Beridul Adha pada Masa Pancaroba
Kurban adalah simbol kasih sayang, kesetiakawanan, dan kepedulian terhadap nasib sesama. Dengan Idul Adha Allah swt menginspirasi untuk saling menyapa, berbagi, dan silaturahmi.
Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta
KAUM Muslimin merayakan Idul Adha kali ini dalam suasana semi-pasca Corona. Indonesia dalam masa pancaroba. Pancaroba, arti harfiahnya peralihan musim. Indonesia mengenal dua muslim saja: kemarau dan hujan. Di Eropa, Amerika dan belahan bumi yang lain mengenal empat musim: semi, panas, gugur, dan dingin. Tapi di sini ada musim buah rambutan, mangga, durian, antri BLT, antri BBM, antri minyak goreng, dll.
Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Dari segi keuangan, Indonesia sudah menanggung utang demikian banyaknya. Dari segi ekonomi dan perdagangan, harga kebutuhan pokok rakyat terus merangkak naik, termasuk bahan bakar, telor ayam ras, dan cabe. Dari segi keamanan, juga mengkhawatirkan, baik karena ancaman laten dari luar maupun dari dalam.
Walaupun Pilpres masih dua tahun lagi, yakni 2024, tapi musim kampanye tampaknya telah tiba mendahului jadwalnya. Hal ini membikin pihak-pihak tertentu mengalami panas-dingin. Semoga bangsa Indonesia tetap aman dan damai untuk selamanya. Amin.
Dalam konteks pandemi Corona sekarang ini, kita harus menjaga kesehatan dan kebersihan dengan saksama: mencuci tangan pakai sabun, menggunakan masker, menjaga jarak aman, menghindari kerumunan, dan menghindari mobilisasi yang tidak berarti.
Pandemi Corona memaksa sebagian besar dari kita untuk bekerja dari rumah, putra-putri kita juga belajar jarak jauh dengan segala suka dukanya.
Pandemi memaksa Lembaga Pendidikan mengubah strategi pembelajaran, baik di tingkat Dasar, Menengah, maupun Tinggi.
Pembelajaran online merupakan pengalaman baru bagi peserta didik maupun para pendidik. Masing-masing memerlukan penyesuaian tersendiri. Guru menyiapkan bahan ajar dan metode pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi.
Orang tua memfasilitasi sarana belajar anak, terutama alat komunikasi, baik komputer maupun HP.
Sarana pembelajaran secara online rawan disalahgunakan untuk kegiatan di luar belajar. Oleh karena itu anak perlu pendamping, dan orang tua niscaya menjalin komunikasi dengan guru atau sekolah dan sebaliknya.
Catur pusat Pendidikan Islam adalah rumah, sekolah, masyarakat, dan masjid. Rumah adalah tempat belajar anak-anak pertama kali, bahkan sebelum ia lahir ke dunia.
Apa saja yang dilakukan dan apa saja yang dikonsumsi bapak-ibunya berpengaruh terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani janin dalam kandungan. Orang tua menjadi role model bagi putra-putri sepanjang hayatnya. Begitu pula para guru, tokoh masyarakat, dan para ustadz yang bertanggung jawab.
Bagai petani, guru mencurahkan perhatian pada benih yang telah ia tebar; memupuk, menyirami dan menyianginya. “Awalnya aku hanyalah butiran-butiran kemungkinan. Gurukulah yang membuka dan mengembangkan kemungkinan itu.” (Helen Keller)
Nabi Muhammad Saw berpesan, “Didiklah anak-anakmu dengan sebaik-baiknya, karena mereka adalah amanat Tuhan kepadamu.”
Umar bin Khathab berkata, “Didiklah anak-anakmu dengan saksama, karena mereka akan hidup di zaman bukan zamanmu.”
Orang tua berkewajiban mengenalkan anak kepada Tuhannya, membantu anak menemukan rencana Tuhan untuk dirinya, serta mengarahkan, tetapi tidak memaksanya.
Kurban adalah sebentuk ketaatan kepada Allah swt berupa penyembelihan sapi dan/atau kambing pada 10 Dzulhijjah, dan hari-hari tasyrik dengan mengharap ridha Allah swt semata.
