FPI Dibubarkan, FPI Baru Juga Diancam. Maunya Apa Sih?

by Tjahja Gunawan

Jakarta, FNN - Jumat (08/01). Rezim pemerintahan Joko Widodo telah membubarkan Front Pembela Islam (FPI) tanggal 30 Desember 2020 lalu. Meski secara hukum pembubaran tersebut sangat lemah karena hanya diputuskan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani enam pimpinan kementerian dan lembaga, namun para pengurus FPI tidak mau ambil pusing.

Oleh karena itu lalu para fungsionaris FPI segera mendeklarasikan Front Persatuan Islam (baca: FPI Baru). Pembentukan ormas baru ini sangat dimungkinkan karena memang dijamin dan dilindungi undang-undang. Bahkan Menko Polhukam Mahfud MD membolehkan pembentukan ormas bernama Front Persatuan Islam.

"Boleh," kata Mahfud lewat pesan singkat kepada portal berita Detik, Kamis (31/12/2020). Jawaban Mahfud ini disampaikan untuk menanggapi pertanyaan apakah deklarasi Front Persatuan Islam oleh Munarman dkk diperbolehkan setelah Front Pembela Islam dilarang oleh pemerintah.

Nah karena sudah mendapat sinyal dari pemerintah melalui pernyataan Menko Polhukam, kemudian deklarasi FPI Baru pun dilakukan di berbagai daerah. Tapi rupanya melihat soliditas umat Islam dalam melanjutkan kegiatan dakwah Amar ma'ruf nahi munkar melalui FPI Baru makin kuat, aparat keamanan justru menjadi gerah.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dengan tegas mengancam akan membubarkan seluruh kegiatan Front Persatuan Islam (FPI) di seluruh daerah di Indonesia. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Rusdi Hartono menegaskan bahwa Front Persatuan Islam sudah tidak memiliki legalitas dan payung hukum. Oleh karena itu menurutnya, polisi diperbolehkan untuk membubarkan organisasi tersebut jika melakukan kegiatan di setiap wilayah. "Jika tidak mendaftarkan artinya di sini ada kewenangan dari pemerintah untuk bisa melarang dan membubarkan," ujar Rusdi sebagaimana dikutip portal berita Pikiranrakyat-Bekasi, Rabu 6 Januari 2021.

Indonesia Negara Kekuasaan?

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun mengaku merasa aneh dengan sikap yang diambil pihak kepolisian tersebut. "Ini agak aneh rasanya kalau kita belajar hukum, terutama hukum tata negara yang terkait dengan konstitusi dan hak asasi manusia," kata Refly Harun seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com Dari kanal YouTube Refly Harun.

Menurut Refly, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memberi putusan bahwa di Indonesia terdapat dua jenis organisasi massa (ormas), yaitu ormas berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. Ormas yang tidak berbadan hukum itu ada dua juga, ormas yang terdaftar di Kemendagri dengan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan ormas yang tidak mendaftar atau tidak terdaftar.

Refly Harun meminta aparat keamanan untuk bisa memahami tentang seluk-beluk ormas di Indonesia. "Legalitasnya bukan dari penguasa, karena itu adalah HAM, sudah melekat kepada warga negara dan warga negara berhak setiap saat berserikat dan berkumpul, termasuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan," jelas Refly Harun.

Namun, jika ormas tersebut sudah terbukti mengganggu ketertiban masyarakat, keamanan, dan melanggar hukum, maka aparat penegak hukum berhak untuk membubarkan kegiatan ormas tersebut. "Jadi, tidak bisa aparat kepolisian ujug-ujug membubarkan sebuah kegiatan ormas, walaupun ormas itu belum mendaftar di Kemendagri," tegas Refly Harun.

Kalau hanya ingin berkumpul, melakukan kegiatan tanpa berpikir bantuan dari negara, jelas Refly, maka tidak perlu mendaftar dan tidak perlu mendapatkan SKT. Pernyataan Refly tersebut juga didukung oleh aturan baru MK yang menyatakan bahwa tidak terdaftar bukan berarti kemudian bisa dibubarkan. "Karena sekali lagi, eksistensi semua ormas itu tidak digantungkan dengan ada tidaknya pengakuan dari negara, melainkan dari kegiatan atau aktivitas ormas itu sendiri," ungkap Refly Harun.

