DPR Harusnya Tolak Listyo Sigit Sebagai Kapolri
by Luqman Ibrahim Soemay
Lhokseumawe FNN - Listyo Sigit Prabowo, Kabareksrim berpangkat Komisaris Jendral (Komjen) Polisi, telah resmi dicalonkan oleh Presiden menjadi Kapolri. Sigit dinilai Presiden sebagai orang tepat menggantikan Jendral Idham Aziz, yang segera pensiun. Sigit hebat. Karena Sigit dikenal luas pernah menjadi ajudan Presiden Jokowi itu, mengalahkan tiga Komjen senior lainnya.
Tiga nama itu adalah Komjen Pol. Gatot Edy Pramono (Letting 1988A) , Komjen Pol. Boy Rafly Amar (Letting 1988A) dan Komjen Pol. Agus Andrianto (Letting 1989) harus menerima kenyataan terlempar dari meja Presiden sebagai calon Kapolri. Mereka tidak lebih unggul dari Sigit. Karena itu Sigit memang Top. Sigit, mungkin tidak akrab dengan Jokowi kala bertugas Solo. Tetapi itu tidak mengubah hal apapun bahwa Sigit dan Jokowi, telah saling kenal sejak di Solo.
Entah takdir atau begitulah roda politik bekerja. Sigit dan Jokowi jumpa lagi dalam status yang berbeda. Jokowi menjadi Presiden dan Sigit jadi ajudannya. Kini, Sigit dicalonkan menjadi Kapolri oleh Jokowi. Sangat istimewa, surat Presiden tentang pencalonan dirinya, yang ditujukan ke DPR diantar sendiri oleh Pratikno, Menteri Sekertaris Negara. Ini istimewa. Tetapi jangan bilang kenyataan itu sebagai refleksi aktual tebalnya politik perkoncoan antara Sigit dengan Jokowi.
Pernyataan itu akan sangat mudah disanggah oleh Menteri Sekretaris Negara. Dia bisa bilang itu adalah tata karma baru yang sedang dikembangkan Presiden dalam menjaga relasi manis dengan DPR. Ini tata krama baru hubungan non legal antara Presiden dengan DPR. Jadi seharusnya dihormati, bukan dikritik. Lagi pula cara itu sama sekali tidak melanggar hukum.
Sigit, pria berpembawaan tenang dan tidak banyak cakap ini, entah sedang riang gembira dengan pencalonannya atau tidak. Tetapi Sigit, entah apa pertimbangannya, dalam mengkonsolidasi jalannya menuju Tri Barata (TB) 1, atau mengirimkan pesan kepada masyaraat bahwa dirinya menghormati para senior, mendatangi sejumlah mantan Kapolri.
Sigit pas untuk jabatan Kapolri? Suara-suara di luar sana, terlihat sama tone-nya. Dia pas, Dia punya kompetensi untuk jabatan itu. Macam-macam bukti disodorkan. Diam-diam Sigit mengecek kelangkaan persedian barang kebutuhan rakyat, yang disinyalir langka. Terakhir diam-diam Sigit mengecek fenomena kelangkaan kadelai. Sewaktu jadi Kapolda di Banten, Sigit pergi ke Pesantren-Pesantren.
Alhasil,Sigit Dia digambarkan sebagai sosok yang memiliki hubungan bagus dengan pesantren-pesantren di Banten. Logiskah soal-soal itu dipertimbangkan? Tidak juga. Pengecekan kelangkaan persediaan bahan pangan itu pekerjaan teknis, yang hanya memerlukan penyebaran intel-intel. Tidak perlu sampai Kabareksrim. Sekali lagi itu tidak perlu. Kecuali membentuk citra, harus jujur dikatakan tidak ada urgensinya Kabareskrim turun mengecek harga-harga di pasar..
