Bayangan Suram Putaran Kedua tanpa Prabowo

Oleh Laksma TNI Pur Ir Fitri Hadi S, M.A.P | Analis Kebijakan Publik

DEBAT capres kedua tanggal 7 Januari 2024 selesai, dengan tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional, dan geopolitik. Tema ini, khususnya pertahanan dan keamanan seharusnya menjadi kekuatan Prabowo dalam mempresentasikannya dan beradu argumen dengan capres lainnya, namun justru kedodoran di tema tersebut. Capres Anies dan Ganjar mengeroyoknya. Pada sesi wawancara usai debat, Prabowo mengawali katanya dalam konferensi pers tersebut dengan kata “Saya kecewa”.

Capres Prabowo menyatakan bahwa narasi paslon lain datanya banyak yang salahlah, keliru, kedua masalah pertahanan mau dipakai sebagai poin politik. Menurutnya untuk negarawan hal itu tidak boleh. Lebih lanjut  capres  Prabowo menyatakan masalah pertahanan adalah hal yang sakral dan  rahasia.

Pernyataan capres Prabowo dapat dikatakan keliru besar, blunder besar dengan  menyalahkan capres lain karena tema pertahanan adalah tema yang telah  ditetapkan oleh KPU, mereka para capres dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut bertanya dan menyawab serta berkomentar sesuai alur yang diatur dalam tema tersebut.

Jadi apabila pernyataan capres Prabowo itu benar seharusnya yang paling patut disalahkan adalah KPU, karena KPU yang telah menetapkan pertahanan sebagai tema materi debat kala itu. Lebih jauh lagi materi pertanyaan dibuat oleh 11 (sebelas) panelis dengan profesi yang tidak sembarangan. Mereka adalah para Guru Besar dari perguruan tinggi ternama di Indonesia, mereka salah satunya adalah Ketua Dewan Guru Besar Universitas Pertahanan dan KSAL 2012-2014, Laksamana TNI (Purnawirawan) Marsetio.

Tentu banyak orang tahu, tidak semua yang menyangkut pertahanan bisa disebut rahasia apalagi disebut sakral dan capres Prabowo tidak pula menjelaskan  hal yang mana dalam debat tersebut bersifat rahasia dan sakral.

Menyalahkan pihak lain dengan alasan yang tidak jelas dan tidak masuk akal justru  menunjukkan bukan sifat satria dan keperwiraan  yang mau mengakui atau menerima kekalahan, tapi malah menyalahkan orang lain, apalagi dengan menyebut bukan negarawan.

Apabila debat ke 3 ini disebut suatu kekalahan, masih ada debat ke 4 dan 5 untuk memperbaiki keadaan, apalagi capres Prabowo sendiri pernah mengatakan biarlah rakyat yang menilai, jadi tidak perlu gusar.

Namun bila sikap emosional yang dikembangkan lalu menyalahkan pihak lain, tentu kita masih ingat kejadian Pemilu tahun 2019 lalu, ketika Prabowo mengalami kekalahan atas Jokowi waktu itu. Protespun dilayangkan dan demo menghasilkan bentrok fisik antara pendemo dengan aparat. Darahpun tumpah.

Bila dalam Pemilu presiden ini capres Prabowo kembali kalah dan di putaran pertama pula, siapakah yang dapat menjamin Pemilu damai dapat terus berlangsung sampai usai?  Capres Prabowo kali ini didampingi oleh cawapres Gibran yang tidak lain putra sulung Presiden Jokowi, ditambah pula dengan cawe cawe Jokowi, sehingga dapat dikatakan pasangan  Prabowo Gibran adalah pasangan petahana atau incumbent adalah kekuatan yang besar.

Bila kekuatan besar ini merasa dicurangi, merasa pasangan lain melakukan kesalahan sehingga Prabowo Gibran kalah siapakah yang mampu menghadapi kekuatan besar tersebut. Apalagi bila wujud kekuatan besar itu dengan tujuan presiden  3 periode atau perpanjangan masa jabatan presiden, capres Prabowo hanyalah alat.  Siapakah yang mampu melawan?

Inilah bayangan suram Pemilu Presiden 2024, akankah demo berdarah kembali tergelar di tengah Pemilu yang belum usai? Akankah senapan aparan kembali menyalak? Akankah Pemilu kali ini menang jadi arang kalah jadi abu?

Semoga tidak. Semoga Pemilu 2024 berjalan damai jujur adil dan bebas dari intervensi manapun. Aamiin. (*)

1391

Related Post