Presiden Utamakan Kesehatan dan Keselamatan Rakyat?
by Mochamad Toha
Surabaya FNN - Selasa (29/09). Presiden Joko Widodo alias Jokowi menegaskan, pemerintah mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat dalam penanganan Covid-19. Pemerintah terus berupaya menjaga yang sehat agar tidak terpapar Virus Corona.
“Saya ingin kembali menegaskan bagi pemerintah, kesehatan rakyat dan keselamatan umat adalah yang utama. Bagi yang sehat kita jaga agar tidak terpapar. Bagi yang sudah terpapar, kita berupaya segera untuk bisa kita sembuhkan,” katanya.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat membuka Muktamar PP Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) di Istana Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/9/2020).
Jokowi bersyukur, angka kesembuhan masyarakat tinggi per 25 September lalu. Pemerintah, kata dia, terus berupaya meningkatkan angka kesembuhan.
“Alhamdulillah per 25 September, angka kesembuhan kita mencapai 196 ribu orang dengan tingkat kesembuhan 73,5%. Ini semakin meningkat. Alhamdulillah dan akan terus kita tingkatkan,” ucapnya.
Mantan Wali Kota Solo itu mengajak masyarakat Indonesia tidak menyerah menghadapi pandemi Covid-19 ini. Dia juga mengajak agar masyarakat saling membantu saat kesulitan.
“Kita tidak boleh menyerah, kita harus berikhtiar sekuat tenaga pengendalian Covid-19 sekaligus membantu saudara-saudara kita agar tidak semakin terpuruk karena kesulitan ekonomi,” pungkasnya.
Menurut Jokowi, perlu kekompakan bersama dalam menghadapi Covid-19. Menurutnya, persoalan ini terlalu besar untuk diselesaikan pemerintah sendirian. “Kita harus bersatu, satu tekat, satu semangat, satu barisan dalam menghadapi situasi yang sulit ini,” ucapnya.
Jokowi berharap, seluruh kader Parmusi di seluruh tanah air bergandengan tangan dengan seluruh elemen bangsa yang lain. Kemudian, menjadi garda terdepan untuk melindungi diri sendiri, melindungi kesehatan umat, keselamatan rakyat, serta bangsa dan negara.
“Sehingga kita bisa segera pulih dan bangkit kembali,” kata Presiden Jokowi, seperti dilansir Liputan6.com, Sabtu (26 September 2020).
Dia menambahkan, dalam mencegah penyebaran Covid, tidak ada jalan lain selain disiplin menjalankan protokol kesehatan. Serta disiplin menjalankan kebiasaan-kebiasaan baru yang aman dari Covid saat di dalam rumah bersama keluarga maupun ketika di luar.
Bahaya Pilkada
Sayangnya dalam Muktamar PP Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) di Istana Bogor tersebut, Presiden Jokowi tidak menyinggung soal mengapa Pemerintah tetap melaksanakan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember 2010 mendatang.
Rapat bersama antara Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sepakat tidak ada penundaan Pilkada serentak 2020.
Pilkada tetap akan dilaksanakan pada Rabu, 9 Desember 2020. Hal ini mengabaikan masukan dari masyarakat. Sebelum keputusan diambil, penolakan telah datang dari berbagai pihak. Seperti dari Muhammadiyah dan NU yang menyatakan sikap.
Juga memberikan masukan kepada pemerintah untuk serius mengatasi pandemi Covid-19. Menyarankan agar Pilkada Serentak 2020 ditunda dulu. Sepertinya, sikap dua Ormas Islam itu tak menjadi pertimbangan dalam memutuskan pilkada dilanjut atau tidak.
Selain dua ormas Islam itu, ada Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Perludem dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang juga menyarankan supaya Pilkada 2020 ditunda.
Alasanya, karena pandemi Covid-19 semakin meningkat dan penyebarannya sudah semakin mengkhawatirkan. Pergerakan Covid-19 demikian dahsyat. Hingga Menteri Agama Fachrul Razi dan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo positif terpapar.
Bahkan, Komisioner KPU sendiri sudah ada yang dinyatakan positif Covid-19. Penyebaran di berbagai daerah juga menunjukan angka yang signifikan. Sebagian besar daerah digambarkan laju penyebaran Covid-19 yang meningkat.
Belum lagi seperti yang dikatakan ketua KPU Arief Budiman. Setidaknya, sebanyak 37 Bakal Calon Kepala Daerah positif Covid-19. Ini persoaan serius yang harus mendapatkan perhatian Presiden Jokowi. Sebab keselamatan warga negara terancam.
Ahmad Yani, Dosen FH dan FISIP UMJ menyebutkan, sementara pilkada yang merupakan pesta demokrasi tetap digelar. “Yang namanya pesta, mau tidak mau orang akan tetap berkumpul ramai dan ini mempercepat laju penyebaran Covid-19,” katanya.
“Secara hukum, opsi penundaan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,” ungkap Ahmad Yani, seperti dilansir fnn.co.id, Rabu (23 September 2020).
