Cinta Indonesia Itu Tolak Pindah Ibu Kota

Oleh Ahmad Sastra, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa, tinggal di Bogor

INDONESIA yang konon menerapkan demokrasi dimana suara rakyat sebagai yang berdaulat hanyalah omong kosong. Sebab faktanya dalam setiap kebijakan perundang-undangan, suara  rakyat justru sering diabaikan, bahkan protesnyapun dicuekin oleh wakil-wakil rakyat. Seperti contoh UU Minerba, UU Cipta Kerja, dan kini UU IKN, meski banyak menyulut penolakan dari berbagai komponen rakyat, tetap saja disahkan oleh wakil rakyat. Ini ironi diatas ironi. Benarkah wakil rakyat telah menjadi wakil rakyat ?. UU IKN pun dikebut dan disahkan pada 18/1/2022—meskipun mendapat kritikan dari banyak pihak.

Disaat para petinggi negeri teriak-teriak saya pancasila, namun lahirnya UU IKN justru telah melanggar pancasila terutama sila ke 4 dan 5. Sebab faktanya rakyat justru tak dianggap dan IKN berpotensi hanya menguntungkan oligarki, bukan menguntungkan rakyat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia telah dikhianati oleh para wakil rakyat. Banyak UU yang justru telah dianggap murtad dari pancasila. IKN baru ini dianggap mengabaikan suara dan hak masyarakat adat maupun masyarakat lokal. Tidak hanya itu, IKN baru juga dianggap abai terhadap krisis lingkungan hidup.

Tak ayal, rencana pemerintahan memindahkan Ibu Kota Negara banyak menuai protes dari berbagai kalangan. Termasuk para jenderal purnawirawan, akademisi serta aktivis lungkungan dan masyarakat. Salah satunya dari PNKN (Poros Nasional Kedaulatan Negara) yang mendatangi Mahkamah Konstitusi, Rabu 2 Januari 2022.

Dalam keterangan Persnya, Marwan Batubara menyampaikan bahwa UU IKN telah melanggar UUD 1945 dan Pancasila. Lebih jauh koordinator PNKN tersebut juga menyampaikan bahwa permohonan uji materi ke MK semata-mata hanya untuk kepentingan Rakyat, Bangsa dan Negara. Terutama tentang Kedaulatan Negara.

Ironisnya, pemerintah mau pindah ibu kota justru ditengah negeri ini sedang didera banyak masalah akibat pandemi covid 19. Sebenarnya negeri ini tidak sedang baik-baik saja dan hal ini sudah banyak disadari oleh rakyat. Kasus korupsi makin menjadi-jadi. Penguasaan lahan (termasuk hutan) dan SDA yang makin brutal oleh segelintir pemilik modal. Banyak BUMN yang bangkrut. Banyak proyek infrastruktur mangkrak atau terancam mangkrak. Infrastruktur yang sudah jadi pun ada yang ‘tak berguna’, seperti Bandara Kertajati di Majalengka. Ada juga infrastruktur yang kemudian terpaksa dijual atau berencana dijual, seperti beberapa ruas jalan tol, sebagaimana diwacanakan Pemerintah.

Persoalan lainnya, harga kebutuhan pokok masyarakat makin mahal. Yang terbaru minyak goreng. Padahal negeri ini penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Utang luar negeri makin menumpuk hingga mencapai ribuan triliun rupiah. Di dunia usaha, banyak pengusaha skala kecil dan menengah yang terpuruk. Banyak terjadi PHK. Otomatis angka pengangguran pun makin tinggi. Selama Pandemi Covid-19, angka kemiskinan juga meningkat.

Di tengah berbagai keterpurukan ini, Pemerintah malah mengesahkan rencana pemindahan ibukota baru ke Kalimantan dengan rencana biaya ratusan triliun rupiah dari APBN. Tentu sebagiannya dari utang dan pajak rakyat. Rencana ini disinyalir hanya untuk memenuhi nafsu segelintir kaum oligarki, yang cengkeramannya makin kuat. Sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat. Jadi rakyat wajib menolak Ikn sebagai bentuk kecintaan kepada negeri ini.

