Gara-gara Benur, Prabowo & Gerindra Babak Belur

by Tony Rosyid

Jakarta FNN – Jum’at (27/11). Dua menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin berasal dari Partai Gerindra. Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), dan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).

Nasib malang menimpa kader Partai Gerindra. Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bandara Soekarno Hatta, Rabu dini hari 25 Nopember 2020, setelah lawatannya ke Amerika. Edhy Prabowo ditangkap KPK terkait kasus ekspor benur lopster. Penyidik senior KPK Novel Baswedan yang memimpin penangkapan tersebut.

Apakah ini Operasi Tangkap Tangan (OTT)? Masih tanda tanya. Disebut OTT kalau sedang, akan atau baru saja melakukan tindak pidana koruptif. Mungkinkah Edhy Prabowo cs sedang melakukan tindak pidana korupsi di dalam pesawat atau di bandara? Atau melakukan tindak pidana korupsi di Amerika? Atau saat transit di Jepang? Namun karena masuk wilayah yuridiksi negara lain sehingga untuk penangkapannya harus menunggu sampai di Indonesia dulu?

Kalau dugaan terjadinya tindak korupsi tidak di wilayah Amerika. Bukan pula di dalam pesawat atau bandara, apakah masih bisa disebut OTT? Kalau tidak memenuhi unsur OTT, kenapa nggak dikirimkan saja surat pemanggilan lebih dahulu? Pemanggilan sebagai saksi. Setelah dikonfirmasi ini dan itu, meyakinkan ada unsur pidananya, baru dinaikkan jadi tersangka.

Kenapa harus langsung ditangkap? Seolah kalau Edhy tidak ditangkap ia akan lari. Dia pejabat tinggi negara lho. Nggak mungkin lari bro. Nah soal salah atau benar proses OTT tersebut, nanti akan dibuktikan di sidang praperadilan. Inipun kalau Edhy mau mengajukan gugatan ke praperadilan.

Sudah jatuh ketimpa tangga pula. Begitu pepatah yang bilang. Gerindra nyeberang ke istana, lalu para pendukung berbondong-bondong meninggalkannya. Ditinggalkan atau meninggalkan? Itu bergantung anda di posisi mana? Pendukung Gerindra atau pihak yang kecewa terhadap Prabowo.

Oleh sejumlah mantan pendukung, “Prabowo dianggap berkhianat dan pengkhianat kelas berat. Tak tahu berterima kasih. Nyawa, darah, harta dan keringat yang dikorbankan oleh para pendukung saat Pilpres 2019, seolah nggak dihargainya. Goodby!

Hubungan Prabowo cq Gerindra putus dengan sejumlah pihak yang tadinya mendukung. Naifnya lagi, sesampainya Gerindra di istana, kader terbaik Gerindra dan anak didik terbaik Prabowo ditangkap KPK. Yaitu Edhy Prabowo. Tokoh papan atas yang dikirim Gerindra untuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Kader terhuebat.

Kualat kepada PKS? Dalam nalar politik, tak ada ruang untuk analisis mistis. Istilah karna hanya ada di dalam diskusi agama. Nasib sial. Mungkin kalimat ini lebih mewakili.

Tertangkapnya Edhy Prabowo tentu punya risiko politik. Pertama, partai Gerindra jatuh di mata publik. Elektabilitas Gerindra terancam turun. Bahkan bisa terjun bebas. Kondisi ini mungkin bisa berpengaruh terhadap kader-kader Gerindra yang sedang menjadi calon kepala daerah. "Ah, nggak mau nyoblos calon dari partai korupsi". Narasi ini bisa dimainkan oleh rival-rivalnya di pilkada Desember 2020 nanti.

Setiap tokoh partai tertangkap KPK. Ada konsekuensi hilangnya sebagian pendukung. Hal ini pernah dialami oleh sejumlah partai diantaranya Demokrat dan PPP. Ketua umum ditangkap, elektabilitas langsung ngedrop. Khususnya PPP di Pileg 2019 kemarin. Megap-megap!

Kedua, jika Gerindra tidak cepat dan piawai untuk recovery, ini bisa mengancam rencana Prabowo yang akan maju di Pilpres 2024. Santernya isu Prabowo-Puan Maharani yang digadang-gadang di Pilpres 2024 mendatang bisa berantakan. Bagi Gerindra sendiri, ini tidak masalah. Karena, majunya Prabowo di Pilpres akan menaikkan suara untuk para calon anggota DPR dan DPRD.

Soal kalah-menang, itu nomor 12. Bukan soal yang utama. Menang syukur, nggak menang, juga masih untung. Bagitu umumnya para kader dan caleg Gerindra berpikir. Beda dengan PDIP, kalau susah dijual, untuk apa ikut mengusung Prabowo? Adakah ada partai lain yang masih mau mengusung Prabowo? Tanya saja ke PKS dan PAN.

Lalu, bagaimana hubungan Gerindra dengan istana? Adakah keterlibatan istana dalam penangkapan Edhy Prabowo? Secara hukum, presiden tak boleh intervensi. Faktanya begitu? Walaupun sulit anda membuktikannya. Kecuali anda nekat dan siap dipenjara.

Dari aspek politik, muncul banyak spekulasi. Apakah langkah KPK ini semata-mata iklan? Sejak UU KPK No 19 Tahun 2019 diamandemen DPR, KPK nyaris kehilangan kepercayaan publik. Apalagi baru-baru ini, ketua KPK Firli Bahuri membuat pernyataan salah dan blunder ketika mengomentari buku berjudul "How Democracies Die" yang sudah dibaca sejak tahun 2002. Padahal bukunya baru terbit 2018.

Maka, penangkapan seorang menteri akan menjadi iklan besar-besaran untuk mengembalikan geliat KPK. Ada juga yang bertanya, apakah penangkapan ini berkaitan dengan rencana resuffle kabinet? Atau apakah ini bagian dari upaya menjegal Prabowo nyapres? Publik tahu, Prabowo punya banyak pesaing, khususnya dari kalangan militer.

Atau apakah ini dampak dari persaingan antar partai? Karena kabar yang juga santer, sebelum Edhy Prabowo ditangkap, ada pengurus partai lain yang lebih dahulu ditangkap. Hanya saja sepi dari berita. Kalau ini dibuka, partai itu juga akan babak belur. Soal kebenaran kabar ini masih perlu ditelusuri.

Munculnya kecurigaan publik ini wajar, karena publik menganggap bahwa penangkapan pejabat kakap itu biasanya ada unsur politisnya. Apalagi ini sekelas menteri. Publik sering menyaksikan ada adu kuat pihak-pihak tertentu ketika KPK mau menetapkan seseorang jadi tersangka. Lihat saja kasus e-KTP, PAW Harun Masiku, kasus Indosat, dan lain-lain. Semuanya seperti mandek.

Kemandekan ini seolah mengkonfirmasi adanya unsur politik yang membuat publik curiga dan selalu mengaitkan dengan politik. Namun yang pasti, kasus ekspor benur lopster ini membuat Gerindra Babak belur. Sebab, kasus ini terjadi saat Prabowo sedang banjir hujatan dari para mantan pendukungnya. Makin berat saja Gerindra dan Prabowo.

Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.

1123

Related Post