Dia meminta kepada aparat keamanan agar bisa memahami secara matang tentang konstitusi dan HAM. "Supaya aparat tidak menggunakan bahasa kekuasaan untuk melakukan tindakan-tindakan yang justru bisa dikatakan melanggar hukum, HAM dan konstitusi," tuturnya. Ia juga meminta kepada pemerintah ke depannya agar tidak lagi membubarkan sebuah ormas tanpa proses hukum yang jelas, walaupun UU memungkinkan hal tersebut. Namun menurutnya, UU yang memungkinkan hal tersebut yakni UU No. 16 Th. 2017 adalah sebuah produk otoriter.

Dalam menyikapi lahirnya FPI Baru ini, sikap pemerintah sendiri tidak sama. Di satu sisi, Menko Polhukam Mahfud MD membolehkan terbentuknya Front Persatuan Islam. Di sisi lain, Polri justru mengancam akan membubarkan segala bentuk kegiatan FPI Baru itu. Aneh bin ajaib. Menko Polhukam berbicara dengan bahasa hukum, sebaliknya pihak kepolisian menggunakan bahasa kekuasaan.

Jadi sebenarnya Indonesia ini negara hukum atau negara kekuasaan sih? Kalau melihat Konstitusi NKRI Pasal 3 sebenarnya sudah sangat jelas dikatakan bahwa “Indonesia adalah Negara Hukum” (Rechtstaat) dan bukan negara kekuasaan (Machstaat), sehingga seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana tidak bisa langsung dihukum tanpa melalui proses hukum..

Konsep Negara hukum tentu mengutamakan supremasi hukum dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh para pejabat di Republik ini dan bukan atas dasar kekuasaan yang dimilikinya. Setiap orang yang dituduh bersalah secara harus diproses secara hukum. Tidak bisa dipungkiri bahwa sekarang faktanya Indonesia sebenarnya sudah bergeser menjadi negara kekuasaan dimana proses hukum hanya sebagai formalitas belaka. Dengan demikian, isi yang terdapat dalam UUD kini tinggal rangkaian kata-kata yang tidak lagi memiliki kekuatan hukum. Yang berlaku sekarang adalah tangan besi kekuasaan.

Oleh karena itu menjadi dianggap biasa oleh penguasa otoriter untuk menahan dan memberangus pihak-pihak yang tidak sejalan dengan penguasa. Rezim pemerintah otoriter bisa dengan bebas dan leluasa memenjarakan orang-orang yang dianggap berlawanan dengan penguasa termasuk para ulama dan para tokoh masyarakat lainnya.

Jika mengikuti perjalanan bangsa ini, silahkan Anda menilai sendiri apakah reformasi yang telah berjalan sejak tàhun 1998 ini sedang bergerak maju atau sebaliknya berjalan mundur ke era Orde Lama? Semangat kebangsaan untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera, nampaknya tinggal harapan kosong. Optimisme yang menggelora diawal-awal reformasi, kini menjadi seperti antiklimaks manakala menyaksikan perilaku pejabat pemerintah dan aparatur keamanan di republik ini.

Upaya pihak kepolisian untuk menghambat kegiatan FPI Baru, sangat boleh jadi didasari oleh skenario untuk melumpuhkan berbagai upaya hukum dari para pengurus FPI Lama dalam mengungkap kasus pembunuhan keji yang dilakukan aparat kepolisian terhadap enam laskar FPI pada Senin 7 Desember 2020.

Jika eks fungsionaris FPI Lama ini dianggap tidak mampu membentuk Ormas "yang diakui" pemerintah, maka bisa saja nanti pihak kepolisian secara sepihak mengesampingkan orang-orang yang memperjuangkan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan tenam laskar FPI. Kalau sudah demikian kondisinya, wis angel tuturane. Wallohu a'lam bhisawab.

Penulis adalah Wartawan Senior Fnn.co.id.

862

Related Post