Buruh Mogok Gegara? Koplak & Amatiran Amit!
by Tony Rosyid
Jakarta FNN – Rabu (07/10). Menanggapi mogok nasional buruh tanggal 6-8 Oktober, seorang politisi partai "anu" berkomentar. Begini komentarnya,"mau mogok bagaimana, wong sudah mogok otomatis, karena banyak buruh yang dirumahkan akibat dampak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat seperti yang dilakukan Anies Baswedan".
Maksudnya, mogok nasional yang dilakukan buruh tanggal 6-8 Oktober itu gara-gara Anies ya? Kok demonya ke Senayan? Kok demonya di Gedung Sate Bandung? Kok demonya di Serang Banten? Ko demonya ada di banyak wilayah? Anies ini gubernur Jakarta atau presiden Indonesia?
Dalam tulisan ini, saya ingin mengajak anda berpikir lurus. Berpikir lurus itu memahami hukum kausalitas. Hukum sebab akibat. Ini standar yang normal-normal saja. Kecuali jika anda sudah nggak normal. Siapapun anda. Apalagi jika omongan anda laku untuk dikutip media.
Anda yang saya maksudkan bukan sebagai personal. Tetapi semua rakyat Indonesia. Semua anak bangsa yang sedang dan akan menghadapi ancaman kesulitan ini. Makanya, tidak saya sebut nama dan partainya. Kalau saya sebut, hanya akan mengecilkan kualitas tulisan ini.
Orang Jawa bilang, “ngono yo ngono, tapi yo ojo ngono”. Benci ya benci, tapi yang cerdas dikit gitu loh bencinya. Jangan primitif gitu loh. Mosok mogok buruh nasional tanggal 6-8 Oktober gara-gara Anies perketat PSBB. Yang bener aja ah! Anda pasti bercanda. Kalau bercanda, pinteran dikit napa!
Rakyat semua tahu. Buruh demo, lalu mogok kerja akibat disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja pada hari senen tanggal 5 Oktober 2020. Siapa yang mengesahkan UU itu? Ya DPR dan Pemerintah. Mosok tukang gorengan. Kagak mungkinlah! Ada-ada aja.
Buruh nggak terima, kecewa dan marah, makanya mereka demo ke DPR. Juga protes ke Jokowi, karena UU Omnibus Law Cipta Kerja ini usulan dari pemerintahan Jokowi. Ah, mosok harus dijelasin kayak anak kecil ah. Masa anggota partai politik nggak ngerti tentang tata cara pembuatan suatu UU?
"Dimanapun yang namanya UU adalah sebuah produk politik. Karena itu, apapun hasilnya harus diterima", kata politisi ini lagi. Waduh.. Waduh... Mau ngomong apa lagi jal. Ikut komentar, takut dibilang "blo'on" yaa?. Nggak komentar, khawatir masyarakat ikut-ikutan blo'on. Sudahlah terpaksa saya harus komentar.
Begini bung, UU memang produk politik. Tapi tidak setiap produk politik harus diterima. Anda pikir UU itu kitab suci apa? Bersifat mutlak apa? Sekali dibuat, nggak boleh dikritik begitu? Sehingga harus diterima, gitu? Ini ngaco, ngawur dan sesat cara berpikirnya bro.
Bisa melalui Yudisial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ok, ini yang agak waras dikit. Tetapi, bahwa masyarakat banyak yang apatis terhadap lembaga hukum itu fakta. Ini nggak boleh terjadi, tentunya. Tetapi, pelaksanaan dan penegakan hukum di Indonesia itu betul-betul bermasalah. Apalagi jika berhadapan dengan penguasa dan kekuatan politik. Buruh mengukur diri. Anda pasti tahu itu.
Kalau pelaksanaan dan penegakan hukum kita tertib, buruh dan mahasiswa mungkin tidak akan menempuh cara demo. Cukup dengan Yudisial Review ke MK. Kenapa mereka demo, karena mereka nggak begitu percaya dengan penegakan hukum di negeri ini.
Anda bilang, "UU dibuat tidak selalu akan menciptakan sebuah keseimbangan dan kepuasan bagi sebagian kecil masyarakat". Anda anggap jumlah buruh itu sedikit apa? Lebih banyak jumlah borjuis dari pada proletar? Anda makin ngaco, ngawur dan amatiran saja!
Jumlah buruh di Indonesia itu mayoritas. Hampir semua, jika tidak dikatakan semua, yang menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Kenapa? Karena UU ini jadi neraka bagi mereka para buruh. Terkait upah minimum, kontrak kerja, masa cuti, PHK, tenaga kerja asing, dan lain-lainsangat merugikan para buruh.
Melihat masa depan buruh yang dipreteli hak-haknya oleh UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, mahasiswa pun ikut bergerak. Demo dan protes. Begitu juga dengan sejumlah ormas dan ulama. Ikut melakukan protes. Lalu, anda bilang, mereka minoritas? Koplak dan primitif sekali anda.
Jumlah buruh di Indonesia itu 131.005.641 dari total jumlah penduduk Indonesia 271.053.473. (data BPS 27 April 2020). Belum ditambah dengan jumlah pendukungnya, yaitu mahasiswa dan ormas yang dibesarkan oleh orangtua mereka yang berstatus buruh. Bagaimana anda bilang minoritas? Mungkin anda nggak pernah lahir dari rahim orangtua yang berstatus buruh, sehingga nggak mampu membaca perasaan pedih hati mereka para buruh.
Seandainya mereka minoritas sekalipun, harus juga diakomodir kepentingannya. Nggak boleh diabaikan. Sebab di Indonesia, non muslim itu minoritas. Tetapi nggak boleh diabaikan kepentingannya. Tetapi jangan malah anda balik datanya dan mengatakan muslim itu minoritas, maka nggak perlu diakomodir kepentingannya.
Lalu, supaya masuk akal, dibuatlah narasinya, “yang dimaksud minoritas itu Islam radikal dan pengusung Khilafah. Itu minoritas. Ah, suka-suka anda aja. Semakin aneh lagi, anda menyimpulkan bahwa mogok nasional buruh tanggal 6-8 Oktober itu gara-gara Anies perketat PSBB. Alah maaak......
Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Kebangsaan