Anies Effect dan Bargaining Value
Satu hal lain lagi yang diberikan Anies--tidak cuma Anies Effect--tapi ada yang selainnya, dan itu seperti "berkah" tersendiri. Sebab seorang Anies, itu bisa jadi alat tawar tinggi dalam negosiasi dengan pihak KIM. Lebih tepat pihak Jokowi. Anies punya bargaining value yang bisa mengangkat PKS--mungkin juga dengan NasDem dan PKB.
Oleh: Ady Amar | Kolumnis
Anies Baswedan bawa berkah bagi partai pengusungnya dalam Pilpres 2024 lalu. Pemilu yang dilaksanakan serentak, baik Pilpres maupun Pileg, itu terbukti menambah perolehan kursi legislatif partai pendukungnya, baik Partai NasDem, PKB, dan PKS. Penambahan kursi tidak saja tingkat DPR RI, tapi juga tingkat DPRD Provinsi, maupun DPRD Kota/Kabupaten. Semua seperti sepakat menyebut, itulah Anies Effect. Di mana konstituen yang memilih Anies Baswedan juga memilih partai pengusungnya.
Anies Effect disebut faktor penambah kursi partai pengusung. Itu bisa dilihat dari penambahan kursi DPR RI di mana NasDem mendapat tambahan 10 kursi, PKB 10 kursi, dan PKS 2 kursi. Tapi ada bonus buat PKS sebagai tambahan lainnya. PKS memenangi perolehan kursi di DPRD Provinsi Jakarta. PKS mendapat 18 kursi. Menggusur PDI Perjuangan yang sebelumnya selalu keluar sebagai pemenang. Karenanya, jabatan Ketua DPRD Jakarta akan jadi milik PKS.
Anies Baswedan yang berpasangan dengan Muhaimin Iskandar memang tak memenangi Pilpres 2024. Pemenang pilpres adalah Prabowo Subianto. Kekalahan Anies dan kemenangan Prabowo memunculkan faktor penyebab kekalahan di satu pihak dan kemenangan di pihak lainnya.
Faktor penyebabnya sudah sama-sama diketahui terang benderang. Pilpres 2024 boleh disebut pilpres paling norak dalam sejarah penyelenggaraan pilpres pasca Reformasi. Belum ada presiden sebelumnya cawe-cawe dalam penyelenggaraan Pilpres dengan memaksakan kemenangan jagoannya. Politik gentong babi (pork barrel politics) dimainkan dengan begitu masif. Film dokumenter Dirty Vote karya Dandhy Dwi Laksono menjelaskan itu semua dengan begitu apik dan ditail. Biarlah ini jadi kenangan tak terlupa dalam sejarah kelam demokrasi era Jokowi. Mari kembali fokus saja pada "berkah" Anies yang itu pasti disyukuri, tak salah "memakai" Anies untuk mendongkrak perolehan suara signifikan.
Anies Effect pastilah menenteramkan partai pengusungnya. Tak perduli capres dan cawapres yang diusung tak memenangi. Taklah mengapa, jika perolehan kursi legislatif di semua jenjangnya bertambah dengan jumlah kursi tidak sedikit. Pertanda bahwa yang diusung diakui atau tanpa perlu pengakuan, bahwa "berkah" itu ada. Itu jadi faktor penentu konstituen memilih partai yang mengusung semangat perubahan yang disuarakan Anies Baswedan.
Tidak cukup Anies Effect yang diambil dari seorang Anies Baswedan. Sepertinya partai-partai itu masih "memakai" Anies dengan suara lantang mengawali pencalonannya di Pilkada Jakarta 2024. Belakangan bisa disimpulkan bahwa di balik itu justru menyelisih Anies dengan meninggalkan dengan sajian cara masing-masing yang menjijikkan.
