Amerika, From The New World Order to The New Covid World Order
by Sayuti Asyathri
Jakarta FNN – Tulisan ini sebagai catatan untuk Amerika menjelang pelantikan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Rabu 20 Januari 2021. Amerika sendiri di dalam dirinya adalah sebuah bangsa yang terbelah. An inherently divided nation. Demokrasi dengan sistem cheks and balances adalah sebuah sistem yang didisain untuk mengelola enerji yang terbelah tersebut untuk memperkuat Amerika dalam pencapaian cita cita kebangsaannya.
Salah satu alasan utama mengapa kalangan konservatif tetap mempertahankan kebijakan, dimana rakyat, dengan syarat tertentu, dibolehkan memiliki senjata. Kebijakan tersebut dianggap sebagai salah satu cara bagi mereka untuk tetap mempertahankan diri dari ancaman “negara”. Kebijakan yang juga untuk menyelamatkan cita-cita Amerika yang bersatu dalam perserikatan.
Apabila negara terlempar keluar dari poros keseimbangan dalam mekanisme cheks and balances bisa berakibat patal. Sebab tidak semua negara dengan demokrasi cheks and balances sebagaimana yang diterapkan Amerika menggunakan cara seperti itu. Tetapi sejarah perang sipil Amerika yang menyimpan enerji pembelahan dan pertentangan mendasar itu telah meyakinkan Amerika selama ini untuk menerapkan kebijakan cheks and balances.
Meskipun hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika yang yang baru lalu juga bisa menjadi ukuran meningkatnya penentangan atas kebijakan dalam soal itu. Sementara kebijakan cheks and balances dan sejumlah kebijakan lain semacam itu, sangat khas Amerika. Terutama karena posisinya sebagai pusat perhatian dan pergesekan paling intensif dengan semua bagian dunia lain.
Amerika menerapkan banyak kebijakan yang unik dan tidak mudah. Bahkan tidak bisa ditiru oleh negara lain. Kini, Amerika terancam keluar dari keseimbangan cheks and balances yang membanggakan selama ini. Semua akibat hasil Pilpres yang telah memenangkan Joe Biden sebagai presiden.
Menjelang pelantikan Biden, banyak senjata-senjata yang habis terbeli. Sebagian toko malah menambah jumlah stafnya untuk melayani pembeli senjata. Suasana dan nuansa instabilitas sangat mewarnai kehidupan masyarakat Amerika sekarang ini. Belum pernah Amerika mengalami sebuah situasi demokratis yang seperti ini.
Siatuasi sekarang menempatkan Amerika seperti keadaan di negara negara berkembang yang bergolak dan tidak stabil. Negara-negara berkembang yang sering mengundang Amerika dan Barat selama ini untuk dijadikan sebagai sasaran khotbah tentang hak asasi manusia dan demokrasi.
Situasi yang terjadi sekarang ini adalah sebuah ujian dan sekaligus gugatan telak atas jalan sejarah sebuah negara. Amerika yang dalam perkembangannya telah menggabungkan dirinya dalam enerji imperialisme yang mengganas dan pengkhotbah yang tidak otentik tentang hak asasi manusia dan demokrasi di berbagai belahan dunia.
Namun sejarah menunjukkan bahwa Amerika menjadi negara kuat atau terkuat di dunia hanya kalau berhasil mempertahankan keutuhannya dan menyelamatkan demokrasinya. Karena posisinya yang selama ini mendefinisikan potret dunia dalam perang dan ketidakadilan. Rumus sederhananya apabila Amerika berubah menjadi lebih baik, maka dunia juga akan memetik hasilnya.
Hanya saja, ada kekuatan lain yang kini mendefiniskan kekuatan Amerika dan dunia, yaitu covid-19. Dunia akan melihat bagaimana kekuatan Amerika bangkit mengatasi tantangan tersebut. Mengingat bahwa pukulan covid-19 yang perkasa atas Amerika akan jauh lebih parah. Karena pukulan itu berkelindan dengan selain prestasi Amerika, juga dosa-dosa kemanusiaannya yang bagi sebagian besar belahan dunia sulit untuk dimaafkan.
Bagi dunia, siapapun yang terpilih sebagai presiden Amerika, itu adalah refleksi perjalanan dialektisnya sebagai sebuah negara yang tidak pernah selesai mendefiniskan dirinya. Seperti kata Samuel P Huntington, masalah sejatinya adalah karena Amerika tidak miliki sebuah akar budaya yang otentik. Padahal "culture matter", katanya.
Situasi yang dialami Amerika itu adalah pilihan dari bait puisi Walt Whipman tentang cita-cita menjadi sebuah bejana pelebur, dari sebuah melting pot. Dengan asumsi seperti itu, maka terpilihnya Joe Biden mestinya juga dilihat sebagai hasil refleksi dialektis itu.
Bila itu yang terjadi maka Amerika akan dihela Biden menurut sebuah logika tatanan baru, yakni dari The New World Order menuju The New Covid World Order. Pusat tatanan baru itu, Amerika dan dunia diyakinkan dan dideterminasi, bukan oleh pilihan spiritualitas atau materialisme. Tetapi oleh keduanya sebagai suatu kesatuan yang mengalami asyik masuk dialektis eksistensial.
Covid ada di pusat rekleksi dialektis itu, menginterupsi kehidupan manusia dan menarik manusia ke istana eksistensialnya yaitu kerendahtian, ketulusan dan kepedulian. Sebab manusia tidak pernah berhenti bertengkar di arus gelombang kemanusiaan dan keadilan meskipun dari situ keluar yakut dan marjan. Disana hampir tidak pernah ada kedamaian.
Pilihan arus spirituslisme dan materialisme itu juga selalu dalam keasyikan eksistensial, sehingga tidak pernah berpisah. Seakan-akan karena cinta dan kepedulian. Karena denyut cinta dan kepedulian abadi itulah kita selalu ada, dan berbagi cerita tentang hari depan manusia yang kita cintai.
Manusia-manusia besar dalam kehidupan dunia adalah pasak-pasak kemanusian dan cahaya keadilan. Boleh jadi ungkapan itu adalah sebuah tafsir metafora dari kalimat kitab suci. Kita sedang memasuki dengan pasti sebuah masa depan yang, suka atau tidak, didefinisikan oleh The New Covid World Order. Sebuah dunia dengan tatanan baru yang menantang kehadiran manusia manusia yang berkualifikasi pasak itu untuk menentukan dan menyelamatkan masa depan dunia kita bersama.
Penulis adalah Alumni of Advanced Course of National Defense Institute, Indonesia, KSA X, 2000.