Ahli Hukum Itu Ternyata Jongosnya Nazi

by Dr. Margarito Kamis, SH. M.Hum

Jakarta FNN – Jum’at (01/01). Ketika rezim demokratis mulai produktif dengan kebijakan represif, maka setiap orang dalam negara itu harus mulai membuka lembara-lembaran memorial untuk lebih cermat dan teliti. Sejarah menunjukan rezim-rezim teror, penindas bengis dan jijik, lahir dari alam demokrasi.

Demokrasilah yang melambungkan Adolf Hitler. Pria inferior, yang sempat diragukan kemampuannya oleh eksekutif I.G Farben. Memasuki kekuasaan setelah Nazi memenangkan pemilu legislatif, Hitler dengan bantuan ahli hukum yang bersedia menjadi jongosnya, memukul habis demokrasi itu.

Korporasi Yang Biayai Hitler

Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP), atau National Socialist German Workers' Party, dikenal umum Partai Nazi. Partai ini mengawali evolusinya melalui apa yang dikenal dengan Deutsche Arbeiterpartei (DAP). DAP eksis pada tahun 1920.

Partai ini diprakarsai oleh para nasionalis Jerman, dan pekerja dengan kultur paramiliter. Spirit utama mereka, sederhana saja, “melawan komunis di Jerman pasca perang dunia pertama”. Spirit ini ternyata membawa Nazi, dengan Adolf Hitler, pria inferior ini menggenggam kekuasaan dan menjadi penindas paling sistimatis, kejam, bengis dan menjijikan terhadap rakyatnya.

Menurut Charles F. Andrian, para pendukung Hitler itu berharap dapat memperoleh keuntungan dari persenjataan kembali Jerman. Selama berkuasa, program-program Nazi, juga Fasisme Italia, tulis Andrian, cenderung menguntungkan para pemilik tanah luas, dan industriawan besar.

Siapa saja industriawan dan korporasi besar itu? Robert Simon Yavner, dalam artikel I.G Farben’s Petro-Chemical Plant and Concentration Camp at Auschwitz, menunjukan Frizt Haber dan Carl Boch (Haber-Bosch). Tahun 1916 mengambil alih BASF, Bayer, Hoescht, Cassela, Agfa, Griesheim dan ter-Mer. Tahun 1925 korporasi-korporasi ini dimerger. Terbentuklah I.G Farbenindustrie Aktiengesellschaff, yang dikenal dengan nama “I.G. Farben”.

Bagaimana mereka mendekatkan, bahkan mengendalikan Hitler? Pemilu untuk Reigstaat tahun 1932 membawa partai Nazi memperoleh 230 kursi dari 608 kursi. Belum mayoritas. Tetapi itu sudah terbesar. Jumlah kursi itu menjadi politik Hitler memasuki kekuasaan. Presiden Jerman, Hindenberg, segera mengangkat dirinya (Hitler) menjadi Chancelor.

Hitler belum benar-benar aman, sekalipun telah menjadi Chancelor. Didepan matanya akan berlangsung pemilihan Reigstaat yang lain. Pemilihan yang akan berlangsung pada tanggal 5 Maret 1933. Hitler berambisi memenangkannya. Bagaimana caranya?

Herman Gorring, pencipta Gestapo, polisi rahasia Nazi, dikenal sangat kejam. Gorring yang bekerja berdasarkan panduan polotik Hitler, dan bukan hukum segera beraksi. Soal GESTAPO akan diulas pada kesempatan lain.

Gorring segera mengadakan pertemuan rahasia dengan Hjalmar Schacht, salah seorang dari komunitas korporasi financial kala itu. Pertemuan ini berlangsung pada tanggal 20 Februari 1933. Gorring berharap akan memperoleh donasi dari komunitas ini sebesar tiga juta Reichmark untuk kepentingan Hitler memenangkan pemilu legislatif itu.

Tercapaikah uang sebesar itu? Yavner menulis George von Cshnitzler, anggota dewan direksi dan direktur pemasaran I.G Farben, segera memperoleh instruksi dari Carl Bosch. Kepadanya, Bosch memerintah memberikan donasi sebesar 400.000 Reichmark.

Hitler telah dibeli I.G Farben, dan menemukan diri berhutang untuk sebuah kemenangan Pemilu Legislativ pada I.G. Farben. Semuanya telah menjadi jelas untu Hitler dan I.G Farbenm. Hitler segera menggelar pertemuan rutin dengan I.G. Farben.

Politik berbicara dengan tipe korup yang khas. Herman Schitz, orang I.G Farben segera diberi jabatan oleh Hitler sebagai deputi Reighstag, November 1933. Buetefisch, orang I.G. Farben lainnya segera bergabung dengan Gestapo, yang kala itu dipimpin oleh Heindrich Himmler.

