Anies Baswedan, Gagasan, Narasi, dan Karya
Oleh Abdurrahman Syebubakar & Smith Alhadar - Kritikus Sosial Politik Institute for Democracy Education (IDe)
“Apa yang kita kerjakan di Jakarta [selalu berkaitan dengan tiga hal], yaitu gagasan, narasi dan karya. Setiap karya dibelakangnya ada narasi, sebelum narasi ada gagasan, tidak ada karya tanpa gagasan, tidak ada kebijakan tanpa gagasan" (Anies Baswedan)
DI ANTARA aspiran capres yang jadi sorotan publik dan parpol belakangan ini, kami melihat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merupakan sosok yang paling tepat untuk memimpin Indonesia ke depan. Ia berbekal perpaduan karakter intelektual, karakter moral dan karakter kinerja.
Anies tidak anti-pemodal, tapi anti ketidakadilan. Ia tidak menolak orang yang berusaha untuk menjadi kaya. Yang ditentangnya adalah aktivitas bisnis yang merugikan kepentingan rakyat banyak dan merusak cita-cita bangsa guna menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Proyek reklamasi belasan pulau di Teluk Jakarta dihentikannya karena mematikan sumber kehidupan nelayan yang notabene rakyat kecil dan merusak lingkungan. Hal ini menjadi bukti keberanian politik Anies melawan episenter oligarki yang mengorbankan kepentingan dan masa depan rakyat banyak. Sebuah perkecualian dalam realitas politik Indonesia yang dikendalikan para taipan oligarkis. Pasalnya, tak seorangpun pemimpin politik Indonesia, termasuk presiden, yang berani mengganggu agenda dan kepentingan para taipan. Mereka adalah pemodal para elit politik, sekaligus menjadi sumber pemiskinan rakyat dan akar segala kerusakan yang menimpa bangsa Indonesia.
Dalam membangun Jakarta, Anies tidak saja menghadirkan infrastruktur yang memperindah kota, menghadirkan kenyamanan, mempermudah mobilitas warga melalui sistem transportasi terpadu, dan membangun hunian yang layak bagi mereka yang digusur gubernur sebelumnya. Tapi juga menggelar rasa keadilan, yang selanjutnya membangun kebersamaan dan persatuan di antara semua warga ibukota.
Dengan kata lain, Anies memimpin dan membangun untuk menghadirkan persatuan. Seperti yang kerap disampaikannya di berbagai kesempatan, “persatuan hanya bisa dibangun dan dipertahankan bila ada keadilan. Tidak mungkin bisa membangun persatuan dalam ketimpangan. Keadilan jadi kata kunci yang harus dihadirkan.”
Memang setiap kebijakan yang diambilnya, Anies mengaitkannya dengan penghormatan terhadap nilai historis, pelunasan utang negara kepada mereka yang berjasa, dan pemenuhan cita-cita kemerdekaan berupa hadirnya keadilan sosial. Anies, misalnya, memprakarsai program bebas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi para veteran, perintis kemerdekaan, penerima gelar pahlwanan nasional dan Tanda kehormatan, pensiunan ASN, dan kalangan lainnya yang berjasa bagi bangsa dan negara.
Bantuannya pada sekolah dan siswa miskin agar tetap bisa bersekolah merupakan pemenuhan amanat konstitusi, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, yang sejauh ini belum dapat dipenuhi negara secara memadai. Anies juga melindungi rakyat yang selama ini terpinggirkan, termasuk warga lanjut usia, perempuan dan penyandang disabilitas melalui beragam program bantuan tunai, ditambah skema subsidi kebutuhan pokok serta akses gratis terhadap fasilitas layanan publik seperti TransJakarta.
Lebih jauh, visi kebangsaan Anies Baswedan untuk menghadirkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi semua, sesuai amanat konstitusi, tidak saja mewujud di Jakarta. Namun, merambah ke luar ibu kota. Salah satunya melalui kolaborasi dengan para petani di sejumlah daerah seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Lampung.
