Berdasarkan Survei Internal, Anies Baswedan Capres Partai Nasdem
PARTAI NasDem akan menggelar rapat kerja nasional (Rakernas) selama dua hari, Rabu dan Kamis, 15-15 Juni 2022 ini. Layaknya Rakernas, tentu banyak agenda yang akan dibahas dan diputuskan. Terlebih jagad politik nasional yang kian marak, karena sudah semakin mendekati Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yang meliputi Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Perhelatan politik 2024 itu akan berlangsung sekaligus. Anggaran yang sudah disetujui Rp 100,4 triliun, masing-masing Rp 76,6 triliun anggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Rp 33,8 triliun anggaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Tidak menutup kemungkinan angka tersebut bertambah lagi.
Pertarungan politik jelas penuh intrik. Inilah perhelatan demokrasi yang pertama kali dikemas sekaligus. Tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai sejak Selasa, 14 Juni 2022.
Sebagai peserta pemilu, Partai NasDem tentu sudah mempersiapkan berbagai hal menyongsong Pemilu 2024. Tentu, dari tiga pemilihan yang dilaksanakan sekaligus, yang paling seksi adalah Pilpres. Sebab, Pilpres merupakan puncak demokrasi.
Setiap partai harus menyeleksi dan menggodok nama bakal calon presiden (capres) dan tentunya, juga calon wakil presiden (cawapres) secara ketat. Salah langkah dalam menyodorkan nama atau bergabung dengan partai lain, bisa sangat berpengaruh terhadap perolehan suara partai.
Oleh karena itu, salah satu agenda penting dalam Rakernas NasDem adalah menyaring tiga sampai empat nama bakal (capres) yang akan diserahkan kepada Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh. Dari tiga atau empat nama yang disampaikan, Surya Paloh kemudian menetapkan satu nama capres, dan sekaligus calon itu dibicarakan bersama calon-calon mitra koalisi.
Tidak sekedar diserahkan saja, tetapi nama-nama yang muncul diumumkan kepada rakyat, terutama kepada peserta Rakernas dan para pendukung dan simpatisan NasDem. Pengumuman itu juga sekaligus sebagai usaha menjaring dan mematangkannya dengan calon partai koalisi.
“Yang menjadi magnet utama dari proses pembangunan koalisi itu ya (tentu) pasangan calon, ya pengantennya. Kalau lebih spesifik siapa capresnya, itu kemudian atas dasar rasional dan Nasdem selalu meletakkan dirinya sebagai partai yang rasional,” ujar Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa 7 Juni 2022.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh FNN, empat nama bakal capres yang akan diserahkan kepada Surya Paloh itu adalah Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Gandjar Pranowo. Ketiganya masih sama-sama gubernur, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sedangkan satu bakal capres berasal dari internal Nasdem dan itu kemungkinan nama sang Ketua Umum, Surya Paloh. Akan tetapi, ada kemungkinan nama lain yang muncul.
Berdasarkan kabar yang diberoleh, hasil survei internal NasDem, nama Anies Baswedan menempati urutan nomor satu. Meski tidak menyebutkan tingkat elektabilitasnya, tapi nama Anies Baswedan menempati persentase tertinggi.
Masih menurut Willy Aditya, di internal NasDem, ada penentangan terhadap Anies. Ada yang tidak setuju dengan nama yang sukses dalam perhelatan balap mobil Formula E yang berlangsung awal bulan ini.
Kabarnya, yang tidak setuju dengan nama Anies adalah Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate dan beberapa petinggi lainnya yang pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahoker pada Pilgub DKI tahun 2017 yang lalu.
Meski ada barisan yang tidak setuju, tapi nama Anies Baswedan diperkirakan akan mulus. Alasannya, gelaran Formula E yang sukses tidak lepas dari peran Ketua Panitia Pelaksana (Organizing Committee/OC) Formula E Jakarta Ahmad Sahroni. Semua tahu, Sahroni adalah Bendahara Umum Partai Nasdem.
Duet antara Anies Baswedan dan Ahmad Sahroni dalam ajang tersebut juga semakin memperkuat indikasi dukungan kepada mantan Menteri Pendidikan Nasional itu. Bahkan, karena “pernikahan” Anies dan Sahroni dalam ajang Formula E tersebut membuat Mohammad Taufik harus “bercerai” dengan Partai Gerindra.
Taufik yang kader tulen partai besutan Prabowo Subianto itu mengaku akan bergabung dengan NasDem, karena Anies Baswedan bakal menjadi capres NasDem.
Memang betul, hingga menjelang Rakernas, ternyata belum ada nama capres yang dimunculkan. Yang ada baru kriterianya, sebagaimana disebutkan Ketua Steering Committee (SC) Rakernas NasDem, Prananda Surya Paloh.
Menurut putra Surya Paloh itu, NasDem membuka peluang berkoalisi dengan berbagai partai politik untuk mengusung capres usai Rakernas pada 15-17 Juni ini. NasDem bisa saja berkoalisi dengan partai non-nasionalis asalkan tetap menganut Pancasila.
“Tetapi tidak menutup kemungkinan juga kita bisa berkoalisi dengan partai non-nasionalis asal memang tetap menganut Pancasila. Jadi ini namanya politik, masih sangat terbuka, siapa pun, dan di mana pun, bisa mungkin besok, bisa di akhir tahun, bisa tahun depan, kita belum tahu,” kata Prananda dalam jumpa pers menjelang Rakernas, di NasDem Tower, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 13 Juni 2022.
Prananda mengatakan, capres yang bakal diusulkan dalam rakernas kali ini adalah yang memiliki semangat sama dengan NasDem. Capres itu harus memiliki chemistry dan semangat juang yang sama dengan NasDem.
Kriteria capres yang diinginkan NasDem, dipastikan dimiliki juga oleh semua nama-nama yang muncul bakal capres belakangan ini, tak terkecuali Anies. Sebagai mantan Mendiknas dan lama berkecimpung di dunia pendidikan/ akademisi, Anies adalah seorang yang Pancasilais.
Pun selama menjadi Gubernur DKI Jakarta. Hal itu ditunjukkannya dengan merangkul semua tokoh dan bahkan mendatangi kegiatan agama lain, di luar agama Islam. Jika tidak seorang yang Pancasialis, mana mungkin ia berkenan mendatangi gereja, vihara, dan lainnya.
Oleh karena itu, kalaupun benar ada penolakan dari segelintir elit NasDem, itu adalah wajar dalam demokrasi. Yang jelas dan pasti itu, kita menunggu hasil survei yang diumumkan bersamaan dengan Rakernas NasDem.
Walaupun ada yang menentang Anies, tetapi Ketua Umum NasDem, Surya Paloh memiliki otoritas yang kuat menetapkan siapa di antara empat nama yang pantas menjadi capres mereka.
Apalagi jika kita memahami kalimat, “Survei bisa disalahkan, tetapi hasil survei tidak bisa salah.” (*)