Faisal Basri Dijadikan Ahli untuk Terangkan Jumhur Tidak Berbohong

Jakarta, FNN - Tim kuasa hukum Jumhur Hidayat menghadirkan ekonom senior Faisal Basri sebagai ahli pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis, demi menerangkan cuitan terdakwa bukan berita bohong sebagaimana dituduhkan oleh jaksa.

“Ini ingin memberi konteks dan menunjukkan bahwa cuitan Jumhur bukan berita bohong,” kata anggota tim kuasa hukum Jumhur, Arif Maulana, saat ditemui usai sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agus Widodo, Faisal Basri menerangkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, yang dikritik oleh Jumhur lewat media sosial Twitter memuat sejumlah masalah.

Dari berbagai masalah yang disampaikan Faisal, kesejahteraan buruh dan pelindungan terhadap lingkungan dari ancaman kerusakan jadi isu yang banyak dibahas dalam sidang.

Faisal berpendapat UU Cipta Kerja memudahkan tenaga kerja asing masuk bekerja di dalam negeri sehingga pada periode Januari-April 2021 ada lebih dari 6.000 TKA asal China yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Sam Ratulangi, Sulawesi Utara.

Faisal menyebut angka itu ia peroleh dari data resmi Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, pihak BPS belum dapat langsung dihubungi untuk diminta konfirmasinya terkait data tersebut.

Di samping mengancam kesejahteraan buruh, Faisal juga menyoroti bahwa UU Cipta Kerja juga melemahkan pelindungan terhadap lingkungan mengingat adanya perubahan pada aturan terkait analisis dampak mengenai lingkungan (amdal).

“Standar-standar lingkungan juga dilonggarkan dalam Omnibus Law ini. Amdal tidak perlu lagi melibatkan masyarakat sipil, civil society, kemudian merembet ke aturan-aturan turunannya. Misalnya, limbah batu bara tidak masuk lagi dalam kategori B3 atau limbah berbahaya,” terang Faisal Basri.

Dalam sidang, kuasa hukum Jumhur yang menamakan diri sebagai Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) juga bertanya mengenai isi cuitan kliennya itu yang disebut oleh jaksa sebagai berita bohong.

“(Pendapat ahli, Red) ini akan membuktikan bahwa pendapat tersebut bukan berita bohong, karena ahli ekonomi sudah membenarkan hal itu dalam persidangan,” terang Koordinator TAUD Oky Wiratama saat ditemui di luar ruang sidang, Kamis. Pendapat yang disebut Oky merujuk pada cuitan Jumhur di media sosial Twitter pada 7 Oktober 2020.

Cuitan Jumhur, yang menjadi sumber dakwaan jaksa, menyebut “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2”.

Cuitan Jumhur juga mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul “35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja”.

Terkait pertanyaan itu, Faisal membenarkan isi berita yang disiarkan oleh Kompas.com bahwa ada keresahan dari 35 investor asing mengenai pengesahan UU Cipta Kerja. Ia juga berpendapat bahwa sebutan “Primitive Investors” pada cuitan Jumhur kemungkinan merujuk pada penanam modal sektor ekstraktif.

Industri ekstraktif, yang izinnya dipermudah oleh UU Cipta Kerja, merupakan sektor yang eksploitatif dan kurang menguntungkan bagi Indonesia, demikian pendapat Faisal sebagaimana disampaikan dalam sidang.

Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sekaligus wakil ketua umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan.

Jaksa dalam dakwaannya juga menuduh Jumhur berusaha menciptakan kebencian antargolongan pengusaha dan buruh lewat cuitannya itu.

Terkait dakwaan itu, Jumhur dijerat dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Namun, Jumhur beserta kuasa hukumnya mengatakan bahwa cuitan itu merupakan kritik dan pengingat buat pemerintah bahwa UU Cipta Kerja bermasalah. (ant)

254

Related Post