Soal relasinya dengan pesantren-pesantren, apa perlu dipertimbangkan? Tidak juga. Betul sejarah pembantaian ummat Islam terheboh dalam masa pemerintahan Pak Harto terjadi ketika Penglima ABRI berada di tangan Jendral Beny Moerdani. Sistem kala itu memungkinkan Pangab mengendalikan bedil sekaligus hukum. Pada kepemimpinan Beny Moerdani inilah ummat Islam terteror secara sistimatis. Puncaknya terjadi pembantaian terhadap Ummat Islam di Tanjung Priok tahun 1984.
Tetapi kenyataan itu, dimana Benny Moerdani yang merangkap sebagai Pangkopkamtib tersebut tidak boleh dipakai sebagai alasan untuk menolak Sigit sebagai Kapolri. Tidak begitu. Kerana bukan itu soalnya. Namun harus diakui bahwa Sigit punya masalah nyata, yang tidak bisa disederhanakan. Juga tidak bisa dibiarkan. Akan sangat membahayakan bangsa dan negara ini ke depan.
Apa masalah nyata Sigit itu? Bareskrim yang dikomandaninya, itulah yang menyelidiki peristiwa penembakan anggota Polda Metro Jaya terhadap enam warga negara, laskar Anggota Front Pembela Islam (FPI) di Kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek (Japek). Bahkan penyelidikannya itu telah sampai level rekonstruksi peristiwa.
Bareskrim yang dikomandani Sigit inilah yang memanggil dan memeriksa Edy Mulyadi, wartawan senior dari Portal Berita FNN.co.id. yang ditugaskan oleh redaksi FNN.co.id untuk menginvestigasi pembunuhan yang terjadi di kilometer 50 tol Japek itu. Pemeriksaan penyidik bareksirim terhadap Edy Mulyadi dilakukan tanpa melalui persidangan etik atas konten berita di Dewa Pres. Padahal Dewan Pers adalah institusi yang ditugaskan negara untuk mengadili pelanggaran atas kode etik jurnalistik dan pers sebelum diperiksa oleh penyelidik kepolisian.
Edy Mulyadi malah dipanggil dan diperiksa Bareskrim begitu saja. Apa Sigit tidak tahu bahwa bahwa orang yang dapat dijadikan saksi dalam satu perkara itu adalah orang yang melihat sendiri, mendengar sendiri dan mengalami sendiri peristiwa tersebut? Masa Kabareskrim tidak tahu prinsip hukum yang sangat sesederhana seperti itu? Kabareskrim tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, atau memang arogan?
Bareskrim juga yang melakukan penangkapan terhadap Jumhur Hidayat, Dr. Sahganda Nainggolan dan Anton Permana. Apakah Kabareskrim tidak tahu protokol penangkapan? Apakah penangkapan ini diperintahkan langsung oleh Jendral Idham Aziz, Kapolri, sehingga Kabareskrim tidak berdaya menolaknya? Jumhur, Sahganda dan Anton diborgol tangannya.
Bandingkan dengan empat laskar anggota FPI yang dimuat petugas Polisi di mobil tanpa diborgol tangan atau kakinya. Padahal menurut versi Kapolda Menro Jaya Fadil Imran, telah didahului dengan tembak-menembak. Apa begitu hukum yang berlaku di Bareksrim yang dipimpin oleh Sigit? Komjem yang sudah dicalonkan oleh Jokowi jadi Kapori ini?
Sejauh ini Sigit diam soal temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) atas pembunuhan yang menjijikan terhadap empat orang anggota Laskar FPI. Padahal Komnas HAM sudah menyebut peristiwa itu “unlawfull killing”. Orang tahu temuan ini diumumkan Komnas HAM jauh setelah Bareskrim melakukan rekonstruksi atas peristiwa itu. Orang atau publik tahu itu.
Kalau saja Komnas tidak mengumumkan temuannya, tentu Bareskrim yang Sigit pimpin akan bekerja sesuai dengan reskonstruksi yang telah dilakukan itu. Bekerja berdasarkan rekonstruksi jelas maknanya. Enam orang FPI itu mati secara sah, alias menurut hukum. Mengapa? Sesuai dengan pernyataan resmi Irjen Pol. Fadil Imran, Kapolda Metro, mereka melawan petugas.