Pasal 201A ayat (3) memberikan opsi bahwa apabila bencana non alam (Pandemi Covid-19) belum berakhir, Pilkada bisa ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non alam berakhir. Payung hukum penundaan jelas sebagai acuan pemerintah.
Menurut Ahman Yani, selain itu, Pilkada dalam situasi pendemi Covid-19 bisa berakibat kurangnya pengawasan Tahapan Pelaksanaan Pilkada.
Ini menyebabkan semakin tertutupnya proses pelaksanaan. Karena itu, dalam menghadapi situasi demikian, sudah menjadi kaidah hukum bahwa setiap keputusan harus didasarkan pada akuntabilitas dan transparansi.
Tanpa itu, akan melahirkan proses demokrasi yang lebih condong pada kepentingan oligarki dan dinasti kekuasaan. Pilkada hanya untuk mengejar kekuasaan semata. Akibatnya, banyak tanggapan yang bermunculan.
Termasuk Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut pilkada itu dibiayai 82% oleh cukong. Angka itu memperlihatkan ada kepentingan besar oligarki dan korporasi memegang kendali dalam demokrasi.
Wartawan Senior Hersubeno Arief menyebut, sulit untuk menafikan, keputusan pemerintah tetap menggelar Pilkada di tengah pandemi, sarat dengan kepentingan politik. Yakni, mulai dari kepentingan politik pribadi, keluarga, kelompok, maupun golongan.
“Kepentingan ekonomi para elit politik tingkat nasional, lokal, dan kepentingan para pemilik modal picik, licik, tamak dan culas,” ungkap Hersu dalam tulisannya, “Hoorreeee… Pilkada 2020 Ditunda, Kecuali Solo dan Medan” di fnn.co.id, Selasa (22 September 2020).
Karena anak (Gibran Rakabuming) dan menantu (Bobby Nasution) ikut berlaga pada Pilkada Kota Solo dan Kota Medan, sangat sulit untuk membantah, Jokowi dan keluarga, mempunyai kepentingan langsung agar Pilkada tetap dilaksanakan.
Bagi Jokowi, ini momentum paling pas menjaga dan memastikan anak dan menantunya yang miskin pengalaman politik, miskin kapasitas, dan kapabilitas untuk terpilih. Nasib Gibran dan Bobby Nasution tidak semata bergantung pada garis tangan.
Tapi yang paling penting adalah "campur tangan". Mumpung Jokowi masih menjadi Presiden. Mumpung masih punya pengaruh besar mengendalikan parpol dan organ-organ kekuasaan. “Semuanya itu erat kaitannya dengan bisnis pengaruh,” tulis Hersu.
Bahasa kerennya, business of influence. Jika harus ditunda, momentum akan lewat. Dengan pandemi yang semakin tidak terkendali. Covid mulai menggigit elit. Mulai dari menteri, Ketua KPU, wakil gubernur, walikota, bupati, dan rektor perguruan tinggi.
Perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia hingga Minggu, 27 September 2020, rata-rata mencapai 22,46% sedikit lebih rendah jika dibandingkan kasus aktif dunia yang mencapai 23,13%.
Untuk itu, Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas Persiapan Pelaksanaan Vaksin Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional via video conference pada Senin, 28 September 2020, menyerukan seluruh jajarannya untuk bergerak cepat agar kasus aktif di Indonesia dapat terus menurun.
Presiden Jokowi juga mengingatkan kembali mengenai intervensi berbasis lokal dan rencana vaksinasi. Reaksi keras datang dari seorang netizen,
"Gendeng.... WHO belum memberikan satu pun rekomendasi vaksin Covid-19... Lhaaa kok Presiden RI sudah minta rencana rinci suntikan vaksin... Ini yang bohong China atau Pemerintah Indonesia sendiri soal Vaksin Sinovac mendapat restu WHO...," tulis Netizen Mila Machmudah Djamhari.
Wartawan senior Asyari Usman mengungkap, banyak yang mungkin belum paham mengapa Jokowi tidak begitu peduli dengan amuk Covid-19 pada Pilkada 2020. Itu semua disebabkan Gibran di Solo dan Bobby di Medan yang ikut Pilkada 2020.
Inilah taruhan yang sangat besar bagi Jokowi. Bebannya tidak ringan. Kedua calon itu ‘wajib’ jadi. Tidak ada kamus kalah. Jadi, ini yang membuat Jokowi lebih mementingkan Gibran dan Bobby dibandingkan amuk virus Corona.
Hingga kini, Jokowi tak menggubris imbauan banyak pihak agar Pilkada 2020 di 270 daerah ditunda. Para pakar kesehatan dan epidemiologi sangat mengkhawatirkan kemunculan ribuan ‘cluster’ baru dari kegiatan pilkada.
Artinya, Presiden Jokowi itu lebih mementingkan kesehatan dan keselamatan politik keluarga ketimbang rakyat!
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id