul adalah pemimpin rakyat. Janganlah nanti lambat-laun semangat pegawai saja, dengan tidak mempunyai tanggung jawab yang kuat menjalar dalam pemerintahan negara. Bung Hatta melengkapi argumennya dengan contoh menteri-menteri di Eropa, khususnya Nederland. Kata Bung Hatta, sesudah Grondwet tahun 1838 menetapkan tanggung jawab menteri, sekalipun itu tak ditulis dalam Grondwet, tetapi di dalam dasarnya masih 80 tahun berjalan. Pandangan ini direspon oleh Profesor Soepomo dengan argumen yang akan saya sajikan berikut ini. Profesor Soepomo mengatakan sistem yang sedang dirancang tidak mengikuti sistem parlementer. Jadi Menteri hanya pembantu daripada Kepala Negara. Tetapi dalam praktek nanti kita harus melihat bagaimana jalannya. Kata Soepomo selanjutnya, kita harus percaya kebijaksanaan Kepala Negara dan juga pembantu-pembantunya yang “bukan pembantu biasa, akan tetapi orang-orang yang sangat terkemuka, juga ahli negara yang bukan saja mengingat “publieke opinie” perasaan-perasaan umum dalam DPR. Akan tetapi mengerti juga “perasaan umum di dalam negara mereka umumnya” (semua tanda petik dari saya). Begitulah pandangan menembus zaman kedua bapak pendiri bangsa yang mempersiapkan UUD 1945 itu. Apa yang dapat diambil sebagai esensi dari pernyataan kedua negarawan besar itu tentang menteri dan kementerian atau departemen? Menteri, tidak dapat disebut lain, selain menunjuk pada jabatan tertinggi di Departemen. Itu pertama. Tidak lebih. Kedua, pemegang jabatan itu tidak pernah lain, selain adalah orang. Orang itulah pemangku jabatan yang namanya menteri. Orang (menteri) inilah yang dikehendaki oleh baik Bung Hatta maupun Profesor Soepomo harus menyerap, merespon, apa yang Profesor Soepomo sendiri katakan “publieke Opinie” atau “perasaan umum” di dalam negara. Masalahnya sekarang bagaimana “publieke Opinie” atau “perasaan umum” itu ada diketahui, dan diketahui oleh siapa? Oleh Menteri. Apa konsekuensinya? Menteri tidak memiliki kapasitas pribadi, atau tidak berkapasitas sebagai individu dalam makna natural - natural person - tetapi individu dalam makna “legal person” diciptakan oleh UUD 1945. Konsekuensi selanjutnya adalah selama orang tersebut, siapapun dia, berstatus menteri, maka orang kapasitas pribadi, natural person terserap ke dalam kapasitasnya sebagai menteri. Status atau kapasitas hukumnya sebagai pribadi atau natural person terabsorbsi sepenuhnya dalam status sebagai menteri. Menteri menjadi legal person. Bukan natural person. Apa akibatnya? Semua tindakannya bernilai dan dianggap sebagai tindakan jabatan. Karena sebagai tindakan jabatan, maka seluruh akibat dan hal hukum, apapun itu, tidak dapat, dengan semua alasan apa saja yang mungkin dikualifikasi dan ditujukan pada pribadi. Mengapa? Pribadi naturalnya telah terabsorbsi ke dalam status menteri. Kalau tidak ada orang yang bicara, karena dikekang, takut dipenjara, dituduh fitnah dan sejenisnya, bagaimana menteri bisa tahu tentang perasaan umum yang dipikirkan oleh Bung Hatta itu? Di titik inilah “pandangan Bung Hatta menjadi penyedia, sekaligus lentera untuk Menteri mengetahui tentang “publieke opinie” atau “perasaan umum” itu. Apa itu? Hak bersuara. Kata Bung Hatta “hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin, jangan menjadi negara kekuasaan.” Kita menghendaki negara pengurus. Kita membangun masyarakat baru yang berdasar pada gotong royong dan usaha bersama.Tujuan kita ialah membaharui masyarakat. Tetapi di sebelah itu, janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk untuk menjadikan di atas negara baru itu suatu negara kekuasaan. Sebab itu, kata Bung Hatta selanjutnya, ada baiknya dalam salah satu fasal yang mengenai warga negara disebut jaga di sebelah hak yang sudah diberikan. Misalnya, tiap-tiap warga negara rakyat Indonesia “supaya tiap-tiap warga negara jangan takut mengeluarkan suaranya.” Pembaca FNN yang budiman, setelah Muh. Yamin juga bicara dalam nada yang sama, pendangan Hatta itu disetujui. Persetujuan itu dicapai pada tanggal 16 Juli 1945 dan dikristalkan menjadi rumusan pasal 28 UUD 1945 yang sedang dirancang itu. Isi selengkapnya “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undan-Undang”. Hebat betul Para perancang UUD 1945 ini. Mereka tidak licik, tidak picik dan tidak kerdil. Mereka tidak menyediakan teknis, tetapi sarana konstitusi dalam memastikan negara yang sedang dirancang dan pemerintah akan bekerja setelah negara terbentuk, tidak menjadi negara penindas, tiranis. Itulah cara mereka, para Bapak Bangsa ini mengontrol, membuat jaminan negara tidak berubaha menjadi negara kekuasaan. Caranya, sekali lagi, memberi kepada warga negara hak bersuara, bicara dan hak mengkritik penguasa. Dengan hak itu, orang tidak takut bicara, karena akan ditindas, dipenjara dengan segala macam tuduhan artificial khas negara kekuasaan. Bicara tentang apa? Bicara tentang kehidupan bernegara, bicara postur aktual, nyata pemerintah, Presiden dan menteri-menteri yang merupakan pembantu-pembantunya menyelenggarakan pemerintahan. Hak bersuara adalah cara mereka para negarawan itu memungkinkan perasaan umum itu terlihat oleh pemerintah, Presiden dan menteri-menteri. Sungguh logis. Hebat para pendiri bangsa. Apa yang terjadi bila seorang menteri, siapapun orang itu, dikementerian apapun orang itu berada, tidak sungguh-sungguh, tidak bergelora, tidak aktif melaksanakan program dan kegiatan kementerian yang merupakan kewajiban konstitusionalnya? Kesungguhan, keaktifan, gelora kerja menteri adalah hal baik. Itulah yang dihasrat, dikehendaki oleh oleh Bung Hatta dan Profesor Soepomo. Itulah makna tanggung jawab non hukum. Publieke opinie atau perasaan umum, tidak dapat dimaknai lain, selain sebagai satu-satunya cara para pembuat UUD 1945 itu, mengharuskan menteri, bukan hanya bekerja secara sungguh-sungguh, aktif dalam semua situasi, tetapi lebih dari itu. Sungguh manis impian para negarawan ini. Menteri itu nama-nama jabatan, dan jabatan itu hanya bisa di dunia manapun, dipangku oleh orang. Menteri, siapapun dia, yang aktif melaksanakan tugas yang didefenisikan dalam Perpres pembentukan Kementerian itu, selalu baik, selalu bagus untuk alasan apapun. Mengkahiri kasus ini dengan cara mengenal, mengamalkan dan menghidupkan semua kehendak para pembentuk UUD 1945, akan membuat bangsa menemukan jalan terang menjemput hari eksok yang hebat. Demokrasi? Unsur-unsur ganasnya harus dikenali, lalu singkirkan. Mari bersandar penuh pada kehendak pembentuk UUD 1945, yang terang seterang hati terdidik. Semoga. * Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate