Bu Mega Tak Perlu Gelisah
by M. Rizal Fadillah
Jakarta FNN – Senin (02/100. Membela diri dengan membantah dirinya Partai Komunis Indonesia (PKI), kemudian melabrak milenial yang berdemo, lalu menuduh pendemo sebagai pembakar halte adalah berlebihan. Kasihan juga mbak Mega. Selalu saja sewot dan marah-marah. PDIP adalah partai penguasa tetapi seperti oposisi sikap politiknya. Lalu sebenarnya ada masalah serius apa?
Empat alasan mengapa Megawati dan PDIP perlu disorot. Pertama, tuduhan PKI dan bantahan muncul saat Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat Michael Pompeo datang ke Indonesia. Apalagi Pompeo mengingatkan tentang peran Partai Komunis Cina (PKC) di Indonesia serta bahayanya.
Mega terlihat bersinggunggan dengan tuduhan PKI wajar, karena PDIP memiliki kader elemen kiri sebagaimana terindikasi dan pengakuan kader PDIP Arteria Dahlan. Masih banyak lagi seperti Ribka Tjiptaning yang terang-terangan menyatakan bangga menjadi anak PKI.
Kedua, kuatnya nuansa Orde Lama dalam rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Wajar pula karena RUU HIP diinisiasi oleh kader-kader PDIP. Sebagaimana publik berargumen dalam berbagai aksinya telah mengaitkan isi RUU ini dengan faham komunisme.
Meskipun telah berganti nama menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasaila (BPIP). Namun posisi RUU HIP kini tetap mengambang. Memperpanjang tuduhan tersebut. Jadi tidak perlu semot-semotan. Ini hanya reaksi terhadap siapa buarat apa? Lalu akan mendapatkan apa?
Ketiga, mempertanyakan prestasi milenial. Dengan menuduh milenial sama saja dengan menohok siswa atau mahasiswa yang berunjuk rasa. Pasti ada serangan balik dengan mempertanyakan adakah prestasi Megawati selama jadi Presiden maupun Ketum partai "wong cilik"? Biasa-biasa saja tuh. Malah nyata-nyata miskin prestasi, jika tidak ingin disebut dengan wanprestasi.
Keempat bakar-bakar halte. Sudah viral kalau yang membakar halte itu bukan pengunjuk rasa, baik buruh ataupun mahasiswa. Tetapi gerombolan peliharaan. Nah mereka itu peliharaan siapa? Disitulah masalahnya. PDIP harus teriak agar segara diusut tuntas siapa saja aktor dibalik gerombolan para pemfitnah jahat tersebut. Aksi penyelundupan aksi harus dihentikan oleh seruan Megawati sebagai tokoh yang berpengaruh.
Kini Megawati gelisah, apakah karena Jokowi sudah tak bisa menjadi petugas partai lagi? Utaukah karena PDIP yang terus diserang atau dibully, sementara Jokowi hanya bisa diam saja? Nampaknya tidak ada pembelaan sama sekali dari Jokowi.
Ada tendensi munculnya partai atau kekuatan lain yang lebih mampu mengendalikan Jokowi ketimbang Megawati sebagai komandan dari "the ruling party". Mudah-mudahan saja ini bukan yang menjadi penyebab utana Megawati marah-marah.
Ujungnya memang persoalan Pilpres 2024 yang memang mulai menggelisahkan. Disamping popularitas Anies dan Gatot terus meningkat tidak terbendung, sementara di internal PDIP Puan Maharani atau Budi Gunawan yang digadang-gadang, ternyata sulit merangkak naik. Kejutan justru nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang lebih berkibar.
Mega memang sedang dirundung malang. Tiga hal yang dapat dilakukan untuk memulihkan dan merekonstruksi . Pertama bersihkan PDIP dari kader atau anasir kiri yang sudah terbaca publik. Kedua revisi platform kekiri-kirian dari perjuangan partai yang tertuang dalam AD/ART dan prinsip perjuangan lainnya. Ketiga, jangan tempatkan kelompok agama sebagai musuh. Sebab disamping kontra-produktif, juga patut disadari bahwa bangsa Indonesia adalah masyarakat yang relijius dan anti sekularisme.
Selamat merenung, tak perlu tergantung pada daya dukung otoritas Presiden yang fakta politiknya kini berada dalam keadaan yang tidak terlalu ajeg. Tingkat kepercayaan yang semakin merosot.
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.