NasDem setidaknya belum berterus terang seolah pakewuh akan bicara apa meninggalkan pencalonan Anies yang sebelumnya pernah menyatakan nyaris setingkat deklarasi memilih Anies pada Pilkada DKI Jakarta. NasDem seperti tidak mampu untuk mengatakan bahwa kebersamaan dengan Anies mesti diakhiri. NasDem seperti sedang menunggu momen yang tetap untuk mau tidak mau menyatakan sikapnya. Sepertinya Koalisi Indonesia Maju (KIM) akan jadi sandarannya.
PKB lantang meski belum sampai Ketua Umum Muhaimin Iskandar yang bersuara akan bergabung dengan KIM. Tapi Jazilul Fawaid Wakil Ketuanya sudah menyatakan akan bergabung dengan KIM. Banyak yang menyebut NasDem dan PKB korban sandera bisnis dan politik. Maka mustahil punya nyali untuk berbeda pilihan. Maka kemesraan dengan Anies yang terbina selama Pilpres 2024 perlu disudahi.
Bagaimana dengan PKS?
Menurut setingkat juru bicaranya menyatakan akan bergabung dengan KIM. Belum jelas apakah keputusan itu sudah bulat. Karenanya tak bisa diganggu gugat jika keputusan keluar dari Majelis Syura. Belum tahu persis apakah suara-suara riuh dari politisi PKS yang disampaikan itu sudah keputusan bulat bergabung dengan KIM. PKS bahkan perlu menegaskan dalam 1-2 hari ini PKS akan memutuskan siapa calon gubernur yang dipilih pada Pilkada Jakarta.
Publik menyebut dengan simpulan, bukan kejutan jika yang dideklarasikan PKS itu Ridwan Kamil, jagoan yang diajukan KIM. Tanda-tanda itu sudah dibuat PKS yang berhasrat masuk ke kubu KIM. Bahkan Prabowo Subianto Ketua Umum Gerindra pun sudah benderang menyebut PKS akan bersama KIM. Jika itu benar, maka berakhir pula kebersamaan panjang PKS bersama Anies.
Publik dan bahkan hampir semua pengamat menyebut PKS nyaris tak punya beban politik maupun bisnis elitenya bisa jadi alat penekan untuk tidak mengusung Anies. Maka tidak perlulah menampilkan jurus dengan berdalih Anies tak mampu mencari kekurangan 4 kursi yang diminta PKS, agar bisa mencalonkannya. Justru muncul kesan kental, bahwa langkah PKS itu menyandingkan Anies dengan kadernya Shohibul Iman, itu justru mengunci Anies. Setelah itu coba menjajakan agar bisa didukung PKB dan NasDem. Mana ada partai sudi negosiasi dengan hasil yang sudah dipatok di depan. Jika serius mestinya duduk bersama lalu membicarakan siapa yang pantas mendampingi Anies.
Anies hampir sehampir-hampir pasti akan ditinggalkan PKS. Tak masalah jika itu sudah keputusan bulat yang dibuat. Tapi jangan bilang PKS sudah mengupayakan maksimal dan tidak berhasil, dan karenanya PKS perlu kepastian untuk mencari koalisi baru. Itu _sih_ seperti lagak takut ketinggalan kereta saja. Lalu perlu Anies ditinggalkan. Karenanya buru-buru perlu menumpang kereta yang dipilih serombongan koalisi KIM. Soal Anies biarlah ia ditinggal semaunya. Jika Tuhan berkehendak tak mustahil Anies akan menumpang kereta berikutnya.
Satu hal lain lagi yang diberikan Anies--tidak cuma Anies Effect--tapi ada yang selainnya, dan itu seperti "berkah" tersendiri. Sebab seorang Anies, itu bisa jadi alat tawar tinggi dalam negosiasi dengan pihak KIM. Lebih tepat pihak Jokowi. Anies punya bargaining value yang bisa mengangkat PKS--mungkin juga dengan NasDem dan PKB. Anies lagi-lagi bawa "berkah" yang tidak dicukupkan pada Anies Effect saja tapi lebih dari itu. Soal ini boleh juga disebut sebagai sedekah Anies yang tak puas diambil sesukanya. Allahul musta'an.**