Dengarkan Apa yang Dikatakan Jokowi Lalu Lihat Kebalikannya
Membantah sama artinya mengiyakan atau menyetujui masa jabatan presiden tiga periode. Begitulah kira-kira bacaan masyarakat saat ini terhadap ucapan dan tindakan Presiden Jokowi.
by Tjahja Gunawan
Jakarta, FNN - AKHIR-AKHIR Ini ribut perdebatan soal rencana perpanjangan jabatan Presiden Jokowi hingga tiga periode. Melalui akun Youtube Sekretariat Presiden yang diunggah, Senin (15/3/2021), Jokowi menegaskan dirinya tidak berminat menjadi Presiden untuk tiga periode. Ia juga meminta untuk tidak membuat kegaduhan baru karena kini sedang fokus pada penanganan pandemi.
"Apalagi yang harus saya sampaikan? Bolak-balik ya sikap saya tidak berubah. jangan membuat kegaduhan baru, kita saat ini tengah fokus pada penanganan pandemi," ujar Jokowi.
Pernyataan tersebut hampir mirip dengan ucapan Jokowi saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, bulan September 2012. Ketika itu, Jokowi mengaku tidak pernah memikirkan jadi calon Presiden (Capres).
"Copras-capres, copras-capres. Gak mikir. Mikir banjir, mikir macet saja pusing," ujar Jokowi kepada para wartawan ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Nah, sekarang pernyataan yang hampir sama terulang kembali terkait dengan jabatan Presiden tiga periode.
Menurut para netizen di media sosial, untuk membuktikan pernyataan Jokowi cukup dengarkan pernyataannya kemudian lihat kebalikannya. Apa yang dikatakannya terbalik dengan apa yang dilakukannya alias tidak sinkron antara pernyataan dengan perbuatan. Antara janji-janjinya dengan realitanya.
Misalnya, dalam kampanye Pilpres 2014 berjanji untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi 7 persen per tàhun, tapi kenyataannya hanya mampu tumbuh sekitar 5 persen. Lalu dia juga berjanji untuk tidak melakukan impor kebutuhan pangan, sekarang malah pemerintah merencanakan untuk mengimpor 1.000.000 ton beras. Padahal, para petani sekarang sedang melakukan panen raya.
Masih banyak janji-janji Jokowi lainnya yang kalau diurut satu per satu hanya akan menyesakkan dada saja. Ruwet bos. Oleh karena itu, sekarang masyarakat umumnya sudah apatis dan tidak peduli lagi dengan apa yang sedang dan akan dilakukan pemerintah karena mereka melihat banyak inkonsistensi dari pernyataan dan langkah yang dilakukan pemimpinnya dalam hal ini Jokowi sebagai Presiden RI.
Apalagi saat ini, pemimpin dan para elite partai politik juga asyik berebut kepentingan mereka masing-masing. Sedangkan masyarakat berkutat dengan berbagai permasalahan hidup mereka sehari-hari mulai dari kenaikan harga kebutuhan pokok, hingga naiknya biaya pendidikan dan kesehatan. Kondisi ini terjadi di tengah kesenjangan antara orang kaya dan miskin. Antara pribumi dan non pribumi. Tidak hanya itu, para taipan bahkan mampu bersekongkol dengan oknum pejabat dan aparat untuk melakukan korupsi uang negara.
Jika memperhatikan perdebatan para elite politik dan pejabat di lingkungan Istana Kepresidenan tentang perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode, sesungguhnya komentar mereka sarat dengan kepentingan politik.
Saya lebih mengapresiasi komentar dan penilaian yang diungkapkan para netizen di media sosial. Mereka lebih jujur dan objektif dalam menilai kinerja pemerintahan sekarang, khususnya Presiden Jokowi.
Untuk membuktikan pernyataan Jokowi, cukup dengarkan kemudian lihat kebalikannya. Tidak berlebihan jika Jokowi dijuluki presiden terbalik. Publik umumnya sudah maklum dan terbiasa dengan berbagai pernyataan presiden yang kerap berbohong. Oleh Karena itu, apa pun bantahan yang disampaikan Jokowi tentang perpanjangan jabatannya sebagai presiden menjadi tiga periode, publik justru meyakini sebaliknya.
Membantah sama artinya mengiyakan atau menyetujui masa jabatan presiden tiga periode. Begitulah kira-kira bacaan masyarakat saat ini terhadap ucapan dan tindakan Presiden Jokowi.
