Anies Temui HRS, Ada Yang Salah?
by Tony Rosyid
Jakarta FNN – Kamis (12/11). Habib Rizieq Shihab (HRS) Pulang. Tepat di hari pahlawan. Heroisme kepulangan HRS menjadi isu terhangat di media. TV One menayangkan secara live. Satu-satunya TV mainstream yang tayang secara live. Usai dhuhur, tayangan HRS di TV One berhenti. Berhenti atau karena dihentikan, tanya saja ke publik.
Malam harinya, kepulangan Habib Rizieq jadi tema di program ILC TV One. Para narasumber sudah dihubungi. Sebagian besar menyatakan bersedia datang. Beberapa narasumber bahkan sudah dalam perjalanan menuju ke studio TV One. Namun acara ILC mendadak dibatalkan. Ada apa? Apa alasan dibatalkan? Hanya Karni Ilyas dan Tuhan yang tahu jawabannya.
Tokoh yang dikenal dengan panggilan Imam Besar (IB HRS) ini memang penuh kontroversi. Pro-kontra mewarnai gerakan moralnya. Sejak mendirikan FPI hingga ketika HRS ini mengendalikan komandonya di Makkah selama tiga setengah tahun terakhir.
Terkait dengan 17 persoalan hukum yang dituduhkan kepadanya, hingga ketegangannya dengan istana telah membuat HRS semakin populer. Kemampuannya untuk menggerakkan jutaan manusia membuat sejumlah pihak, termasuk istana was-was.
Ditengah kontroversi kepulangan HRS, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta malah mendatanginya. Bersilaturahmi, atas nama pribadi maupun Gubernur DKI. Kebetulan, HRS adalah warga DKI. Seorang tokoh, sekaligus ulama yang disegani dan berpengaruh, khususnya bagi warga DKI.
Begitulah seorang pemimpin, mesti mampu membangun hubungan baik dengan semua unsur yang ada di masyarakat. Terutama para tokoh yang memiliki pengaruh terhadap warganya. Nggak peduli apa agamanya, dari mana asal etinisnya, dan apa mazhab politiknya.
Mengembangkan hubungan dengan para tokoh diperlukan oleh setiap pemimpin. Pertama, untuk manjaga stabilitas sosial masyarakat. Banyak persoalan di tengah warga yang justru sangat efektif ketika menyelesaikannya melibatkan peran para tokoh agama maupun tokoh masyarakat. Kedua, menyusun agenda bersama untuk pembangunan kota Jakarta. Terutama pembangunan moral dan mental warga.
Anies, selaku orang nomor satu di DKI melakukan peran ini. Merangkul semua pihak, terutama tokoh-tokoh berpengaruh seperti HRS. Tak ada alasan untuk tidak merawat hubungan baik dengan para tokoh, meski kontroversi sekalipun. Poinya adalah bahwa setiap tokoh yang punya pengaruh dan punya kontribusi untuk bangsa. Wajib bagi pemimpin untuk menjaga hubungan baik. Bahkan melibatkan peran sosialnya. Tidak peduli tokoh itu semazhab atau tidak semazhab dengannya.
Begitulah mestinya seorang pemimpin. Harus mampu berdiri di atas semua golongan masyarakat. Masuk ke semua tokoh agama dan tempat ibadah. Anies datang dan kepada semuanya. Anies menyapa dan bersilaturahmi dengan mereka. Apalagi dengan HRS yang peran dan pengaruhnya terhadap masyarakat DKI sangat besar. Hanya pemimpin kerdil, picik, dan licik yang berdiri hanya di atas golongan dan kelompoknya sendiri.
Silaturahmi dan sikap merangkul, itu etika dan langkah strategis yang harus terus dirawat oleh setiap pemimpin. Baik pemimpin daerah, maupun pemimpin nasional. Apalagi ini terkait dengan tokoh sekelas HRS yang kepeduliannya terhadap moralitas bangsa dianggap punya pengaruh cukup besar bagi masyarakat. Melalui "revolusi akhlak", HRS ambil risiko untuk masa depan bangsa dan negara.
Sampai disini, apa yang salah dengan Anies? Mengapa kader PDIP, Gilbert Simanjuntak, berteriak dan menuntut mendagri mengevaluasi dan memberi sanksi terhadap Anies? Apa ada UU yang melarang seorang pemimpin bertemu warganya? UU nomor berapa dan pasal berapa seorang gubernur dilarang bersilaturahmi dengan tokoh agama? Apakah bertemu tokoh agama itu pelanggaran hukum?
Ahok menista agama, lalu divonis dua tahun penjara. Itu saja anda boleh menjenguknya. Jelas-jelas ada vonis bersalah, ada pasal pasal yang dilanggar, anda tidak dilarang menjenguk. Presiden sekalipun tidak dilarang menemuinya. Begitu juga menjenguk para koruptor dan terpidana yang lain. Tidak haram! Kenapa bertemu HRS dipersoalkan? HRS bukan terpidana, bukan pula koruptor. Dia bukan penjahat. Kenapa hormat dan ta'dzim Anies kepada ulama anda masalahkan?
Menyorot protab Covid-19, ada kesan mengada-ada. Ketika HRS pulang, yang disorot bukan masker dan social distancing. Tetapi pemerintah justru lebih fokus menyoal kepulangan HRS. Membincang masalah dan deportasinya. Seolah nggak peduli dengan protab covid-nya. Giliran Anies datang, ada yang cari-cari masalah terkait protab kesehatan.
Kalau begitu cara elit selalu bersikap, nalar rakyat Indonesia akan jadi ikut rusak. Di egara hukum, masyarakatnya mesti bernalar hukum. Hukum itu untuk semua. Hukum bukan hanya untuk lawan politiknya. Jangan ada nalar golongan dan nalar kebencian. Fanatisme dan kepentingan golongan inilah yang merusak karakter kebangsaan. Rakyat butuh sikap kenegarawanan, bukan kampanye kebencian.
Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.