Cucu Pertamina di Singapura PT. PIMD Berpotensi Alami Kerugian Rp 2 Triliun (Bag-1)

foto editor.co

Oleh Kisman Latumakulita/Wartawan FNN

AKIBAT kegatelan dan ikut cawe-cawe di luar core bussines, PT Pertamina Internasional Marketing & Distribution Pte. Ltd (PIMD), cucu perusahaan PT. Pertaminan yang bermarkas di Singapura berpotensi mengalami kerugian sebesar U$ 133,75 juta dollar, atau setara dengan Rp 2 triliun pada kurs Rp 15.000 per dollar.

PT. PIMD adalah anak perusahaan dari PT. Pertamina Patra Niaga, yang didirikan pada 15 Agustus 2019 di Singapura. Sementara PT. Pertamina Patra Niaga adalah anak perusahaan dari PT. Pertamina Pusat atau Pertamina holding. Tujuan dari pendirian PT. PIMD adalah untuk menjual atau mengekspor produk kilang yang diproduksi oleh PT. Kilang Pertamina Indonesia (KPI) yang tidak dapat dipasarkan di dalam negeri.

Sejak didirikan, tugas PT. PIMD hanya sebatas menjual atau mengekspor pruduk yang diproduksi PT KPI. Tidak lebih dari itu. Untuk itu, sejak awal PT. PIMD sudah dilarang untuk melakukan kegiatan komersial yang berkaitan dengan produk minyak dan gas (migas) yang dimpor oleh PT. PPN dan PT. KPI, terutama minyak mentah Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti bersin, solar dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Sayangnya larangan ini dilanggar majemen PT. PIMD yang dipimpin oleh Managing Director Agus Witjaksono. Potensi kerugian U$ 133,77 juta dollar tidak bisa dihindari, karena PT. PIMD mulai kegatelan dan cawe-cawe di luar tugas utamanya. PT. PIMD lalu berinisiatif untuk mengembangkan sayap bisnis di luar tugas utama, yaitu melakukan jual-beli produk minyak bumi di luar Indonesia, terutama di luar lingkungan Pertamina.

Untuk masuk ke sindikat jual-beli minyak di luar Indonesia, PT. PIMD masih katagori anak bawang atau anak kemarin sore. PT. PIMD harus bersaing dengan para trader berskala dunia yang sudah memiliki “benchmark” dalam penentuan harga beli dan harga jual dari produk kilang-kilang Pertamina. Kenyataan itu dapat dilihat dari laporan keuangan tahunan PT. PIMD yang hanya mampu mencatatkan surplus marjinal.

Hasilnya, pada September 2020 PT. PIMD menandatangani perjanjian kerjasama dengan Phoenix Petroleum dari Philipina. Tujuannya untuk memasok produk-produk BBM seperti gasoline atau bensin ke Philipina. Produk BBM tersebut dibeli oleh PT. PIMD dari produsen-produsen atau trader di luar Indonesia dan Pertamina.

Awalnya hubungan kerjasma bisnis dengan Phoenik ini berjalan lancar. Paling tidak sampai dengan bulan Agustus 2021. Namun permasalahan dan hambatan mulai datang ketika PT. PIMD menyampaikan kendala tertahannya kargo PT. PIMD di Philipina. Pada September 2021 PT. PIMD mengirimkan kargo gosaline kepada Phoenix Petroleum menggunakan kapal Torm Thrya. Namun karena adanya keterlambatan pembayaran, berakibat kargo tidak di-discharge, dan harus menunggu di Port of Batangas.

Dalam posisi menunggu discharge itu, cargo dan kapal ditahan oleh Custom (Bea Cukai) Philipina. Alasan pihak Custom karena belum ada kelanjutan discharge. Pada posisi ini, pihak PT. PIMD berusaha untuk mengalihkan suplai BBM untuk kebutuhan Indonesia. Namun masih terkendala karena cargo masih ditahan oleh pihak Custom Philipina. Sampai sekarang belum jelas nasib kargo gtersebut. Apakah kargo sudah ditarik kembali dalam penguasaan PT. PIMD atau belum?

Awal mula kesalahan manajemen PT. PIMD yang dipimpin Agus Witjaksono terjadi saat kargo BBM gasoline tetap dikirim kepada Phoenix. Padahal pihak Phoenix belum melakukan pembayaran untuk kiriman kargo sebelumnya.

Sesuai laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Septermber 2022, akibat dari tertahannya kargo ini, PT. PIMD mesti membayar biaya demurrage dan biaya-biaya lain. Sementara upaya yang dilakukan PT Pertamina subholding masih kurang efektif dalam kegiatan pengelolaan piutang usaha. Misalnya, collecting penjualan fuel yang menimbulkan piutang kepada Phoenix Petroleum Philipines Inc. (PPPI) belum sepenuhnya memadai.

Piutang PT. PIMD yang berpotensi tidak tertagih kepada Phoenix sebesar U$ 124,53 juta dollar. Jumlah tersebut ditambah lagi dengan klaim demurrage dan deviation cost and penalty interest U$ 9,23 juta dollar, sehiongga totalnya mencapai U$ 133,75 juta dollar.

Menanggapi potensi kerugian yang bakal dialami oleh cucu perusahaan PT. Pertamina Pusat tersebut, Humas PT. Pertamina Patra Niaga yang menjadi induk PT. PIMD, Irto Gintings mengakui kalau Phoenix memang belum melakukan pembayaran atas trasaksi bisnis dengan PT. PIMD. Pihak PT. PIMD juga masih melakukan upaya agar Phoenix dapat melakukan pembayaran utanya. (bersambung)

2893

Related Post