Begitulah kenyataannya. Oligarki dan korporasi milik orang kaya bekerja, yang isi kepalanya hanya uang dan untung. Mereka selalu mendekatkan diri pada pemerintah. Selalu menguasai dan mengarahkan kebijakan-kebijakan pemerintah untuk keuntungan mereka. Begitulah mereka, dimanapun. Mereka adalah kelompok manusia yang suka pada represi.

Menjadi Jongos Nazi

Hitler telah menggenggam kekuasaan sejak tahun 1933. Apa yang pertama dilakukan Hitler untuk meciptakan tatanan sosial politik dalam rangka melancarkan ambisi menjijikan itu? Hitler bukan ahli hukum. Dia tak mengerti hukum. Tetapi dia hanya merealsaikan ambisi horornya. Langkah pertamanya hanya dengan menangani hukum terlebih dahulu.

Hukum, tepatnya sistem hukum langsung digarap. Diawali dengan membentuk Anabling Act 1933. Soal Anabling Act ini tidak akan saya ulas lagi. Hitler tahu ada orang yang ambisius. Yang pikiran dan sikapnya selalu konyol. Sikap seperti jongos, yang bersedia melayani Nazi.

Salah besar kalau mengidentifikasi dua ahli hukum saja yang menyediakan dirinya menjadi jongos Nazi. Sekali lagi itu amat salah. Itu karena tidak mungkin membayangkan pengadilan Nazi dan Kementerian Kehakiman diisi oleh orang non hukum.

Gustav Rudbruch, Carl Schimitt dan Hans Frank, harus diakui, dengan bobotnya yang berbeda, memainkan peran menentukan dalam pembentukan sistem hukum Nazi. Gustav dan Schimitt, sering disebut Schimittian untuk menunjuk pikiran-pikirannya adalah filosof. Sedangkan Frank, anak muda ini, adalah praktisi yang terlatih.

Schmitt menyediakan fundasi filsafat untuk menjustifikasi nilai-nilai baru. Nilai yang selaras dalam esensi dan tampilan dengan visi Nazi, yang berpusat pada Hitler. Schmitt, anggota Privy Counsel, Ketua Reichfachgroupee, dan profesor pada Federasi Ahli Hukum Nazi, membuat “Dasar-Dasar Baru Penegakan Hukum”.

Salah satu prinsip bentukan Profesor pencipta konsep “Total State”, yang kelak dikenal dengan sebutan “totalitarian state” ini adalah “penegakan hukum bersifat langsung dan dikontrol secara eksklusif, dengan cara menerapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat umum”.

General Clause, itu bukan undang-undang. Tetapi nilai dominan bangsa. Schimitt mengonsepkan nilai ini, dalam kerangka “Total State”. Nilai ini dilukiskan olehnya sebagai nilai homogen rakyat. Nilai yang kerangka kerjanya bersifat absolute dan otoritatif. Itu adalah personifikasi pada Fuhrerr, Hitler.

Hakim, dalam prinsip General Clause ini, tidak bisa menggunakan silogisme. Ini mutlak. Tak bisa ditawar-tawar dengan alasan apapun itu. Hakim tidak diberi diskresi dalam memutus perkara. Hakim terikat pada idiologi Nazi. Pengadilan dipersonifikasi pada Hitler, dengan akibat yang jelas. Curt Rothemberg misalnya menjelaskan hakim yang kata-katanya dan sikapnya berbeda dengan Nazi, dihukum.

Ide Recshtaat tentang konsep hukum, oleh Schimitt tidak dihubungkan dengan hakikat ide Rechstaat itu sendiri. Karena tradisi kebebasan burjois. Jadi sejak itu ide Rechstaat atau rule of law mengesampingkan human being, baik sebagai individu maupun sebagai asosiasi.

Schimitt tersohor dalam politik sebagai pemikir, dan penyedia argumen filosofis untuk menjustifikasi ide-ide Hitler. Berbeda dengannya, Hans Frank, anak muda energik dan ambisius, yang telah mengenal Hitler sejak tahun 1928, memainkan peran teknokratis yang hebat.

Diminta Hitler menjadi lawyer untuk anggota Nazi yang dituduh dan disidang pada tahun 1927-1930, Hans Frank membangun relasi dengan Hitler. Membentuk organisasi untuk Nazi Lawyer pada tahun 1928, Hans segera dipakai Hitler menjadi pembela atas tiga orang tentara Jerman yang disidangkan di Leipzig Reichwahr. Orang-orang ini dituduh melakukan high treason (penghianatan tingkat tinggi).