Kecuali tidak diumumkan, dan itu kami ragukan, sampai sejauh ini, Bareskirm yang dipimpin Sgit, sang calon Kapolri ini, tidak berbuat apapun. Tidak terlihat tanda-tanda Bareskrim yang dipimpim Sigit sedang berkerja menyidik peristiwa pembunuhan yang unlawful tersebut.
Apa Sigit, calon Kapolri ini, tidak tahu bagaimana Dr. Ahmad Yani, SH.MH. mau ditangkap Bareskrim, atau apapun namanya itu? Apa Sigit tidak tahu pemanggilan terhadap Dr. Ahmad Yani, SH.MH harus dilakukan dengan mengerahkan para penyidik atau petugas malam-malam ke kantornya di Jalan Matraman? Mengantar surat panggilan ko banyak orang? Apa begitu hukumnya Pak Sigit?
Apakah kewenangan Sigit sebagai Kabareskrim begitu terbatas? Sehingga tidak ada satu tindakan yang nyata-nyata terlihat oleh publik dalam merespon penanganan orang-orang yang dituduh melaklukan pembakaran di halte Busway Sarinah Thamrin pada demo UU Cupta Kerja? Dari video yang beredar di masyarakat, para pelaku pembakaran halte Buway Sarinah Thamrin itu berjalan penuh percaya diri?
Tidakkah pada peristiwa itu, Najwa Shihab, Jurnalis yang menggawangi acara Mata Najwa mengedarkan video yang memperlihjatkan adanya orang lain di luar mereka yang telah ditangkap itu? Apakah mereka yang terekam di gambar yang diedarkan Najwa Shihab itu telah diselidiki? Apakah yang telah Kabareskrim Sigit lakukan terkait pembakaran halte Busway itu?
Kalau soal-soal yang seelementer itu saja tidak mampu direalisasikan oleh Sigit dalam pekerjaan teknis, apa yang bisa bangsa ini harapkan dari Sigit sebagai Kapolri? Untuk bisa mendekorasikan republik tercinta ini dengan keadilan hukum? Apa Sigit mengerti dan faham kalau Republik Indonesia ini telah mengharamkan ketidakadilan dalam semua aspek kehidupan, termasuk hukum?
Kalau nyawa anak-anak FPI diambil dengan cara paling jijik, tak beradab, bar-bar itu, jorok, primitif berhasil mejungkir-balikkan “Polisi Proter” yangsangat dibanggakan Prof. Dr. Tito Karnvan Ph.D tersebut, tidak mampu untuk menggetarkan nurani Sigit, lalu apa maknanya?
Apakah tidak wajar orang berhipotesa bahwa nyawa-nyawa akan melayang lagi dalam yang belom dapat diduga? Nyawa-nyawa anak bangsa akan diambil dengan cara-cara yang menjjijikan, jorok, primitif, tidak beradab, dan bar-bar oleh petugas petugas polisi, dimasa Sigit menjadi Kapolri akan semakin sering terjadi?
Atas dasar itu, kami mohon Maaf, dan dengan segala hormat kami yang tinggi kepada pribadi Komjen Pol. Sigit, kami harus yatakan Sigit tidak memiliki kaulifikasi dan kompetensi teknis bidang hukum. Entah kalau Dia memiliki kompetensi politik dalam menggerakan hukum. Atas dasar itu pula, Sigit harus dinilai tidak memiliki kompetensi untuk jadi Kapolri.
DPR harus berbesar hati menolak Sigit menjadi kapolri. Sebaiknya DPR segera bersurat kepada Presiden meminta agar Presiden mengirimkan lagi nama lain untuk di fit and proper test. DPR sebaiknya tidak ngeyel terhadap soal-soal elementer di atas.
Soal-soal itulah yang, dalam penilaian kami, sangat berkontribusi besar menghasilkan keadaan politik, yang kian hari kian mengkhawatirkan bangsa ini. Diskriminasi hukum yang kian menjulang saat ini, suka atau tidak, tidak bisa disepelekan. Semoga bermanfaat.
Penulis adalah Wartawan FNN.co.id