Agung Wisnu Wardana, aktivis 98 memberikan penjelasan bahwa pada awal perencanaan,  Bappenas menyatakan kontribusi APBN untuk pembangunan Ibu Kota Negara yang baru sebesar 19,2%. Dalam perkembangannya, rezim penguasa mewacanakan kontribusi APBN naik jadi 53%. Walaupun kemudian dibantah oleh mereka sendiri.  Dan dalam situs resmi IKN tertulis kontribusi APBN sebesar 19,4%. Dan KPBU 54,2% dan investasi swasta dan BUMN 26,4%. Hal ini menunjukkan perencanaan yang labil.  Untuk proyek yang sangat strategis,  hal ini tentu wujud kebijakan yang main-main, tak serius.

Terlepas besar kecilnya kontribusi APBN,  hal ini akan membebani rakyat.  Karena APBN negeri ini dibangun dengan utang luar negeri dan pajak. Utang luar negeri telah tembus 6900 triliun.  Pajak khusus IKN juga mulai diwacanakan.  Semuanya akan ditanggung oleh rakyat, dan ujungnya merugikan rakyat.  Bila kobtribusi APBN sebesar 19,2% maka terbuka peluang luas di atas 80% adanya investasi swasta tetmasuk di dalamnya investasi asing.  Hal ini tentu akan membahayakan kedaulatan negeri ini.

Pilihan lain yang mungkin akan dilakukan pemerintah untuk menutupi biaya IKN yang besar adalah cetak uang.  Hal ini juga akan membahayakan karena akan menimbulkan inflasi yang besar. Semua pola penganggaran pembangunan yang dipaparkan di atas adalah model pembangunan berbasis kapitalisme yang ujungnya hanya akan menimbulkan kesenjangan ekonomi dan kerusakan lingkungan.

Pola ini hanya akan memindahkan masalah dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Oleh karena itu pemindahan ibu kota negara dengan pola kapitalisme ini hanya akan merugikan rakyat Kalimantan Timur khususnya dan seluruh rakyat Indonesia pada umumnya. Hal ini mestinya bisa dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia bahwa wajib menolak IKN. Penolakn IKN justru sebagai bukti bahwa rakyat cinta kepada negeri ini.

Anggota HILMI Dr. Riyan M.Ag. menyatakan banyak pertanyaan timbul terkait UU IKN yang belum terjawab di masyarakat, terutama mengenai alasan perpindahan IKN. Ia juga menyatakan ada kemungkinan kepentingan oligarki politik rezim dan korporasi/pihak swasta yang terlibat dalam persoalan pindah IKN. (muslimahnews.net, 23/1/2022).

Selain itu, Warkhatun Najidah, akademisi Universitas Mulawarman, menyatakan UU IKN ini ditolak karena dua hal, yaitu dari segi tidak berjalannya uji publik dengan baik dan tentang kejelasan wewenang dan hubungan Badan Otoritas dengan Pemerintah Provinsi maupun Pemkab/Pemkot di Kaltim. Hal ini penting agar tidak terjadi pencaplokan wilayah Kaltim.

Masih menurut Warkhatun Najidah, proyek IKN menguntungkan para elite politik dan investor yang bermain di dalamnya. Ini karena belum sah saja, pemerintah sudah menandatangani MoU dengan para investor dan proyek sudah berjalan. (muslimahnews.net, 24/1/2022). Kajian pendalaman pramasterplan IKN juga telah dilakukan oleh konsultan McKinsey (Detik Finance, 21/10/2019).

