Abrakadabra! Penanganan Covid-19 Indonesia Terbaik di Dunia!

by Hersubeno Arief

Jakarta FNN – Senin (21/09). Tak lama lagi, Indonesia akan segera dinobatkan sebagai negara terbaik di dunia dalam penanganan Covid-19. Tingkat kematian (case fatality rate) Indonesia sangat rendah. Bisa jadi terendah di dunia. Padahal sebelumnya tingkat kematian akibat Covid-19 di dunia, selalu berada di peringkat atas. Bahkan di atas Amerika Serikat.

Kemajuan dahsyat Indonesia dalam penanganan Covid-19 itu berkat jasa Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Bersama dengan delapan orang kepala daerah lainnya, Senin (14/9) Khofifah diundang Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan melakukan rapat koordinasi secara virtual.

"Presiden perintahkan dalam waktu dua minggu kita harus bisa mencapai tiga sasaran, yaitu penurunan penambahan kasus harian, peningkatan recovery rate (tingkat kesembuhan) dan penurunan mortality rate (tingkat kematian)," kata Luhut dalam keterangan tertulis Selasa (15/9).

Khofifah yang sejak lama dikenal sebagai orang dekat Luhut, bergerak cepat dan sigap. Jauh lebih cepat dibandingkan kepala daerah lainnya. Termasuk bila dibandingkan dengan Gubernur DKI Anies Baswedan. Padahal Anies selama ini dinilai paling sigap menangani Covid-19.

Hanya selang sehari kemudian, Khofifah segera menyurati Menkes Terawan. Khofifah mengusulkan klasifikasi pelaporan kasus kematian karena Covid-19 diubah. Alasannya, klasifikasi kematian dalam Peraturan Menkes tidak jelas. Terlebih lagi tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan lembaga kesehatan dunia WHO.

"Kalau WHO itu ada dua. Jadi death with Covid-19, atau death cause due Covid-19. Yang mau dilaporkan itu yang mana,” ujar Ketua Rumpun Kuratif Satgas Penanganan Covid-19 Jatim, dr. Joni Wahyuhadi dalam perbincangan dengan CNNIndonesia (17/9).

Menurut Joni, kasus kematian Covid-19 perlu diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Yakni kematian dengan Covid-19, yang ini disertai dengan komorbid alias penyakit bawaan. Satu, dan kematian karena Covid-19. Hal itu sebagaimana pedoman WHO.

Jika hal itu dilakukan, Joni yakin, angka kematian di Jatim akan turun. Dari total 2.922 kasus kematian atau 7,31 persen case fatality rate di Jatim, sebanyak 91,1 persen di antaranya meninggal karena komorbid. Dahsyat! Selama ini Jatim tercatat sebagai provinsi dengan tingkat kematian tertinggi.

Jika usulan Khofifah ke Menkes ini disetujui, dan nampaknya akan segera disetujui, maka datanya akan berubah total. Angka kematian karena Covid-19 di Jatim akan turun drastis. Bila menggunakan data yang disodorkan Joni. Kanya sekitar 0,09 persen. Rendah banget!

Jadi Provinsi Jatim bisa kembali panen penghargaan. Sebelumnya Jatim pernah mendapat penghargaan dari Kementerian Agama karena melakukan pendekatan menggabungkan sains dan spiritual dalam menangani Covid.

Penghargaan yang mendapat banyak cibiran. Diberikan pada saat Jatim secara konsisten prosentase angka kematiannya selalu tertinggi. Bukan hanya Jatim yang datanya berubah. Secara keseluruhan data kematian di Indonesia juga berubah total.

Usulan Khofifah membuat Luhut hanya memerlukan waktu kurang dari sepekan untuk menekan angka kematian karena Covid. Jauh Lebih cepat dari target yang diberikan Presiden Jokowi selama dua pekan. Hebaaattt…. khan?

Otak-Atik Angka Statistik

Apa yang diusulkan oleh Khofifah, adalah upaya mengotak-atik angka statistik. Tidak mengubah fakta jumlah kematian sebenarnya. Berdasarkan data statistik Johns Hopkins University Medicine Kamis (17/9) Indonesia termasuk jawara baik dalam penyebaran maupun tingkat kematian.

Dalam sisi penyebaran, dari 188 negara, Indonesia menempati peringkat 23. Sementara angka kematian mencapai 9.222 jiwa. 0,97 persen dari angka kematian secara global yakni 941.862 jiwa. Dengan jumlah angka kematian tersebut Indonesia menempati urutan ke-20 terbanyak dari keseluruhan negara yang terpapar virus corona.

Usulan Khofifah ini seperti merias wajah seorang korban yang meninggal. Tampak cantik, tampan, namun tidak mengubah fakta bahwa dia sudah mati. Implikasinya bisa sangat serius. Pemerintah bisa menyimpulkan dan mengumumkan, corona sama sekali tidak berbahaya. Yang berbahaya adalah penyakit bawaan (komorbid).

Masyarakat bisa menjadi abai, dan meremehkan. Apalagi mereka yang merasa sehat dan tidak punya penyakit bawaan. Pemerintah juga mendapat justifikasi untuk membatalkan PSBB. Kembali membuka aktivitas bisnis, pasar, mall, perkantoran, tempat-tempat pariwisata dan hiburan, penerbangan, publik transportasi, dan semua sektor publik yang selama ini ditutup.

Pilkada serentak juga bisa terus berjalan. Tak peduli banyak desakan dari berbagai kalangan agar ditunda. Toh kematian karena Covid tidak berbahaya. Yang penting tidak punya penyakit bawaan.

Cara pejabat berpikir dan mengambil kesimpulan seperti Khofifah adalah cermin dari pemerintah Indonesia dalam menangani Covid. Memandang remeh dan enteng masalah kesehatan. Tetap lebih mengutamakan kepentingan korporasi dan para taipan.

Buku klasik yang ditulis Darrell Huff (1954) How to Lie With Statistics ternyata terus berlaku sepanjang zaman. Selamat datang di negeri Abrakadabra!!! End

Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

1344

Related Post