Gde Siriana: PLN Yang Rugi, Rakyat Yang Bayar, Curang

 PT PLN (Persero) saat ini sedang melakukan uji coba konversi kompor elpiji ke kompor listrik atau kompor induksi di berbagai kota. Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo menyebut dalam program konversi kompor elpiji ke kompor listrik, masyarakat bisa hemat hingga Rp 8.000 per kilogram elpiji.

Pandangan Darmawan dibantah oleh Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf. Berikut wawancara Sri Widodo Soetardjowijono dari FNN dengan Gde Siriana Yusuf.  Petikannya:

Menurut Anda apakah kebijakan itu tepat untuk saat ini?

Seperti masyarakat umumnya, ya saya juga bingung kenapa tiba-tiba pemerintah ngurusi cara masak rakyat. Tapi kan ketahuan juga bahwa kebijakan ini gak jelas asal-usulnya, misalnya sebagai kampanye green energy atau apa, kampanye cara hidup sehat atau apa, atau kampanye cara masak yang lebih aman dari kompor gas, misalnya. Tau2 masyarakat disuruh ganti kompor gas ke kompor listrik. Belakangan kita tahu bahwa rencana konversi gas LPG 3 kg ke kompor listrik kan karena ada kelebihan pasokan/oversupply listrik PT PLN (Persero). Nah ini koq jadi rakyat yang harus dibebani? Padahal ini kan salah perhitungan di PLN.

Maksud salah perhitungan?

Begini, kontrak listrik PLN kan dengan skema take or pay. Artinya, PLN harus tetap bayar sesuai kontrak meski listrik yang diproduksi produsen listrik swasta (IPP) dipakai atau tidak. Nah, ini kan kelemahan kontrak yang PLN bikin sendiri dengan swasta. Lalau kalau sekarang rakyat dipaksa serap kelebihan listrik tersebut dengan cara ganti kompor gas ke listrik, apakah itu fair buat rakyat? Sama aja rakyat dipaksa nolong PLN dari kerugian. Cara pandang seperti ini berbahaya sebagai dasar dibuatnya kebijakan publik. Kesalahan atau kelemahan yang dibuat pemerintah tapi rakyat yang harus menanggung.

Apakah ini akan berjalan diterima masyarakat?

Ini kan 300 paket kompor listrik akan dibagikan tahun ini ke masyarakat menengah-bawah. Setahu saya belum ada sosialisasi atau survei atau feasibility studies di masyarakat. Bagaimana penerimaan masyarakat kan bergantung pada penyesuaian kebiasaan di awalnya, lalu setelah jalan dihitung biaya yang ditanggung lebih murah atau justru lebih mahal. Biaya ini kan bukan soal konsumsi listriknya saja, tetapi ketika daya ditambah abondemennya kan naik, juga biaya per kwh nya apakah tetap atau naik dibandingkan sebelum daya ditambah. Masyarakat biasanya sederhana aja, setiap bulannya nanti pengeluaran nya naik atau tetap.

Kedua, beban rakyat kan semakin berat setelah harga BBM naik, masa tega sih rakyat dipaksa konsumsi kelebihan listrik PLN?

Jadi menurut Anda, kenapa pemerintah tetap paksakan kebijakan ini?

Yaitu tadi pemerintah hanya berpikir dari perspektif nya saja, yaitu apa yang mungkin. Artinya yang paling mungkin untuk selamatkan keuangan pemerintah. Tapi rakyat kan perspektifnya apa yang harus, yaitu seharusnya rakyat dapat energi yang termurah. Ini juga sama dengan kebijakan harga BBM naik.

Jadi siapa yang diuntungkan dari kebijakan ini?

Pertama ya direksi dan komisaris PLN. Karena kalau kelebihan listrik ini tidak terserap, PLN kan potensi merugi. Lalu gaji dan bonus Direksi dan Komisaris PLN gimana?

Kedua ya produsen kompor listrik. Rencananya kan akan diproduksi 5juta unit kompor listrik tahun depan. Sudah bisa dihitung dong untungnya berapa. Nah tinggal dilihat siapa aja produsennya. (sws)

851

Related Post