Cerdas, Frank memberi Hitler panggung. Hitler diundang Frank ke pengadilan menyampaikan pidato dalam sidang itu. Hitler menggunakan kesempatan itu. Nasib, semua usaha pembelaannya, termasuk pembelaan Hitler, tidak mampu membebaskan ketiga terdakwa.

Tetapi kesempatan itu telah sangat berguna untuk Hans Frank. Dia telah memperoleh simpati hebat dari Hitler. Hasil mengagumkan pun menanti pasti. Frank segera tertakdir sebagai ahli hukum utama Nazi, (Premier Nazi Lawyer). Hal-hal hebat lain pun segera mendatangi Hans.

Hans segera diminta Hitler menjadi pengacara pribadinya, dan pada waktunya Hans diangkat Hitler memimpin pembentukan sistem hukum Nazi. Melukiskan dirinya sebagai manusia dengan ambisi besar, yang memiliki kemampuan pemimpin Jerman suatu hari kelak. Hans segera bekerja menanganai sistem hukum, berdasarkan perintah Hitler.

Hans, pria ambisius ini punya dua strategi pembentrukan system hukum Nazi. Kedua strategi itu, disebut Cintya Fountanine, dalam Complicity in Perversion of Justice: The Royal of Lawyer Eroding the Rule of Law in the Third Reich, dimuat dalam Jurnal St Mary’s Journal on Legal Malpractice and Etics Vol 10. Nomor 2, 2020 adalah “purging and coordinating”.

Esensi strategi “purging” tidak lain selain membersihkan organisasi pengacara Jewish Lawyer, Sosial Democrat Lawyer dan Communist Lawyer. Organisasi BNSDJ, dibersihkan dari tiga kelompok itu. Pada saat yang sama Law for Restoration of Profesional Civil Service diberi mandate membersihkan organisasinya dari semua Jewish (Yahudi), Social Democrat, hakim-hakim yang secara politik tak dapat dipercaya, Jaksa, dan para dosen progresif di Universitas, dibersihkan.

Mandat itu menakutkan. Karl Linz, Ketua Federasi Hakim, benar-benar takut. Linz menghawatirkan keamanan kerjanya. Dia segera bertemu Hitler. Tetapi dengan cerdik Hitler malah memberi jaminan terhadap independensi hakim, jaminan khas orang mabuk kekuasaan. Strategi itu bekerja dengan cara yang sama mematikan, juga terlihat pada strategi kedua “coordinating”. Sebagai bagian integral dari strategi membangun sistem hukum Nazi, strategi kedua ini menancapkan pengendalian.

Cerdik, setelah ahli hukum dari kalangan Yahudi, Social Demokrat dan Komunis dibersihkan dari organisasi pengacara, strategi kedua mengambil bentukl kongrit lainnya. Organisasi Pengacara yang telah dibersihkan dari unsyur Yahudi, Sosial Demokrat dan Komunis, ditransformasi ke dalam kontrol penuh Menteri Kehakiman yang diberi kewenangan melaksanakan transormasi itu. Dia diberi wewnang membuat semua aturan dalam menata sistem hukum. Ini terjadi tahun 1934.

Pembaca FNN.co.id yang budiman. Bagaimana melihat Hans Frank, dalam implementai strategi ini. Memang tidak djelas. Tetapi Hans Frank telah diangkat Hitler menjadi Wakil Menteri Kehakiman, tanpa portofolio. Tahun 1936, Kementrian Kehakiman menerbitkan Code Etik pengacara, yang materinya merupakan penjabaran dari doktrin Nazi, yang berasal dari Hitler.

Visi Hitler mengenai sistem hukum sangat jelas. Kepentingan negara berada di atas kepentingan klien. Pengacara harus merealisikannya. Kewajiban profesional Lawyer, dalam visi itu sangat jelas. Harus merepresentasi, mendahulukan kepentingan negara. Visi ini mencapai kesempurnaan pada tahun 1939.

Jerman, dengan Nazi yang dipandu Hitler, jelas pada semua aspek. GESTAPO, polisi rahasia dengan cara joroknya mematai-matai, mengawasi, menangkap, dan menjebloskan siapa saja yang berbeda haluan politik dengan Nazi di Kamp Konsentrasi. Tak ada proses peradilan, apalagi fair. Jorok sekali.

Itulah hasil kerjas ahli hukum jongos terhadap sistem hukum Nazi. Schimitt Hans Frank, dan Menteri Kehakiman, telah menulis hari esoknya dengan cara itu. Rakyat, khususnya Yahudi, Komunis dan Sosial Demokrat terkapar. Bagaimana dengan para oligarki yang menjadi cukong-cukong Hitler? Mereka selalu berjaya.

Penulis adalah Pengajar HTN Universitas Khairun Ternate.

1750

Related Post