Kurban adalah simbol kasih sayang, kesetiakawanan, dan kepedulian terhadap nasib sesama. Dengan Idul Adha Allah swt menginspirasi untuk saling menyapa, berbagi, dan silaturahmi.
Allah swt berfirman dalam Al-Quran:
Sungguh, telah Kami berikan kepadamu sumber yang melimpah. Maka, shalatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah. Sungguh, orang yang membenci engkau,- dialah yang putus dari harapan masa depan. (QS Al-Kautsar/108:1-3).
Al-Alkautsar artinya karunia yang tak terbatas; rahmat dan segala kebaikan, kearifan, dan wawasan yang diberikan kepada semua insan.
Pengalaman kurban pertama kali di muka bumi adalah ujian terhadap kedua putra Nabi Adam as. Yang satu berkurban secara ogah-ogahan, dan yang seorang berkurban dengan penuh ketakwaan. Allah swt menerima kurban yang kedua.
Praktik kurban umat Islam adalah warisan Nabi Ibrahim as.
Allah swt berfirman,
Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian. “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” (QS 37:102-109).
Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail mengandung pesan untuk berbagi sumber kekayaan, kesempatan, dan semangat memelihara warisan kemanusiaan, dengan mengalahkan kepentingan pribadi, keluarga, golongan, partai politik, maupun fanatisme sempit lainnya. Demikian amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Faktanya, jutaan hektar lahan dikuasai oleh segelintir orang-orang super kaya. Pertamina sebagai BUMN mengalami kerugian 191 triliun, tetapi 7 Komisaris dan 11 Direksinya bergaji rata-rata lebih dari 3 miliar. (FB Azizi Fathoni).
Penyembelihan ternak tahunan membuahkan keseimbangan ekosistem, membuka peluang memperoleh rezeki dari pengadaan hewan, pemeliharaan, penyediaan pakan, dan sarana transportasi, serta pemotongan.
Penyembelihan hewan kurban simbol pemotongan syahwat duniawi dan sikap mental syaithani yang mengalir dalam diri.
Allah swt berfirman,
Yang sampai kepada Allah bukan daging atau darahnya, melainkan ketakwaan kamu. Demikianlah Ia memudahkannya kepada kamu supaya kamu mengagungkan Allah atas bimbingan-Nya kepada kamu; dan sampaikan berita baik kepada semua orang yang telah berbuat baik. (QS Al-Hajj/22:37).
Allah swt menurunkan agama untuk membebaskan manusia dari penderitaan, agar mereka dapat berdiri bebas di hadapan Tuhan secara benar, dan menjaga diri dari perbuatan aniaya.
Hidup tidak untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain.
Kekayaan negeri ini niscaya dikelola dengan saksama untuk kesejahteraan sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia. Ketimpangan dan ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia dan lain-lain harus segera dihentikan.
Kita berusaha mewujudkan aturan yang adil, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih prestasi. Kita harus memperlakukan pihak lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Tak seorang pun boleh diperlakukan dan/atau berlaku semena-mena.
Tuhan menciptakan samudera, manusia membuat kapal untuk mengarunginya.
Tuhan menciptakan malam, manusia membuat lampu untuk meneranginya.
Tuhan menciptakan aneka barang tambang, manusia menggali dan memanfaatkannya.
Tuhan memerintahkan shalat, manusia membuat masjid untuk bersujud di dalamnya.
Tuhan memerintahkan haji, manusia menghimpun bekal untuk menempuh perjalanan ke Rumah-Nya.
Kekayaan dan kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, dan keselamatan. Kekuasaan adalah ujian; apakah digunakan untuk menegakkan keadilan dan keselamatan atau sebaliknya.
Manusia niscaya berkorban untuk meraih kehidupan yang bermakna. Setiap pengorbanan adalah investasi ukhrawi. Jer basuki mawa bea...
Tak ada pengorbanan tulus yang sia-sia.
Bahwa yang diperoleh manusia hanya apa yang diusahakannya. Bahwa usahanya akan segera terlihat. Kemudian ia akan diberi balasan pahala yang sempurna. Bahwa kepada Tuhamu tujuan akhir. (QS An-Najm/53:38-42). (*)