Kawasan yang akan diproyeksikan sebagai IKN terdiri dari Kawasan Inti Pemerintahan, Kawasan IKN, hingga Kawasan Perluasan IKN bukan ruang kosong. Kawasan ini sebelumnya sudah terpenuhi oleh izin-izin dan konsesi, seperti pertambangan, kehutanan, perkebunan, PLTU, dan konsesi bisnis lainnya. Yang diuntungkan dari proyek IKN baru adalah perusahaan-perusahaan pemilik konsesi ini karena menjadi penerima manfaat atas megaproyek ini. Mereka adalah para politisi nasional dan lokal, beserta keluarganya yang memiliki konsesi industri ekstraktif.

Terdapat 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan sawit, dan PLTU batu bara di atas wilayah total kawasan IKN seluas 180.000 hektare—setara dengan tiga kali luas DKI Jakarta, ditambah tujuh proyek properti di Kota Balikpapan. Setidaknya, ada 148 konsesi, di antaranya pertambangan batu bara, baik berstatus Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan salah satunya berstatus Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau ring satu seluas 5.644 hektare seluruhnya berada di dalam konsesi PT. IHM. Ring dua seluas 42.000 hektare mencakup konsesi PT IHM dan sekaligus PT IKU. Ditemukan pula 10 konsesi perkebunan di atas kawasan IKN, yakni delapan di ring dua dan tiga, yakni Kecamatan Samboja dan Muara Jawa, serta sisanya di Kecamatan Sepaku. Data-data ini menujukkan bahwa pindah IKN jelas bukan keinginan rakyat, tapi keinginan oligarki demi mendapatkan keuntungan materi dengan mengabaikan kepentingan rakyat yang selama ini dijanjikan akan selalu dibela. Mereka juga selalu berteriak bahwa rakyatlah yang berdaulat.  

Dalam perspektif ajaran Islam, pindah ibu kota itu sesuatu yang mubah, selagi alasannya syar’i dan untuk kepentingan kemaslahatan umat dan rakyat banyak, bukan untuk kepentingan kekuasaan dan segelintir oligarki. Islam juga menerapkan konsep kepemilikan yang khas, terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, negara. Pembagian ini adalah untuk kemaslahatan umat.

Kepemilikan individu (milkiyah fardiyah) atau disebut private property adalah hak individu memanfaatkan kekayaannya sesuai syariat Islam. Islam mengatur cara seseorang memperoleh harta—yang diizinkan dan yang tidak diizinkan—seperti bekerja, waris, dan hibah.

Kedua, kepemilikan umum (milkiyah ammah) atau public property adalah kepemilikan yang memiliki manfaat besar bagi masyarakat dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kepemilikan umum tidak dapat dikuasai perseorangan apalagi swasta. Negara juga tidak boleh menguasainya, melainkan mengelolanya untuk kepentingan umat. Contohnya, sumber daya alam, seperti air dan barang tambang. Jenis kepemilikan ketiga adalah kepemilikan negara (milkiyah daulah) atau state property yang pada dasarnya adalah hak milik umum, tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab negara/pemerintah. Contohnya, ganimah, fai, khumus, kharaj, jizyah, usyur, dan pajak.

Rencana pindah ibu kota dalam sistem demokrasi kapitalisme tentu saja sangat berbeda dengan pindah ibu kota perspektif Islam. Kapitalisme selalu menguntungkan kaum kapital dan rakyat hanya menjadi korban kebijakan. Sementara dalam Islam selalu berorientasi kepada kemaslahatan rakyat secara keseluruhan. Kapitalisme juga bertumpu hanya kepada sejauh mana mendapatkan keuntungan materi tanpa melihat apakah halal atau haram, sementara Islam memandang setiap aktivitas dalam timbangan hukum syara’, jelas antara yang halal dan haram. Sekali lagi, rakyat wajib menolak UU IKN sebagai bukti cinta kepada negeri ini dan rakyat pada umumnya, sebab negeri ini dengan sistem kapitalisme telah dicengeram oleh para begundal oligarki. (*)

455

Related Post