Betapa tidak, sebelumnya mantan Wali Kota Solo tersebut berhasil membuat sandiwara politik yang memukau sekaligus menipu rakyat Indonesia. Saat menjadi Gubernur DKI, Jokowi selalu mengaku tidak memikirkan urusan capres, meski realitanya dia menyatakan diri siap menjadi capres dari partainya yakni PDIP. Dalih yang disampaikan Jokowi berikutnya, "Saya kan petugas partai, jadi harus tunduk pada putusan partai".
Sekarang pun dia menyatakan tidak berminat jadi presiden tiga periode. Akan tetapi, jika pada.akhirnya PDIP memutuskan mengubah UUD 1945 yang isinya memperpanjang masa jabatan presiden tiga periode, kalimat yang diucapkan Jokowi bisa berubah. Nah, lalu Jokowi mau apa ?
Sebelumnya isu tentang jabatan Presiden 3 Periode, diungkapkan tokoh nasional yang juga pendiri Partai Ummat, Amien Rais, yang diunggah melalui kanal berbagai video YouTube, Sabtu (13/3/2021). Amien Rais menyebutkan, akan ada skenario mengubah ketentuan dalam UUD 1945 soal masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode. Rencana mengubah ketentuan tersebut akan dilakukan dengan menggelar Sidang Istimewa MPR untuk mengubah atau mengamendemen UUD 1945.
"Jadi, mereka akan mengambil langkah pertama meminta sidang istimewa MPR yang mungkin 1-2 pasal yang katanya perlu diperbaiki, yang mana saya juga tidak tahu," kata Amien Rais.
Menurut Amien, skenario ini muncul karena ada opini publik yang menunjukkan ke arah mana pemerintahan Presiden Jokowi melihat masa depannya. "Kalau ini betul-betul keinginan mereka, maka saya kira kita sudah segera bisa mengatakan ya Innaillaihi Wa Innailaihi Ro'jiun," ujarnya.
Isu perpanjangan masa jabatan presiden di era pemerintahan Jokowi bukan saja muncul sekali ini saja. Sebelumnya, pada akhir 2019, isu serupa ramai diperdebatkan soal ini seiring dengan wacana amandemen terbatas UUD 1945. Jadi kalau para pejabat di lingkungan Istana Kepresidenan mewanti-wanti Amien Rais agar tidak melontarkan pernyataan yang menjurus ke arah fitnah, maka seharusnya mereka juga mendorong Jokowi untuk melaporkan Amien Rais ke polisi.
Sebelumnya Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian meminta Amien Rais berhati-hati atas isu perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode yang ditudingkan kepada pemerintah. Sebelum Jokowi menyampaikan bantahannya, para pejabat di sekitar Istana Kepresidenan kompak membantah Jokowi berkeinginan untuk menjabat presiden selama tiga periode.
Juru bicara Kepresidenan Fadjroel Rahman di akun Instagramnya menyebutkan Presiden @Jokowi tegak lurus UUD 1945, masa jabatan presiden dua periode.
Ingin Mencari Muka
Hal senada disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD. "Presiden Jokowi tak setuju adanya amendemen lagi," ungkap Mahfud melalui akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Senin (15/3).
Presiden Jokowi, ujar Mahfud, tidak setuju terhadap rencana amendemen kembali UUD1945. Mengutip apa yang dikatakan Jokowi kepada Mahfud, ada tiga kemungkinan jika ada pihak yang menghendaki Jokowi menjadi presiden tiga periode.
"Satu, ingin menjerumuskan. Dua, ingin menampar muka. Tiga, ingin mencari muka. Kita konsisten saja, batasi jabatan presiden dua periode," jelas Mahfud.
Nah, ternyata Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid secara pribadi mengaku mendukung wacana penambahan masa jabatan presiden Indonesia hingga tiga periode. Padahal, UUD 1945 mengatur masa jabatan presiden hanya boleh dua periode.
"Secara pribadi saya setuju adanya wacana masa jabatan presiden menjadi tiga periode sepanjang atas dasar kehendak rakyat yang tercermin dari fraksi dan kelompok DPD," kata Jazilul dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Minggu (14/3) malam.
Jika mengacu pada kriteria yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD, apakah pernyataan Wakil Ketua Umum PKB ini termasuk kedalam orang yang hendak menjerumuskan, menampar muka atau mencari muka kepada Jokowi ? Silahkan disimpulkan sendiri. Yang jelas kita semua mengetahui, PKB bagian dari partai pendukung pemerintah. ***
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.