Skema kolaborasi tersebut tidak saja saling menguntungkan antar daerah dan meningkatkan kesejahteraan para petani yang umumnya rendah. Tetapi lebih jauh dari itu, jika dilaksanakan dalam skala yang lebih luas, kolaborasi tersebut membantu mengurangi ketergantungan pada impor pangan, yang pada gilirannya berkontribusi terhadap kemandirian dan kedaulatan pangan nasional.
Masih banyak yang dilakukan Anies, yang bermuara pada gagasan yang terintegrasi secara apik dengan narasi dan etos kerja/karya. Pada semua karya Anies, melekat gagasan dan narasi tentang pemenuhan cita-cita kemerdekaan, nilai-nilai kemanusiaan, hak asasi manusia, hak semua golongan agama mendapatkan keadilan substantif, dan tentang rakyat kecil yang martabatnya harus dihormati dan kebutuhan dasarnya mesti dipenuhi.
Berbagai capaian gemilang Anies merupakan bahan baku demokrasi dan pembangunan manusia Ibu Kota. Sehingga, kualitas demokrasi DKI Jakarta tetap terjaga dengan indeks demokrasi paling tinggi di Indonesia, mencapai skor 89,21, jauh melampaui indeks demokrasi nasional sebesar 73,66 (BPS 2021). Pembangunan manusia juga kembali tumbuh positif dengan indeks pembangunan manusia (IPM) paling tinggi di antara 34 provinsi. Skor yang mencapai 80,77 pada 2020 menjadikan Jakarta sebagai satu-satunya provinsi dengan status IPM yang sangat tinggi (skor≥ 80). Setara dengan kondisi pembangunan manusia negara-negara maju. Pada 2021, BPS mencatat skor IPM DKI Jakarta mencapai 81,11.
Dengan landasan demokrasi dan pembangunan manusia yang kokoh, DKI Jakarta tidak saja mampu keluar dari tekanan pandemi COVID-19, tetapi juga akseleratif dalam pencapaian visi Jakarta menuju kota yang berkelanjutan, modern, sejahtera, dan tangguh demi kebahagiaan warganya.
Anies melangkah lebih jauh dengan membangun sirkuit balap mobil listrik Formula-E dan Jakarta International Stadium (JIS) yang menjadi karya besar tentang Indonesia masa depan. Mahakarya ini memiliki dimensi internasional dan jangka panjang untuk mendapatkan pandangan dunia yang berbeda tentang Jakarta dan Indonesia.
Dengan begitu citra Jakarta yang kumuh dan macet serta Indonesia yang dipandang terbelakang dan korup, dapat berubah. Memang sebagai pintu gerbang pendatang asing, serta etalase mentalitas dan budaya bangsa, Jakarta harus berhias diri. Sebagai ibu kota negara, kondisi Jakarta mencerminkan keseluruhan bangsa Indonesia. Maka Anies berupaya mengubah persepsi itu. Citra yang ingin dibangunnya, bahwa Indonesia bukan lagi bangsa tempe, tapi bangsa besar yang percaya diri, cerdas, dan siap bersaing dengan bangsa-bangsa lain di pentas global.
Itulah makna gagasan dan narasi di balik terobosan kebijakan dan program pembangunan di Jakarta, termasuk infrastruktur yang dulu dipandang sebagai benda mati yang hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan fisik warga, sementara kebutuhan non-fisik diabaikan.
Jika dengan kemampuan sumberdaya manusia, otoritas dan anggaran Jakarta yang terbatas, Anies melahirkan berbagai terobosan yang saling mengisi dan menguatkan, membentuk suatu orkestra sosial raksasa yang mengagumkan, pastilah ia lebih mampu menyulap Indonesia menjadi negara yang membuat warganya bangga dan mengundang rasa hormat bangsa-bangsa lain.
Tidak mungkin sebuah bangsa bisa berjaya tanpa kepercayaan diri rakyatnya, disebabkan lingkungan fisik dan mental domestik yang tidak menunjang, yang berakibat lebih jauh berupa peremehan dunia internasional. Dan semua ini baru terpikirkan setelah Anies menjadi gubernur ibukota.
________________________________
*) Artikel ini merupakan cuplikan dari Prolog Buku “Anies Baswedan: Gagasan, Narasi & Karya, Menjawab Tantangan Masa Depan Bangsa” (Mei 2022) karya penulis.