Dekrit Tanpa Dipaksa Rakyat: Omong Kosong!
Saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan Indonesia, pintunya hanya People Power – Revolusi atau Kudeta oleh Rakyat. Hadirnya Revolusi tidak bisa dipercepat dan ditunda. Pasti akan muncul tepat pada waktunya.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
“DALAM politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, Anda bisa bertaruh itu direncanakan seperti itu”. (Franklin D. Roosevelt)
Dekrit itu harus dimulai dengan ada kekacauan perang dan kerusuhan massa. Dukungan Presiden hanya akan terjadi harus ditodong dengan paksa. Tentara harus satu barisan dengan rakyat. (Kivlan Zen)
Menurut DR. Refly Harun, tak ada yang dengan cara normal, selalu didahului situasi revolusioner.
Ide Dekrit itu terkoordinasi sepanjang pendekatan hanya melalui lobi dengan kekuasaan yang sedang menikmati kekuasaannya, itu omong kosong. Sama dengan harapan dekrit meminta MPR mencabut semua hasil amandemen itu mimpi.
Muncul istilah dekrit terkordinasi sayup-sayup direspon oleh Istana dengan barter perpanjangan masa jabatan ujungnya mereka akan bermain adendum pasal 7 UUD 1945 skenario untuk bisa terpilih kembali melalui MPR.
Upaya perpanjangan masa jabatan presiden bukan merupakan deal politik, tetapi karena di belakangnya ada kekuatan uang oligarki yang bisa mengatur dan menguasai parlemen. (Rizal Ramli)
Kecerdasan Oligarki menyatukan Bandit, Bandar, dan Badut Politik organik dengan Bandit, Bandar, dan Badut Politik non-organik adalah gambaran peta perselingkuhan dan pelacuran politik yang juga melibatkan semua jejaring kekuasaan masuk dalam kolam yang sama.
Mampu meluluh-lantakan peran dan fungsi hampir di semua institusi dan lembaga negara dalam satu kekuasaan dan genggaman Oligarki. Kuasa dan kekuasaan mereka sangat besar dan dalam menentukan kebijakan negara.
Penikmat kekuasaan dan ekonomi tidak akan melepaskan dengan cara reguler yang tidak mungkin mau melepaskan kenikmatan itu secara sukarela. Tidak mungkin rezim yang sudah menikmati hasil Amandemen mau melepas dengan kebaikan hati atau belas kasihan untuk rela Kembali ke UUD 1945?
Mungkinkah ada Taipan atau Pemodal, termasuk oligarki yang mau dan rela menyerahkan privilege mereka yang sudah biasa mendikte birokrat dan aparat dengan sukarela melepas privelege itu?
Kalaupun mereka mau pastilah dengan kalkulasi matang bahwa mereka tetap mendominasi dan mencengkram karena mereka merasa sudah jadi pemenang, selalu akan berpikir untuk menyempurnakan kemenangannya.
Kita terus dihadapkan pada sebuah rekayasa politik oligarki yang ugal-ugalan. Negara bukan hanya menjauh dari cita-cita dan tujuan negara tetapi sudah mengarah ke arah kehancurannya.
Saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan Indonesia, pintunya hanya People Power – Revolusi atau Kudeta oleh Rakyat. Hadirnya Revolusi tidak bisa dipercepat dan ditunda. Pasti akan muncul tepat pada waktunya.
Setiap kudeta bisa bermakna Ilegal, hanya satu kudeta yang legal. Yaitu kudeta dalam rangka menegakkan kedaulatan rakyat. Dalam rangka menggulingkan tirani.
Referensi (meminjam) naskah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat:
“Pemerintah dilembagakan di antara manusia, memperoleh kekuasaan mereka yang adil dari persetujuan yang diperintah. Bahwa setiap kali bentuk pemerintahan apa pun merusak tujuan-tujuan ini, adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghapusnya, dan untuk membentuk pemerintah baru, meletakkan fondasinya di atas prinsip-prinsip tersebut dan mengatur kekuatannya dalam bentuk sedemikian rupa, karena bagi mereka tampaknya paling mungkin mempengaruhi keselamatan dan kebahagiaan mereka”.
Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka.
Prof. Suteki: kerusakan sudah begitu akut, maka harus dilakukan perubahan yang radikal, extraordinary, bukan perubahan yang biasa, baik inkremental maupun cut and glue. (*)